Chereads / SWITCH LIFE / Chapter 12 - Pertemuan Yang Menyakitkan

Chapter 12 - Pertemuan Yang Menyakitkan

Rei menatap bangunan usang di depan nya. Panti asuhan, tempatnya tinggal beberapa tahun terakhir. Sampai di mana malam kelam itu muncul, membuat Rei kehilangan raganya. Rei berjalan masuk ke dalam pelataran panti, dia ingin melihat tubuhnya. Raga yang menampung jiwa Agatha. Rei berjalan menyusuri koridor bangunan panti. Menikmati suasana yang dia rindukan di pagi hari, bahkan setiap waktu Rei rindukan. Tawa adik-adik panti. Tangisan si kembar yang berebut boneka. Dentingan tuts piano yang dimainkan oleh Aleena. Sebuah senandung lagu membawa langkah Rei menuju ke aula yang berada di tengah bangunan. Tempat para donatur menikmati persembahan terbaik yang ditampilkan oleh anak-anak panti. Alunan lagu dari ENHYPEN yang berjudul Polaroid Love dinyanyikan Theresa sahabatnya, membawa Rei berdiri di depan ruangan Aula yang penuh dengan euphoria dari senandung yang Theresia bawakan. Menyadari kehadiran Rei dalam sosok Agatha, segera menghentikan nyanyian nya, menatap penuh tanya ke pada Rei. Seseorang yang membuat Theresia merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Bahkan, Lisya yang menyadari perubahan mood dari dalam diri Theresia bertanya,

"Kenapa berhenti? Apa kamu lupa liriknya?" tanya Lisya ke pada sahabatnya, Lisya yang merupakan seorang tunanetra tidak dapat melihat keberadaan Rei dalam sosok Agatha,

"Tidak. Hanya saja ada tamu tidak diundang di sini" jawab Tere alias Theresia,

"Apakah dia seorang donatur? Bukankah kita sudah menganggu beliau?" tanya Lisya dengan buru-buru, Lisya mencoba berdiri dari tempatnya duduk. Sehingga membuat Lisya hampir terjatuh, dengan sigap Rei menahan tubuh Lisya agar tidak terjatuh.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Rei panik, keselamatan Lisya lebih penting dari pada lututnya yang terluka karena goresan kulitnya dengan lantai.

"Terima kasih. Saya baik-baik saja" jawab Lisya, membuat gurat-gurat kekhawatiran di wajah Agatha alias Rei menghilang.

"Ngapain kamu ke sini? Belum puas sudah buat saudara kami terbaring di tempat tidur?" tanya Tere dengan sarkas, membuat Rei menatap tak percaya ke pada sahabatnya. Dia tidak percaya dengan pertanyaan yang Tere lontarkan, sarat kebencian.

"Maksud kamu?" tanya Rei tidak mengerti, dia ingin Tere menyampikan kebenaran yang mungkin saja Rei tidak tahu,

"Aku tidak mungkin salah mengingat seseorang. Kamu yang dengan sengaja menabrak Rei malam itu! Apa salah Rei sehingga kamu ingin menghabisinya? Kenapa kamu datang ke tempat kami sekarang? Memastikan Rei sudah mati atau belum?" cecar Tere membuat Rei ingin menangis, karena di benar-benar tidak tau apa yang terjadi. Seharusnya Agatha yang bisa menjawab semua ini. Bukan dirinya.

"Maaf. Tapi sepertinya kamu salah paham. Biarkan aku-"

"Pergi! Jangan datang ke sini lagi, tidak perlu kamu berpura-pura simpati dengan perkembangan kesehatan Rei. Karena yang kami butuhkan adalah kesehatan Rei, aku berharap kamu saja yang mati saat itu. Bukan malah membuat Rei koma. Dasar gadis manja! " maki Tere,

Lisya yang mendengar makian Tere ke pada sosok yang tidak dikenalnya segera meraih tubuh Tere. Dia berusaha menenangkan Tere yang diliputi rasa emosi.

"Tere, sudah! Jangan diteruskan. Rei tidak akan suka kamu begini." Kata Lisya melerai Tere

"Sya! Kalau bukan karena gadis manja ini. Sahabat kita pasti baik-baik saja"

"Bukankah kamu bilang, kalau Rei saat itu bisa menghindar tetapi dia memilih diam di tempat. Jangan salahkan dia saja, kita tunggu sampai Rei terbangun dan mengatakan alasan kenapa dia melakukan hal itu?" tanya Lisya tanpa memiliki maksud membela siapapun. Karena percuma saja menacri kebenaran tanpa ada bukti pasti dan keterangan dari korban.

"Sya! Kenapa kamu bela gadis manja ini sih!"

"Tere!"

"Sya, kamu ingat kan? Gadis manja ini sudah menghina kamu? Dia mengolok-olok kamu. Dia bilang orang buta tidak pantas berkarya. Inget gak? Bahkan dia membuat keluarga Fernandez menjadikan Rei pengantin wanita di keluarga itu karena dia!" tunjuk Tere.

Rei yang tidak tau apa-apa, hanya bisa memundurkan beberapa langkah kakinya ke belakang.

"Maksud kamu apa? Katakana semua itu bohong!'

"Jangan berlagak sok sedih. Kamu tidak pantas berakting seperti itu. Cukup dengan semua rekayasa yang kamu buat. Kamu sudah buat saudara kami jadi korban" tandas Tere,

Rei tidak tahan lagi. dia segera berlari ke luar dari ruangan itu. Rasa sesak di dadanya meluap. Air mata rei tidak dapat terbendung lagi. Air mata Rei jatuh begitu saja, seolah-olah menelan rasa pahit dan kecewa mengetahui secuil kebenaran dari bibir sahabatnya.

Sementara itu, Lisya menarik tangan Tere. Seolah-olah meminta Tere agar berhadapan dengan tubuhnya. Lisya tidak menyangka Tere akan seemosi ini. Bahkan sampai mengusir Agatha, gadis yang terlibat dalam kecelakaan sahabat mereka, Rei.

"Kamu kenapa gitu Tere? Rei gak akan suka dengan apa yang kamu lakukan"

"Kenapa kamu tetap belain dia sih? Gadis manja itu tidak perlu dapat simpati apapun dari kita berdua"

"Aku kecewa sama kamu. Kendalikan emosi mu. Aku pergi ke kamar ku dulu" kata Lisya sembari mengayunkan tongkatnya, mencoba mencari patokan-patokan di dalam ruangan yang sangat familiar. Agar dirinya dapat berjalan dalam gelap.

Tere menatap kepergian Lisya dengan tatapan penuh luka. Dia tidak berharap Lisya akan bersikap seperti itu. Dia berharap Lisya berempati dengan Rei dan mendukung aksinya untuk mengusir gadis manja yang membuat Rei koma. Sayangnya harapan Tere tidak seindah realita, Lisya masih berbaik hati membela Agatha, gadis manja yang menjadi poros penderitaan Rei di mulai.

*.*.*

Rei merasakan sesak di dadanya. Seolah-olah nafasnya berhenti. Rei mencoba menguasai diri nya sendiri yang kini terjebak di dalam tubuh Agatha. Bagaimana dia bisa tidak tahu kebenaran itu, sementara kedua sahabatnya mengetahuinya. Rei segera beranjak dari panti, dia memutuskan untuk bertemu dengan Luo. Rei segera masuk ke dalam mobil pribadi yang mengantarkan Rei kemana saja saat Luo tidak ada di sisinya.

Pemandangan yang Rei lewati seolah menjadi pelipur lara baginya. Bahkan Rei tidak bisa berbagi keluh kesah kepada siapapun. Mengingat kondisinya saat ini.

"Nona, sudah sampai" kata sopir pribadi keluarga Gianina, menyadarkan Rei dari dunianya.

"Terima kasih" sahut Rei sembari turun dari mobilnya,

Rei terkesima dengan bangunan gedung yang berada di depannya. Betapa kaya-nya keluarga Fernandez. Rei segera menuju ke arah recepsonist,

"Permisi Mbak, maaf menganggu. Ruangan Luoise Fernandez di mana?"

"Selamat Siang, apa sebelumnya anda sudah buat janji dengan Tuan Luo?" tanya Rain,

"Belum" sahut Rei, wajahnya tertunduk lesu. Membuat Rain tak enak hati.

"Maaf, untuk hari ini Bapak Louis hanya akan menemui beberapa kolega dan klien yang sudah membuat janji dengan beliau" tolak Rain tanpa mengetahui sosok gadis yang berada di depannya saat ini.

"Baik, terima kasih" sahut Rei, Rei pun berbalik. Dia segera bersiap meninggalkan gedung megah milik keluarga Fernandez. Merasa kecewa, karena gagal bertemu dengan Luo. Seseorang yang bisa menghibur hatinya.

"AGATHA!!!" panggil seseorang dari balik pintu lift. Membuat langkah kaki Rei berhenti dan membalikkan arahnya, menuju suara yang menyuarakan namanya.