Aheng memutuskan untuk menyusul Naraka ke panti. Dia tidak ingin menjadi salah satu korban tingkah absurd yang disebabkan oleh Agatha. Memangnya kenapa kalau Agatha berubah menjadi gadis yang manis, bukankah hal itu menguntungkan Luo? Dengan mudah Luo bisa menduduki posisi-nya tanpa proses akusisi yang berarti. Bodohnya, Luo masih terperangkap pada cintamasa alunya, Rei. Gadis yang berkerja paruh waktu di tiga café kopi yang berbeda.
Kebiasaan Luo jika sedang galau karena sesuatu dia akan meminum salah satu kopi di café itu hanya untuk sekedar menatap Rei. Meskipun pada dasarnya Rei tidak pernah mengetahui hal itu. Karena Luo mencintai Rei dalam diam dan caranya sendiri. Sampai akhirnya, Bara ikut campur dan menjadikan Rei sebagai tawanan untuk menundukkan Luo. Putra sulungnya, yang harus meneruskan Fernandez Coorperation.
Luo memiliki impian sendiri tentang hidupnya. Menjadi orang biasa. Hidup sederhana dengan kekasihnya. Sayangnya, Bara menentang hal itu. Dia menginginkan Luo untuk menjadi penerus Fernandez Coorperation. Sehingga Bara menekan kelemahan Luo, menjadikan seorang gadis yang selalu menjadi inspirasi Luo selama ini, Aneisha Reishana.
Hidup memang tak seindah mimpi atau sekedar rencana. Banyak kerikil dan liku yang harus di lewati untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
"Njir! Ke mana gue harus jalan? Sekolah ini luas banget!" maki Aheng yang merasa dirinya sedang dipermainkan oleh keadaan hari ini.
BRAAKK!!
Aheng tidak sengaja menabrak seseorang saat dia akan berbalik ke arah yang lain.
"Eh sorry!" kata Aheng dan Tere secara bersamaan.
Theresa Jingga. Gadis berambut panjang itu menatap Aheng tajam.
"Em-, apa kita berdua saling kenal?" tanya Aheng yang mendapatkan tatapan yang kurang mengenakan dari Tere.
"Tidak"sahut Tere.
"Perkenalkan aku Renjana Chandra Kanta atau lebih akrabnya kamu bisa panggil aku Aheng"jelas Aheng dengan tangan yang masih terulur ke depan. Tere tidak berniat menyambut tangan Aheng. Dia hanya menatap datar ke arah tangan itu.
"Apa kamu seorang petugas asuransi?" tanya Tere, terdengar ragu dan mencemooh.
Aheng melambaikan kedua tangannya di depan dada. Menolak tuduhan Tere kepadanya.
"BUKAN. Aku ke sini mau jemput teman aku." Ralat Aheng,"penampilan keren gini kamu bilang mirip pegawai asuransi? Yang benar saja" lanjut Aheng seraya menilai dirinya sendiri.
Tere memutar bola matanya malas. Dia tidak suka dengan pria sejenis Aheng. Terlebih lagi, dia memiliki kenangan buruk dengan seorang teman pria-nya saat di SMA. Nama dan orang yang sama berdiri di depannyakini, mungkin Renjana tidak akan mengingat siapa Tere. Tapi luka yang diberikan Renjana membuat Tere membenci pria. Tere mengabaikan keberadaan Aheng/Renjana.
Aheng yang mendapat penolakan dari Tere segera mengejar langkah Tere. Menghentikan Tere dengan menarik salah satu tangan Tere. Tere menatap tangan Aheng dengan tidak suka. Membuat Aheng segera melepas tangan Tere.
"Maaf. Bukannya aku nggak sopan sama kamu. Aku mau minta tolong, sepertinya kamu kenal tempat ini dengan baik. Apakah kamu bisa membawa aku ke taman yang berada di dekat kelas music? Karena semua bangunan di tempat ini bentuknya sama semua" jelas Aheng. Dia tidak ingin gadis di depannya ini salah paham untuk kedua kalinya. Aheng takut dikira dia seorang pria cabul.
"Ikuti aku" pinta Tere tanpa mau menatap ke arah Aheng.
"Terima kasih" sahut Aheng. Dia segera mengekori langkah Tere dengan menjaga jarak aman dari gadis yang sudah membantunya.
Jika bisa Aheng nilai. Tere termasuk gadis yang cantik, bagaimana tidak? Kulitnya putih. Rambutnya panjang sebahu, dan yang paling penting tubuh Tere sangat bagus. Aheng segera memukul dahi nya sendiri. menyadarkan dirinya dari pikiran kotor dari gadis yang terasa familiar di depannya.
Dari jauh, Aheng bisa mendengar tawa Naraka dan seorang gadis. Mereka berdua tampak saling bertukar pendapat dan tertawa. Aheng terkesima dengan kejadian itu. Karena Naraka tidak semudah itu akrab dengan seorang gadis, biasanya Naraka memerluka dirinyasebagai fasilitator.
"Lisya!" panggil Tere ke pada sahabatnya yang tampak sedang asik bersama salah satu pemilik yayasan SLB, tempat Lisya mengajar.
"Selamat siang Pak Raka. Apa kabar?" tanya Tere terkesan dingin dan mengisyaratkan bahwa seseorang yang berada di sisi Lisya bukan orang biasa.
Lisya tampak mengerjapkan kedua matanya. Mencoba mencerna apa yang Tere katakan. Jika Naraka itu Raka, salah satu donatur tempat panti dan yayasan SLB tempat dirinya dan Rei bernaung selama ini. Berarti sahabat yang di maksud Naraka itu, Louis Fernandez. Calon anak tiri Rei. Seketika Lisya mencari tongkatnya dan segera berdiri.
Naraka ingin membantu Lisya tetapi secara halus Lisya menolak bantuan Naraka.
Naraka kesal setengah mati dengan gadis yang merusak hari indahnya bersama Putri. Gadis pujaan Naraka.
"Kamu siapa ya? Apakah kita saling mengenal?" tanya Naraka tanpa menutupi rasa tidak sukanya,
"Perkenalkan saya Theresia Jingga anak dari Bunda Theresia Arumi. Sulit untuk tidak mengenal keluarga para keluarga donatur dan pemilik gedung-gedung yayasan Kasih Bunda." Jelas Tere, membuat Naraka dan Aheng saling pandang.
"Oh, maafkan kami. Kami berdua tidak dapat mengenali anda." Sesal Naraka,
"Tidak masalah. Sejak kepergian bunda, jarang para donatur datang ke tempat kami. Jadi saya dan dua sahabat saya yang mengelolah panti. Terima kasih sudah membantu kami secara berkala. Meskipun pada akhirnya, Bapak Bara menginginkan Rei secara bersyarat" sindir Tere.
Membuat Naraka membuang muka.
"Sepertinya kamu tidak menyukai kami berdua?" tanya Naraka tanpa basa-basi.
"Tepat sekali. Lebih tepatnya saya secara pribadi tidak menyukai anda dan teman anda yang datang tiba-tiba ke tempat kami tanpa diskusi dengan saya terlebih dahulu." Jawab Tere tegas.
Jujur saja Naraka kesal dengan perkataan Tere.
"Saya ke sini tidak ada kaiatannya dengan kunjungan kerja, saya bertemu dengan teman saya secara pribadi. Sepertinya anda salah paham dengan kedatangan kami berdua. Kami minta maaf, jika kedatangan kami membuat anda terganggu" jelas Naraka formal. Membuat Aheng kebingungan dengan sikap dua orang di depannya. Lisya hanya terdiam. Dia tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi antara Naraka dan Tere serta satu orang teman Naraka yang sepertinya membuat Tere semakin marah.
"Tere, kita pulang sekarang?" tanya Lisya berharap bisa membawa mereka berempat keluar dari keadaan yang kurang nyaman dan tegang.
Tere segera menyambut tangan Lisya dan segera menggapainya. Sebelum pergi, Tere ingin memeastikan sesuatu. Apakah kedua orang itu merupakan sekutu Bara atau bukan?
"Jangan buat masalah lagi dengan kami. Kami sudah cukup menderita dengan tekanan yang diberikan oleh Pak Bara. Khususnya sahabat saya yang masih terbaring koma." Tandas Tere, membuat Naraka mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Aura permusuhan Naraka dan Tere tergambar sangat kuat. Tidak diragukan lagi, jika Tere sebagai pelindung panti sangat menjaga keselamatan anggota keluarganya.