Chereads / Gairah Beracun / Chapter 27 - Bertemu Kakek Alil (2)

Chapter 27 - Bertemu Kakek Alil (2)

Aisha melamun dan tak bisa menjawab pertanyaan Alil. Satu hal yang Aisha sadari jika Alil sudah mengetahui rencananya dengan Riana. 

Sial! Aisha mengepalkan tangannya. Ia sudah tak sabar untuk membalas dendam pada Daffa dan Vana. Selama ini mereka bekerja sama untuk menipunya. Mereka bersandiwara untuk memperdayanya. Aisha tidak akan pernah melupakan semua perbuatan Daffa. Pria itu telah menipunya dengan cinta yang palsu. Aisha menyesal karena menyadari kebodohannya.

Aisha mengantarkan Alil ke depan. Ia melihat Bihan membukakan pintu mobil untuk suaminya. Aisha menatap Bihan dengan sinis. Bihan tahu jika sedang diperhatikan Aisha.

"Ada apa Ibu Aisha? Ibu jatuh cinta dengan saya?" Bihan malah mendekati Aisha dan menyindirnya.

Aisha memperlihat wajah muak. Matanya menatap Alil yang sibuk bermain dengan Macbook.

"Apa kamu yang melakukannya?" Aisha berpangku tangan.

"Apa yang saya lakukan Bu?" Bihan tertawa kecil. Tertawanya menyindir Aisha.

"Jangan berlagak bodoh Bihan. Kamu tahu apa maksudku."

"Saya pikir Riana sangat pintar ternyata kalian sama saja. Ya. Aku melakukannya. Sudah aku bilang Aisha. Kamu hanya patuh dan jadi istri yang baik untuk Alil. Jika kamu bersikap baik, maka Alil pun akan bersikap sama. Alil tidak suka istri yang pembangkang. Kamu  yang meminta dia menikahimu. Sekarang, kamu harus patuhi suamimu. Bermainlah dengan cantik. Wajar saja jika di masa lalu Daffa bisa menipu kamu. Kamu terlalu naif dan bodoh. Pikirkan  sebelum bertindak. Berita tentang perselingkuhan Daffa dan Vana tidak akan membuat semua kejahatan mereka terbongkar. Aku katakan sekali lagi. Jangan bertindak sendiri.  Apa pun yang ingin kamu lakukan, katakan pada bos. Dia suamimu. Bos tidak suka banyak bicara. Bos lebih suka bertindak. Jangan melakukan hal bodoh lagi untuk kedua kalinya. Bos tidak akan memaafkan kamu. Jangan lupa nanti malam ada acara makan malam di rumah kakeknya bos. Persiapan dirimu. Sepupu dan tante bos manusia julid." Bihan meninggalkan Aisha setelah bicara panjang lebar. Ia menjadi sopir untuk Alil.

Bihan menatap Aisha dari dalam mobil. Ia menertawakan Aisha. Bihan pun menginjak gas dan pergi dari hadapan Aisha.

Alil  mengangkat kepalanya dan menyimpan Macbook ke dalam tas. Ia menatap Bihan.

"Apa yang kamu katakan pada istriku?" tanya Alil dingin namun cukup mengagetkan Bihan. 

"Memberinya peringatan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dia memarahi saya karena merusak rencananya."

"Bagus. Kamu harus sering memperingatkan dia, Bihan. Aku tidak suka bicara banyak. Kamu juga harus memperingatkan Riana.  Awasi mereka"

"Baik Pak." Bihan mengangguk.

Mereka pergi ke kantor Marta Grup bukan ke kantor Alil. Meski Alil menjadi pewaris utama namun pria itu juga memiliki perusahaan sendiri. Perusahaannya besar dan bergandengan dengan Marta Grup. Pagi ini mereka akan melakukan meeting untuk membahas kebakaran di pabrik teh. Alil berjalan dengan gagah. Semua orang merasa kagum dengannya. 

Alil berpapasan dengan Alan ketika memasuki ruang rapat. Keduanya membeku dan saling menatap tak suka.

"Silahkan masuk adik," balas Alan menohok.

"Terima kasih bang Alan," balas Alil masuk ke dalam ruangan. Bihan membukakan pintu. Alil mengibaskan jas karena merasa debu Alan mengenai pakaiannya. Ia masuk ke dalam.

Alan menatap Alil tak suka karena tidak menghargainya. Alan lebih tua dari Alil namun pria itu selalu menjadi yang utama. Opa selalu mengandalkan Alil dalam situasi apa pun. Alil sudah memiliki perusahaan sendiri namun Opa tidak mau Marta Grup dipimpin Alan.

"Adik macam apa yang menikah tapi tidak memberi tahu keluarga besar," ucap Alan menyindir Alil. Arman belum datang sehingga Alan berani mengatakannya.

"Aku takut kamu akan mencuri pengantinku bang," balas Alil pelan namun menohok. Alil tidak sembarang bicara. Kekasih Alil yang sebelumnya didekati Alan. Mereka berselingkuh. Alil pun meninggalkan wanita itu.

"Apa katamu?" Alan emosi. Ia mendekati Alil dan menarik kerah bajunya. Bihan ingin menolong, tapi sang bos mengisyaratkan untuk diam. 

Semua orang dalam ruangan itu menjadi tegang. Sudah jadi rahasia umum di Marta Grup jika Alil dan Alan bermusuhan meski mereka sepupu.

"Bukannya kamu selalu menginginkan apa yang aku miliki? Aku tidak akan bodoh untuk kedua kalinya. Apa kamu kecewa karena tidak bisa mencuri istriku? Aku akan mengambil alih Marta Grup setelah istriku melahirkan dan aku akan menendangmu dari perusahaan ini," balas Alil dengan wajah menyeringai.

"Bajingan." Alan tersulut emosi karena perkataan Alil. Ia ingin memukul Alil namun ada peringatan dari sekretarisnya jika Opa (Arman) sudah datang.

"Ada apa?" tanya Arman penuh selidik pada semua orang. Tak ada yang berani menjawab. Mereka ketakutan dan diam. Mereka menatap Alil dan Alan bergantian.

"Tidak ada yang terjadi Pak. Silahkan duduk Pak," balas Alil dengan formal. Alil sangat profesional. Ia akan memanggil Arman 'Pak' jika di kantor. Memanggil 'Opa' jika sudah di rumah.

"Kita mulai saja rapat kita dengan berita terbakarnya pabrik teh kita di Bogor." Arman membuka rapat. Asisten Arman membagikan bundelan berita tentang pabrik teh. 

"Pabrik kita terbakar bukan karena konsleting listrik, tapi sengaja dibakar. CCTV mati ketika kebakaran terjadi. Ini sangat aneh. Kenapa CCTV mati ketika kejadian kebakaran? Untung saja tidak ada karyawan kita yang menjadi korban karena ketika kebakaran terjadi sudah tidak ada yang bekerja."

"Bisa disimpulkan Pak jika pabrik sengaja dibakar. Pelakunya pasti orang dalam  karena mengetahui dimana keberadaan CCTV dan dimatikan ketika kejadian berlangsung." Alil buka suara. Ia menatap curiga pada Alan yang berkeringat.

"Apa polisi sudah memberikan hasil investigasi Pak?" Alil menatap Arman.

"Belum."

"Saya menurunkan tim terbaik saya untuk menyelidiki kasus ini. Berita yang saya dengar tak ada bekas teh yang ikut terbakar di lokasi kejadian. Ada tengkulak yang menjual teh setengah jadi ke kompetitor dengan jumlah besar dan harga murah."

"Jangan asal bicara Alil." Alan tak suka dengan analisis Alil.

"Kenapa bang Alan? Kok tegang amat? Ngerti maksud saya? Ngerti dong? Masa enggak." Alil malah membalas lebih menohok.

"Pak Alil memerintahkan saya untuk mencari tahu ke lokasi Pak. Penyelidikan kami menemukan. Jika olahan teh setengah jadi tidak ada di lokasi kebakaran. Ini lebih ke indikasi perampokan lalu pabrik dibakar untuk menghilangkan jejak perampokan. Kami mendengar dari masyarakat jika ada yang jual teh setengah jadi ke kompetitor. Kami sedang mencari tahu pelaku yang menjual teh itu ke kompetitor." Bihan angkat bicara. Ia tersenyum sumringah menatap Alil.

"Selidiki ini sampai ke akar-akarnya. Tidak boleh ada pengkhianat di Marta Grup. Tangkap mereka meski bersembunyi di lubang semut." Arman memberikan perintah.

"Opa. Bagaimana bisa membuat keputusan seperti itu. Polisi belum memberikan hasil investigasi lengkap." Alan tidak suka dengan keputusan Arman.

"Kenapa kamu tidak setuju? Apa kamu tahu siapa yang melakukannya?'' Arman menatap Alan penuh selidik.

Alan terbungkam dan tak bisa berkata-kata. Ia mengepalkan tangannya di bawah meja. Ia benci melihat senyum Alil.