Chereads / Gairah Beracun / Chapter 22 - Ancaman Vana

Chapter 22 - Ancaman Vana

"Masa iklan mie sampai diajarin cara masaknya. Kayak mie rebus semua orang juga tahu bagaimana cara masak dan meracik bumbu. Bagi saya tidak efektif Pak Danu. Saya ingin iklan kita itu konsepnya komedi sehingga penonton tidak skip iklan, ada plot twist dan produk kita diketahui penonton. Saya punya rekomendasi influencer seperti Yoga Arizona pengikut di Instagram 1,7 juta. Fadil Jaidi 7,4 juta. Ibu hajat123 700k. Ini baru pengikut Instagram belum di tik tok dan youtube. Saya dan Riana sudah cek akun mereka. Feedback ke penjual sangat besar. Konsep iklan mereka tidak seperti iklan, mengalir apa adanya. Iklan terselubung dengan balutan komedi. Saya ingin mereka bertiga menjadi influencer untuk iklan kita di media sosial." Daffa berdiri dan memperlihatkan slideshow usulan influencer. Riana sibuk mengotak-atik komputer.

"Biaya iklan ke mereka lebih minim dan hemat budget. Jika ingin mencari brand ambassador kita bisa gunakan artis pendatang baru yang sedang viral. Kita bisa meminta dia membantu mengangkat penjualan di berbagai marketplace. Kita live sale di media sosial. Terakhir berdasarkan pantauan saya produk sebelah live sale itu membukukan penjualan senilai 500 juta dalam satu jam live. Bagaimana? Konsepnya sangat bagus bukan?"

"Saya setuju dengan Pak Daffa. Untuk menggunakan ketiga influencer di atas. Pertanyaannya siapa yang akan kita kontrak untuk menjadi brand ambassador?" Vana menatap Daffa penuh selidik.

"Pak Daffa mengusulkan Jelita Jong," balas Riana dengan wajah licik. Ia menampilkan slide biodata Jelita. Jelita Jong artis pendatang baru yang sedang bersinar. Drama seriesnya laris di platform tv digital. Iklannya ada dimana-mana.

Vana melongo menatap calon brand ambassador yang dipilih Riana dan Daffa. Ia menunjukkan wajah tak suka.

"Ada yang salah Vana?" Danu menatap Vana penuh selidik.

"Jelita Jong. Pengikut Instagram 4,5 juta. Disukai di tiktok 20,6 juta. Subsciber di YouTube 1 juta. Sedang naik daun untuk sekarang ini." Riana memotong ucapan Danu dan tak memberikan ruang pada Vana untuk bicara.

"Kami setuju," ucap dewan direksi yang lain. Mereka mengetahui potensi Jelita Jong.

Danu manggut-manggut karena setuju dengan ide Daffa. Meski bajingan tapi Daffa sangat pintar bekerja. Ia memiliki ilmu marketing dan ide yang keren. Kepiawaian Daffa di bidang marketing sehingga membuat Aisha percaya dan menyerahkan Nadia padanya.

"Saya tidak setuju," balas Vana dengan wajah kesal.

"Kenapa?" Danu menatap tajam pada Vana.

"Jelita memiliki pengaruh yang besar untuk saat ini. Jika kita telat mengontrak dia menjadi brand ambassador maka pihak sebelah akan mengontrak dia lebih dulu. Kesempatan emas kita akan hilang. Jelita mampu mendongkrak penjualan." Riana mempengaruhi dewan direksi.

Vana mengepalkan tangan karena emosi. Riana memprovokasi dewan direksi agar menyetujui pemilihan Jelita Jong untuk menjadi brand ambassador untuk Nadia Kosmetik. Vana semakin terpojok karena semua orang mendesaknya.

"Bisa berikan alasan Vana kenapa tidak suka dengan Jelita Jong?" Danu kembali menanyai Vana.

Wanita itu semakin kesal dibuatnya. Ia akan membalas Riana karena telah memancing dewan direksi yang lain.

"Tidak ada jawaban maka keputusan rapat kali ini. Kita akan mengontrak Jelita untuk menjadi brand ambassador. Tim marketing silahkan hubungi manajer Jelita untuk menawarkan kerjasama." Danu mengatakan keputusan akhir.

"Kami mendengar kabar tentang pemindahan kepemilikan perusahaan pada Pak Danu. Apa yang terjadi? Dimana Ibu Aisha?" tanya salah satu dewan direksi.

Danu, Vana dan Daffa bertatap dengan gugup. Tangan mereka gemetar karena para direksi mulai mempertanyakan keberadaan Aisha. Mereka semua kehilangan kata-kata.

"Ibu Aisha masih liburan. Beliau memang menyerahkan perusahaan pada Pak Danu." Riana yang menjawabnya. Ia menjadi tameng untuk keluarga Danu.

"Kami mendengar jika Pak Daffa dan Vana akan menikah. Apa kalian bercerai?" Dewan direksi kembali mencecar Daffa.

"Pak Budi kurang etis membahas masalah pribadi di saat rapat. Kita berkumpul disini untuk membahas kemajuan Nadia bukan menanyakan masalah pribadi pemiliknya. Kesampingkan masalah pribadi Pak Daffa dan Ibu Vana. Kita fokus pada perusahaan. Perusahaan kita mengalami kenaikan laba 27 persen bulan ini. Kita fokus untuk perkembangan produk dan peningkatan laba bukan masalah pribadi pengelola." Riana malah skakmat Budi, salah satu dewan direksi.

Daffa dan Vana menatap Riana dengan tersenyum licik. Daffa tidak bisa menendang Riana begitu saja karena gadis itu luar biasa. Daffa belum pernah menemukan gadis seperti Riana.

"Saya rasa rapat ini selesai dan kita sudah membuat keputusan." Danu membubarkan rapat. Semua direksi membubarkan diri. Danu pun pergi dari ruang rapat.

Vana melihat situasi. Hanya ada mereka bertiga tinggal di ruang rapat. Vana mendekati Riana dan menjambak wanita itu.

"Apa maksud kamu merekomendasikan Jelita untuk kerjasama dengan perusahaan kita?" Amarah Vana meledak karena Riana telah bermain-main dengannya.

"Cuk….cuk…..," balas Riana tanpa menunjukkan ekspresi sakit.

"Vana. Lepaskan! Jangan gila kamu." Daffa memarahi Vana karena menjambak Riana. Vana pun melepaskan tangannya dari rambut Riana.

"Bajingan kamu." Vana menampar Daffa hingga pria itu terpelanting.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Kamu pikir aku tidak tahu jika Jelita itu salah satu simpanan kamu. Kamu yang jadi Sugar Daddy dia. Sampai kapan aku harus diam dan sabar melihat kamu dalam pelukan wanita lain? Cukup lama aku bersabar. Kamu pikir aku tidak sakit melihat kamu menikah dengan adik tiriku? Sakit Daffa. Sakit." Vana berteriak dengan lantang.

"Vana kamu jangan bicara dengan keras. Pelankan suara kamu." Daffa memberikan peringatan.

"Saya permisi," ucap Riana tak ingin ikut campur. Langkah Riana terhenti karena Vana menarik tangannya dengan kasar.

"Mau kemana kamu? Kamu yang punya ide memilih Jelita untuk menjadi brand ambassador kita?"

"Ada yang salah Ibu Vana?" Riana lebih terlihat menyindir daripada bertanya.

"Kamu salah karena Jelita salah satu simpanan Daffa. Kamu paham?" Vana menghardik Riana.

"Ibu bisa bedakan masalah pribadi dan perusahaan? Saat ini perusahaan kita memerlukan selebriti yang naik daun untuk mendongkrak penjualan Cushion Nadia. Ini produk baru. Please…. jangan buat saya tertawa. Seharusnya Ibu berterima kasih karena saya sudah menutupi wajah Ibu ketika para direksi membahas pernikahan kalian. Kalian pikir saya bodoh dan tidak tahu apa yang terjadi. Kalian beruntung saya berada di pihak kalian jika tidak, Ibu dan Bapak tidak akan berdiri disini lagi."

"Kurang ajar." Vana ingin menampar Riana namun perempuan itu berhasil menghindar.

"Jangan pikir saya tidak bisa membalas apa yang Ibu lakukan pada saya. Saya bisa membalas lebih, tapi saya berusaha profesional." Riana bicara pelan namun membuat Daffa dan Vana bergidik. Riana membersihkan debu di pakaiannya dan meninggalkan mereka.

"Sialan." Vana mengambil kursi dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Vana, dengarkan aku dulu." Daffa berusaha merayu Vana.

"Tak ada yang perlu dijelaskan Daffa. Aku bersumpah akan membunuh Jelita jika kamu bermain api dengan dia."