"Agatha, jawab aku. Jangan hanya diam, kamu buat aku bingung" kata Luo panic sembari mengguncangkan bahu Rei yang masih tergguncang dengan apa yang baru saja dia alami. Melihat Rei yang masih tampak shock dengan hal itu, Luo berinisiatif untuk segera membopong tubuh Agatha untuk segera ke luar dari toilet.
Sebisa mungkin, Luo membuat tubuh Rei tertutup. Luo segera masuk ke dalam mobilnya, ketika mobil miliknya telah terpakir di depan. Luo tidak habis pikir, kenapa seorang Agatha hanya bisa diam ketika dirinya tertindas. Luo masih setia menemani Rei yang tampak enggan bersuara.
"Seharusnya kamu menghubungi aku. Kejadian ini tidak akan terjadi jika kamu pergi ke toilet yang satu lantai dengan tempat acara diselenggarakan. Apa yang membuat kamu diam seperti ini Gatha. Katakan ke pada ku. Akan aku buat gadis-gadis itu diam selamanya."geram Luo membuat Rei menatap nyalang ke arahnya.
"Kenapa semua kalian ukur dengan kekerasan seperti ini? Kenapa kalian orang yang memiliki banyak uang, cenderung menggunakan uang kalian tanpa berpikir untuk menggunakan hati kalian. Apa yang dilakukan Agatha, kenapa aku yang harus menganggungnya. Kenapa?" beber Rei dengan air mata yang berderai dari mata cantik Agatha. Luo yang melihat Agatha histeris segera menepikan mobilnya, dia segera meraih Agatha ke dalam pelukannya. Berharap energy positif bisa tersalurkan untuk gadis yang tampak terlihat rapuh di matanya,
"Jika saja kamu terlambat, apa aku akan baik-baik saja?" tanya Rei terdengar sendu dan rapuh,
"Ssst, tenanglah. Seperti janji ku kepada mu. Semua nya akan baik-baik saja. Aku akan selalu ada untuk kamu. Kamu punya aku, aku akan menjaga mu" jawab Luo membuat Rei sedikit tenang, perlahan isak tangis Agatha mulai tidak terdengar. Luo melepas pelukannya, menatap netra Agatha dan mengusap sisa-sisa air mata yang masih mengalir namun tidak sederas tadi.
"Terima kasih" cicit Rei,
"Hmmm, bagaimana kalau kita pulang" ajak Luo,
"Aku ingin makan mi instan dengan telur di atasnya, dulu kalau aku bersedih seseorang selalu membuatkannya untuk ku" pinta Rei dengan tatapan memohon ke pada Luo. Sayangnya Luo luluh. Dia segera turun ke sebuah minimarket yang tidak jauh dari tempat Luo menepikan mobilnya.
Tidak butuh waktu lama, Luo telah kembali dengan beberapa kantong plastik yang berisi beberapa mie instan, sekotak telur, roti tawar, susu dan beberapa cemilan kesukaan Rei yang pernah Luo lihat di dalam kulkas. Karena minggu ini, Luo dan Rei belum belanja kebutuhan mingguan.
"Kamu belanja sebanyak ini?" tanya Rei shock dengan apa yang dilihatnya, jujur saja barang-barang yang seharusnya dibeli minggu ini, hampir Luo beli semua. Hanya kurang beberapa sayur hijau dan kebutuhan printilan dapur seperti garam, gula serta lada dan kawan-kawannya yang pastinya Luo tidak akan tahu.
"Hmm, aku tidak tau apa yang kamu suka. Jadi aku beli saja yang pernah aku lihat di dalam kulkas, apa ada yang kurang?"tanya Luo, dengan sigap Luo bergegas turun dari mobil. Namun gerakan Luo dihalangi oleh Rei ,"ini sudah lebih dari cukup" kata Rei, membuat Luo mengurungkan niatnya.
"Baiklah. Kita pulang sekarang. Aku akan membuat kan mi untuk kamu" ajak Luo,
"Eh-, tidak usah. Aku tidak ingin merepotkan kamu, biar aku lakukan sendiri" tolak Rei,
"Jangan seperti itu. Penolakan mu membuat harga diri ku terluka Gatha" ungkap Luo dari isi hatinya yang paling dalam.
Rei yang tidak enak hati, segera meralat perkataannya dan mengalah dengan keputusan Luo."Baiklah. Aku menantikan mi buatan mu" kata Rei membuat Luo mengulas sebuah senyum di bibirnya.
*.*.*
Rei duduk di sebuah meja kecil yang menghadap meja makan. Menikmati pemandangan Luo yang tampak serius membaca instruksi membuat mi instant di balik kemasan bungkus mi instan yang telah dia masukkan ke dalam panci kecil yang telah dipilihkan oleh Rei sebelum Luo mulai memasak di dapur untuk pertama kalinya.
Rei tersenyum melihat betapa kikuknya Luo memasak dua piring mi instant. Bahkan beberapa kali telurnya gosong, bukan tidak bisa di makan. Hanya saja, bentuknya bukan seperti telur mata sapi goreng, tetapi seperti seraput telur dengan warna golden brown. Luo mengelap keningnya yang penuh dengan peluh menggunakan lengan kemeja nya. Tampak raut kelelahan di wajah Luo. Memasak mi instant lebih sulit daripada mendiskusikan tander dengan rekan kerjanya di kantor.
"Terima kasih" sahut Rei begitu Luo telah menghidangkan sepiring mi instan.
"Maaf. Bentuknya tidak seperti di gambar. Karena aku baru saja belajar membuat mi instant. Kalau kamu ingin varian lain, aku bisa mencobanya" sesal Luo sembari mencoba mengangkat piring yang telah dia siapkan di meja makan. Rei menghalangi hal itu, luo menatap Rei penuh tanya.
"Tidak perlu, aku akan memakannya. Kamu sudah berusaha membuatkan mi ini dengan susah payah. Jadi jangan sia-sia kan apa yang sudah kamu buat" aku Rei. Luo tersenyum kikuk. Kemudian duduk di sisi sebelah kanan Rei yang masih kosong. Luo mulai melahap mi yang dia masak sendiri, rasanya jauh lebih enak dari mi yang dia beli di restaurant. Ntah mengapa Luo menyukai mi yang berada di depannya. Apa mungkin karena mi itu, hasil karyanya sendiri.
"Ternyata mi instant itu enak" puji Luo dengan tatapan yang berbinar. Jujur saja, Rei ingin tertawa melihat Luo yang tampak seperti balita yang mendapatkan sebuah permen di tangannya. Sangat bahagia .
"Kamu suka? Kamu mau punya aku?" tawar Rei.
"Kamu tidak menyukai mi buatan aku?" tanya Luo dengan raut yang tiba-tiba berubah sendu, merasa apa yang dilakukannya telah sia-sia.
Rei gelagapan. Dia sepertinya telah menyinggung perasaan Luo.
"Aku nggak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin berbagi, ini mi goreng yang paling enak, yang pernah aku makan"
"Jangan menghiburku. Aku tau, kemampuan masak ku tidak sebaik kamu" rajuk Luo,
Rei menggenggam tangan Luo."Aku berkata jujur. Setiap apa yang dilakukan seseorang untuk ku dan dia melakukannya dengan tulus. Itu akan terasa nikmat dan enak" aku Rei, membuat Luo tersipu.
"Ka-mu demam?' tanya Rei yeng tiba-tiba memegang kening Luo. Membuat jas yang Rei gunakan jatuh dan membuat bagian dadanya terekspose dan membuat Luo tercengang. Sepersekian detik Rei dan Luo beradu pandang. Saling terpaku satu sama lain dan serba salah. Luo pria dewasa normal yang akan tergoda melihat sesuatu hal yang mengundang hasrat seorang pria dewasa di dalam dirinya.
"Em, sepertinya aku sudah kenyang. Bagaimana kalau kita segera tidur. Bukannya kamu besok harus pergi ke sekolah?" tanya Luo dengan membuang muka ke arah lain. Menutupi rasa canggung yang Luo rasakan.
Ntah mengapa Rei juga merasakan tiba-tiba ruangan apartemen mereka terasa panas. Rei segera mengambil jas Luo dan menutupi tubuhnya lagi.
"Ide bagus. Aku akan segera ke kamar. Terima kasih untuk makan malamnya" sahut Rei, kemudian dia segera masuk ke dalam kamarnya.
"SHIT!" maki Luo kepada dirinya sendiri,"Louis Fernandez. Di mana otak mu!" lanjutnya dengan wajah semerah kepiting rebus.