Danu menghembuskan napasnya,"Apa yang harus kita lakukan?" Danu memandang keluarganya.
Daffa, Vana, Danu, Azza, dan Safira berkumpul di meja makan untuk membahas surat yang diterima Daffa.
"Masalahnya itu kok bisa ada pembatalan perkawinan?" tanya Azza heran."Memangnya Aisha masih hidup?"
Daffa dan Vana saling berpandangan. Mereka berdua mengangkat bahu.
"Kok kalian malah tidak tahu? Aneh benar!" umpat Danu. "Waktu dibuang itu sudah mati belum sih?"
"Harusnya sih sudah," sambar Vana keras. "Dia itu sudah tidak bergerak lagi kok!"
"Nggak bergerak bukan berarti mati kak," ujar Safira gemas.
"Kok bisa ya?" tanya Daffa.
"Siapa yang mau mengurusnya coba?"
"Kan tinggal hubungi kantor pengacara ini saja kak," kata Safira enteng. "Ada alamat jelasnya itu!"
"Kok bisa ya tanpa sidang langsung keluar putusan?" tanya Vana lagi. Ia menatap Daffa yang termangu menatap cangkir kopinya yang masih mengepul. "Jangan-jangan … ," ujarnya tidak menyelesaikan kalimat tersebut.
Daffa menoleh,"Apa? Jangan-jangan aku yang membatalkannya? Kamu curiga?"
Vana menggeleng. Ia terdiam, ternyata Daffa mengerti apa maksudnya. Ia juga kadang merasa ngeri melihat perilaku Daffa yang dapat berubah kejam, terutama jika menginginkan sesuatu. Sifat kasarnya akan keluar jika emosi. Jika bukan saja karena Vana menginginkan harta Aisha, mungkin ia akan berpikir dua kali jatuh cinta pada laki-laki seperti Daffa. Vana sangat bucin pada Daffa.
"Kak Daffa, aku takut," ujar Safira perlahan. "Bagaimana jika kak Aisha masih hidup? Dia bisa memenjarakan kita kak!"
Danu mendengkus, dihabiskannya kopi yang masih ada di cangkir itu dalam sekali teguk. "Jangankan masuk penjara. Mengejar kita sampai lubang tikus pun dia bisa!"
"Berarti ada kemungkinan Aisha masih hidup," gumam Daffa setelah berdiam beberapa saat. "Sebab, tanpa Aisha tidak mungkin terjadi pembatalan perkawinan. Bagaimana pengacara melakukan hal yang tidak diketahuinya?" tanya Daffa menatap semua orang.
Vana mengetuk-ketuk meja makan, tanda ia gelisah lalu menggigit bibirnya. Vana membayangkan masa depannya yang suram seandainya jika Aisha masih hidup. "Masa sih, Aisha masih hidup?"
"Logika saja, Vana," ujar Daffa setengah berteriak. "Bagaimana caranya pengacara tahu kalau ada pernikahan yang harus dibatalkan? Ini tanpa sidang pula. Status aku dan dia tercatat tidak ada perkawinan. Status aku lajang dan dia gadis. Jika semua orang tahu status ini maka kepemilikan perusahaan bukan hak aku. Pengacara akan mengambil tindakan hukum karena aku telah mencuri perusahaan dari tangan Aisha."
"Oh, iya ya. Ini tanpa sidang," jawab Danu. "Berarti …, "
Daffa, Vana, Azza, Safira dan Danu saling berpandangan.
"Kalian berpikir apa yang kupikirkan?" tanya Danu.
Vana berbisik,"Aku berpikir kalau sebenarnya Aisha masih hidup dan bersembunyi di suatu tempat." Ia memandang Daffa yang tampak juga sedang berpikir. Ia tak mau bertanya apa yang sedang dipikirkannya. Daffa sangat tempramental. Jika merasa sedikit terganggu Daffa akan langsung marah.
Daffa memegang bibirnya. Tampak terkejut dengan pikirannya sendiri.
"Aku berpikir sama seperti Vana. Hanya saja aku penasaran. Siapa yang membantu Aisha melakukan pembatalan perkawinan ini? Siapa yang menyembunyikan Aisha sampai ia merasa tidak perlu pulang ke rumah. Pasti ada orang kuat di belakang Aisha."
"Kamu harus memindahkan kepemilikan perusahaan atas nama papa. Secara hukum papa merupakan ayah kandung Aisha." Vana menatap Daffa.
Danu tersenyum manis menatap ucapan putrinya. Sampai sekarang Daffa tidak mau memberikan kepemilikan PT Nadia pada Danu. Ada hikmah dibalik pembatalan perkawinan Daffa dan Aisha. Mau tidak mau Daffa harus melepaskan perusahaan karena tidak punya hubungan dengan Aisha. Pengadilan telah mengesahkan pembatalan perkawinan mereka.
Daffa hanya menatap Vana tanpa memberikan jawaban.
Vana juga ikut berpikir. Siapa yang membantu Aisha mengurus pembatalan perkawinan? Aisha menggunakan jasa pengacara terkenal pula. Prosesnya pun tanpa sidang. Hanya beberapa pengacara yang berani berjibaku di depan pengadilan untuk mendapatkan pengakuan legal pembatalan perkawinan. Biasanya mereka adalah pengacara bertarif mahal.
Daffa membolak-balik surat keputusan itu. "Coba kalian ingat-ingat siapa pengacara ini? Aku kok merasa kenal, tapi lupa dimana pernah mengenalnya dan kapan?"
Safira meraihnya kertas itu, dan membaca kop suratnya. Lalu ia meraih telepon genggam, mencari informasi tentang law firm tersebut. Beberapa lama ia mencarinya. "Kak Daffa benar, pengacara ini mahal sekali kak. Bayaran konsultasi per jamnya saja memakai dollar, Langganan para artis dan pengusaha besar. Lihat deh kak," kata Safira menyodorkan telepon genggamnya.
"Kalau begitu, apakah Aisha menjadi simpanan selebritis atau pengusaha?" tanya Danu.
"Arghhhh…" Daffa berteriak keras. Tangannya mengusap wajahnya yang tidak tenang. "Aku tidak peduli dia menjadi simpanan atau apa. Yang aku pedulikan hanya satu! Hidup kita dalam bahaya, jika ternyata Aisha masih hidup. Apalagi jika Aisha didukung orang yang punya power!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan Daffa?" tanya Azza cemas. Ia menggenggam tangan suaminya.
"Mama jangan cemas. Kita akan mencari solusinya." Danu mengelus pundak istrinya.
"Apa kamu memiliki ide Daffa?" Danu menatap Daffa.
"Kita cari lagi Aisha diam-diam. Lalu kita bunuh dia." Daffa mengepalkan tangannya.
"Itu lebih baik. Aku terlanjur bilang pada Aisha jika papa bukan papa dia. Papa hanya anak tiri," sahut Vana dengan tangan dingin.
"Kenapa kamu mengatakannya Vana?" Danu geram dengan ucapan putri sulungnya.
"Mana aku tahu jika dia masih hidup pa." Vana tidak mau kalah.
"Kita belum bisa memastikan Aisha sudah mati atau belum. Bisa saja ada orang lain yang memanfaatkan situasi karena Aisha sudah menghilang dua bulan ini." Azza buka suara.
"Untuk saat ini kita masih aman karena aku mengupload story di akun media sosial Aisha. Tidak ada yang curiga. Mereka masih percaya jika Aisha berada di luar negeri untuk jalan-jalan. Untung saja Aisha tidak pernah show off sehingga aku bisa menggunakan video lama dia berliburan untuk alibi." Daffa memikirkan sesuatu.
"Kamu sangat pintar sayang." Vana memuji kekasihnya.
"Tidak ada alasan lagi untuk menunda pernikahan kalian." Azza menatap Daffa dan Vana.
"Apa maksud tante?" Daffa mendongak dan menatap Azza.
"Kamu hanya orang asing Daffa. Status pernikahan kamu dan Aisha tidak pernah ada. Jika kepemilikan perusahaan atas namamu. Jangan salahkan orang-orang mencurigai kamu telah melakukan sesuatu pada Aisha."
"Jika kalian diam dan merahasiakannya tidak akan ada yang tahu." Daffa enggan mengganti namanya dengan nama Danu atas kepemilikan perusahaan.
"Kami akan diam,tapi Aisha atau orang dibelakangnya akan bersuara." Danu mulai mempengaruhi Daffa. Ia menatap Azza. Tersenyum karena istrinya sangat pintar.
Daffa dilanda kebimbangan. Ia ragu namun posisinya juga tidak aman. Aisha bisa kembali kapan saja.
"Kita harus segera menikah sayang dan status kita jelas. Menjadi menantu di keluarga kami akan menguatkan posisi kamu di perusahaan." Vana pun membujuk Daffa untuk menikahinya.
"Baiklah. Aku akan menikahi Vana dan mengembalikan kepemilikan nama perusahaan, tapi dengan syarat." Daffa tidak mau rugi. Pria licik seperti dia tak mau kehilangan barang sedikitpun.
"Apa syaratnya?" Danu melakukan negosiasi.
"Nadia kosmetik tetap di bawah kendaliku. Kita buat kesepakatan melalui pengacara saya."
"Setuju." Danu tersenyum licik dan bersalaman dengan Daffa.
Semua orang tertawa dengan bahagia dan tanpa beban. Mereka merencanakan sesuatu untuk menemukan keberadaan Aisha. Mereka harus memastikan Aisha masih hidup atau tidak.