Chereads / Gairah Beracun / Chapter 18 - Jadilah Mata dan Telingaku

Chapter 18 - Jadilah Mata dan Telingaku

Aisha meraih tangan Riana dengan lembut.

"Riana, maafkan aku yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Aku menyesal karena tidak bisa menghubungimu selama ini.".

"Tidak apa-apa Bu Aisha. Ibu tidak perlu sampai meminta maaf kepada saya. Seharusnya saya yang mencari tahu keberadaan Ibu. Saya merasa gagal sebagai aspri. Terlalu posisti sehingga tidak curiga dengan kepergian Ibu. Selama ini saya hanya diam dan menunggu kabar saja. Padahal seharusnya saya lebih aktif lagi untuk dapat membantu anda." Riana terlihat menyesal. Dengan tatapan sayu ia memandang ke bawah merasa bersalah.

"Tidak Riana. Kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Sekarang semuanya sudah berlalu. Pasti selama beberapa bulan ini. Kamu merasa khawatir denganku. Alasan aku tidak bisa memberimu kabar, karena ada banyak masalah yang harus aku selesaikan. Aku koma selama dua bulan."

"Apa?" Riana kaget dan berteriak dengan keras hingga menutup mulutnya.

"Apa ini ada hubungan dengan Pak Daffa?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Riana.

"Kamu sudah menebaknya." Aisha tersenyum, memang masalah ini bukan lagi rahasia jika sampai diketahui oleh asisten pribadinya itu.

"Saya tidak tahu semua masalahnya, karena semua yang saya ketahui hanya berasal dari rumor yang tersebar di perusahaan. Saya hanya ingin mengetahui yang sebenarnya. Saya khawatir jika Ibu mengalami kesulitan. Ibu mendadak menghilang selama tiga bulan ini." Riana menatap lurus ke mata Aisha.

Aisha yang melihat antusias asistennya merasa mengerti. Ia menarik nafas sedalam mungkin untuk membuatnya merasa tenang sebelum menceritakan semuanya.

"Riana. Ini semua berawal dari penghianatan Daffa. Sebenarnya aku sendiri tidak ingin mengungkit masalah ini lagi. Tapi karena kamu ingin mengetahuinya, maka akan kuberitahu semuanya."

Riana mendengar perkataan Aisha dengan penuh konsentrasi. Ia menatap Aisha tanpa berkedip.

"Daffa dan Vana sengaja merencanakan sebuah pembunuhan padaku. Bukan hanya mereka tapi papaku juga. Danu bukan papa kandungku. Dia hanya ayah tiriku."

"A-APA?" Riana kembali melongo mendengar fakta yang diungkapkan Aisha.

"Kamu saja kaget apalagi aku. Malam itu ketika perayaan anniversary pernikahan kami yang ketiga bulan. Daffa sengaja memberikan racun padaku sehingga bayi yang berada di dalam kandunganku gugur. Awalnya aku ingin memberikan dia kejutan tentang kehamilanku, tapi dia sudah tahu duluan. Daffa dan Vana menyiksa dan berusaha membunuhku. Tujuannya adalah merebut perusahaan. Pria itu menipu. Dari awal dia tidak pernah mencintaiku. Dia hanya mencintai Vana. Dia terpaksa menikahiku. Mereka merencanakan semuanya, bahkan aku tidak tahu siapa yang sebenarnya harus aku percayai di dalam keluargaku itu," jelas Aisha tersedu.

"Keluarga? Apa maksud anda keluarga anda juga ikut campur dalam pengkhianatan ini?" Riana terkejut. Ia mendadak pusing mendengar fakta yang disampaikan Aisha. Ia tidak menyangka jika masalah Aisha tidak hanya menyangkut tentang bosnya dan Daffa saja tetapi juga seluruh keluarganya

"Iya, keluargaku. Seharusnya mereka adalah satu-satunya orang yang bisa kupercaya dan melindungiku tapi, malam itu semuanya seakan runtuh tepat di depan mataku. Keluargaku bahkan suamiku sendiri mengungkapkan semua kejahatannya tepat ketika ajal menghampiriku. Mereka bukan keluargaku Riana. Siapa ayah kandungku?"

"Ajal? Tapi apa mereka akan melakukan hal setega itu pada Ibu? Bukankah ini sangat keterlaluan? Kenapa Ibu tidak melaporkan mereka." Riana tidak terima dengan perlakuan orang-orang yang sengaja melukai Aisha.

"Aku tidak memiliki bukti. Mereka sangat keterlaluan, tapi untung saja ada seseorang yang baik hati mau menolongku. Menyembuhkan lukaku, bahkan menerimaku apa adanya. Aku merasa seperti bisa mempercayainya, meskipun terkadang ketakutan akan penghianatan masih terus menghantuiku hingga saat ini."

Riana mendekatkan tubuhnya ke Aisha. Ia memberikan pelukan hangat untuk wanita itu. Meskipun lancang, tapi satu-satunya yang bisa dilakukan saat itu hanya menenangkan Aisha.

"Jika memang sangat berat. Ibu tidak perlu memaksakan diri. Saya tidak akan bertanya lebih jauh lagi. Saya tidak ingin menyakiti Ibu," ucap Riana dengan suara bergetar.

"Terima kasih Riana. Tapi bukankah kamu datang untuk mendengar semua ini?"

"Benar, tapi saya juga tidak ingin memaksakan sebuah kenangan yang menyakitkan pada diri anda. Jika saya memiliki kesempatan. Saya ingin membalas perbuatan mereka." Riana terdengar membara, ia ikut membenci perbuatan keluarga dan suami Aisha itu.

"Tentang pembatalan pernikahan, bagaimana Ibu melakukannya?" tanya Riana, kembali dalam topik utamanya.

"Sebenarnya, aku ingin membalas dendam pada mereka. Melalui Alil, suamiku.

"Suami?" Riana kembali terkejut.

"Aku sudah menikah lagi. Kami memiliki musuh yang sama. Aku dan Alil melakukan pernikahan kontrak. Alil yang mengatur semuanya. Pembatalan perkawinan merupakan ide Alil. Status pernikahanku dan Daffa dihapus. Daffa melakukan pengalihan kepemilikan karena sudah tahu jika aku membatalkan perkawinan."

"Jadi karena itulah Pak Daffa melakukan semua ini." Riana mulai melihat titik terang.

"Iya. Aku sudah mendapatkan informasi jika Daffa mengalihkan kepemilikan Nadia kosmetik pada Danu." Aisha mengepalkan tangannya. Amarah menyala terlihat dari matanya. Aisha.

"Pagi ini perusahaan heboh mendengar Pak Daffa mengurus pemindahan nama perusahaan menjadi atas nama Danu. Kenapa dia melakukan semua ini?" Riana ragu. Semuanya sudah jelas karena keluarga Aisha bukan keluarga Aisha.

"Daffa melakukan semua ini. Dia pasti cemas karena aku melakukan pembatalan perkawinan. Dia takut jika aku menuntutnya karena perusahaan atas namanya. Jadi dia mengambil keputusan untuk mengalihkannya pada papa, tidak maksudku Danu. Mereka benar-benar licik." Aisha menggebu-gebu.

"Saya juga mendengar jika Pak Daffa dan Ibu Vana menikah." Riana ragu mengatakannya. Ia menunduk merasa bersalah.

"Aku sudah tidak terkejut lagi dengan hal itu," ucap Aisha ketus.

"Kalau begitu, apa yang bisa saya lakukan untuk anda? Saya ingin membantu anda." ucap Riana dengan semangat. Aisha bangkit dari tempat duduknya."Riana, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku. Sebenarnya aku merasa tidak enak tapi, hanya kamu satu-satunya yang bisa dimintai tolong." Ucapan Aisha terhenti.

"Katakan saja Bu Aisha. Apa pun itu akan saya lakukan untuk Ibu." Riana menggengam tangan Aisha.

"Bisakah kamu menjadi mata dan telingaku?" Riana mengangguk setuju.

"Aku ingin kamu memata-matai perusahaan, semua berita, rumor bahkan perkembangan Nadia Kosmetik. Bisakah kamu menyampaikan semuanya padaku? Aku ingin membuat perhitungan dengan mereka."

"Tentu saja. Saya akan melakukan sesuai dengan perintah anda. Semuanya akan saya lakukan secara diam-diam."

"Terima kasih Riana karena kamu mau membantuku. Ada banyak hal yang telah aku lalui, aku tidak tahu lagi siapa yang bisa membantuku. Tapi aku yakin jika kamu mau melakukannya maka sekarang aku bisa melanjutkan rencana balas dendam.

"Tapi, pernikahan anda dengan orang bernama Alil? Bagaimana bisa? Siapa dia?" tanya Riana penasaran. Dia tidak ingin Aisha gagal untuk kedua kalinya.

"Kamu tenang saja, Alil mungkin tidak sepenuhnya baik. Tapi dia orang yang dapat dipercaya, setidaknya sampai saat ini. Aku harus patuh dan menurut padanya demi membalaskan dendam."

"Baiklah saya mengerti. Saya akan melakukannya sesuai dengan perintah Ibu." Riana tersenyum bangga melihat Aisha menjadi lebih percaya diri.