Aisha mengepalkan tangan mungilnya. Dendam tumbuh di dalam hatinya. Meskipun saat ini tubuhnya tak berdaya, namun hasrat balas dendamnya telah membara. Mengingat apa yang telah dikatakan Vana. Vana mengatakan Danu, ayah tirinya bukan ayah kandung. Danu sengaja menikahi ibunya, Nadia demi menguasai hartanya.
Dokter dan perawat memasuki ruangan dan mulai memeriksa kondisi Aisha.
"Keadaannya masih lemah. Anda perlu banyak istirahat agar segera sembuh." Dokter berkata sambil memeriksa Aisha. Dokter meminta Aisha berbaring lalu melakukan USG. Dokter ini ingin melihat apakah rahim Aisha sudah bersih atau belum.
"Apa aku keguguran?" Aisha bertanya pada dokter.
"Dengan sangat menyesal, saya harus mengatakannya. Kami tidak bisa menyelamatkan bayi anda."
Aisha hanya menangis tersedu-sedu sambil mengepalkan tangannya. Ia sudah menduganya.
"Rahim anda sudah bersih. Anda akan bisa mengandung lagi." Dokter pun selesai melakukan pemeriksaan.
Dokter berpamitan, ketika melihat Bihan. Ia mendekat lalu berbisik,"Bisa kita bicara?"
Bihan mengikuti dokter untuk bicara di luar ruangan.
"Sebenarnya kondisi pasien saat ini masih sangat lemah. Begitu banyak luka di sekujur tubuhnya. Kondisi rahimnya juga sangat lemah akibat pendarahan yang hebat. Sebenarnya apa yang terjadi pada pasien ini?"
"Saya juga kurang tahu dok. Kami menemukannya di sebuah air terjun. Dia sepertinya mau dibunuh. Saya harap dokter dapat merawatnya dengan baik agar dia segera sembuh," balas Bihan.
Dokter hanya terdiam sambil mengamati keadaan. "Saya akan berusaha sebaik mungkin agar pasien segera sembuh. Anda sebagai wali dari pasien saya harap dapat menjaganya dengan baik."
"Baik dokter."
Setelah Dokter pergi Alil berjalan menuju Bihan.
"Pak Alil," sapa Bihan melihat Alil.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Alil sambil melihat ke dalam jendela ruangan yang ditempati Aisha.
"Dokter bilang dia sudah mulai membaik Pak. Tapi dia tetap dipantau karena tubuhnya masih lemah dan terdapat banyak memar di sekujur tubuhnya," ucap Bihan dengan sambil menundukkan kepalanya. Ia tak berani menatap wajah Alil.
Alil masuk ke ruangan. Alil melihat Aisha yang tengah melamun melihat ke atas. Tatapannya kosong.
"Kenapa melamun?" Alil mendekati Aisha. Tiba-tiba tatapannya mengarah ke sosok Alil yang begitu tampan.
"Kamu siapa?" Aisha terlihat begitu lemas, suaranya yang begitu samar. Wajahnya sangat pucat, serta tatapan yang kosong. Kondisi Aisha membuat Alil prihatin. Ia memperhatikan tubuh kecil Aisha yang tengah terbaring di tempat tidur. Kepalanya mendongak menatap Alil.
Tak ada harapan
Itulah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan Aisha saat ini. Meskipun terkadang terlihat bahwa ia masih berusaha kuat. Namun sebenarnya tubuh kecilnya masih bergetar seakan ketakutan akan sesuatu.
Apa yang sebenarnya dialami perempuan ini?
Alil melihat Aisha yang sangat terpukul. Wanita itu lebih banyak diam. Ia terkesan tak bisa bicara.
"Aku Alil. Orang yang telah menolongmu," ucap Alil dengan tegas sambil menatap wajah Aisha.
"Terima kasih karena anda telah menolong saya," jawab Aisha dengan suara serak.
"Jangan terlalu banyak berpikir. Kamu bisa istirahat jika merasa lelah," balas Alil. Matanya tertuju pada wajah mungil Aisha. Alil memalingkan wajahnya dan duduk di sofa.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Alil sambil menyilangkan kakinya, meskipun ia merasa iba dengan keadaan Aisha, namun hal itu tidak dapat menghentikan pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
Aisha terdiam sebentar, bibir kecilnya bergetar seakan ingin menutupi semua luka yang dialaminya malam itu.
"Tenang saja, aku akan menyimpan rahasiamu. Kamu bisa percaya padaku. Kamu telah koma selama dua bulan." Alil meyakinkan Aisha. Meskipun Alil merasa tidak tega. Namun dia merasa harus tau tentang permasalahan yang sedang dihadapi wanita itu.
"Apa? Dua bulan?" Aisha kaget bukan main. Selama itukah dia koma?
"Ya. Sudah dua bulan. Apa kamu kaget Aisha Geraldine?"
"Kamu tahu siapa aku?" Aisha menunjuk dirinya.
"Siapa yang tidak kenal dengan CEO Skincare Nadia? Skincare paling laris di Indonesia saat ini. Kamu sering muncul di medsos."
"Terima kasih telah menolong saya. Aku akan membalas budi pada kamu."
"Tidak perlu. Aku ikhlas menolong kamu. Apa yang terjadi padamu?" Alil meminta penjelasan pada Aisha.
"Saya merasa bahwa semua masalah ini harus saya simpan dan saya selesaikan sendiri." Aisha memalingkan wajahnya dari Alil. Sungkan untuk bercerita dengan orang lain. Aisha tipe wanita mandiri yang terbiasa menyelesaikan masalah sendiri.
"Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan memaksamu untuk menceritakannya. Masalah ini adalah masalahmu. Tugasku sudah selesai membantu kamu. Aku heran. Siapa yang berani melakukan kejahatan ini pada orang berpengaruh seperti kamu," balas Alil dengan sinis. Ia memalingkan wajahnya lalu tertawa ironi. Diluar Alil terlihat sombong dan arogan, tapi dia memiliki hati yang tulus dan lembut.
Aisha masih ragu-ragu namun kembali memikirkan ucapan Alil. Aisha tahu siapa Alil karena pria itu bergabung dalam komunitas yang sama dengannya. Komunitas pengusaha muda. Kenal secara wajah tapi tidak dekat. Hanya sekedar sapa. Mereka hanya bertemu ketika ada acara saja.
Aisha mulai ragu. Ia ingat kata-kata Vana jika Daffa sudah menguasai semua hartanya. Aisha dibutakan oleh cinta dan tidak sadar jika dibodohi. Aisha tidak punya siapa-siapa lagi. Jika dia memendam semuanya sendirian, lalu siapa yang harus dia minta tolong untuk membantunya? Aisha seorang diri. Tak ada seorangpun yang dapat dipercaya. Aisha melihat Alil. Berusaha menyakinkan dirinya jika Alil bisa dipercaya dan membantunya.
"Apa anda mau berjanji untuk membantu saya? Jika saya menceritakan semuanya pada anda?" tanya Aisha. Tadinya ia ingin berteriak namun rasa percaya dirinya hilang begitu saja. Ia jadi merasa malu dan menundukkan kepalanya. Merasa malu dan bodoh. Ia dibodohi pria mokondo seperti Daffa.
"Tentu saja. Aku sudah menolongmu sekali. Menolongmu untuk kedua kalinya bukan masalah untukku," jawab Alil dengan percaya diri. Ia tersenyum tipis melihat ekspresi malu-malu Aisha.
'Menarik.' Batin Alil.
"Tidak banyak yang bisa saya katakan. Tapi sebelum itu, perkenalkan saya Aisha putri dari Danu Ferdinand dan Nadia ."
"Danu Ferdinand presiden direktur Nadia Kosmetik?" Alil mencoba memastikan.
"Aku hanya anak tiri. Aku mengetahui fakta ini ketika mereka akan membunuhku. Mereka bukan keluargaku. Suamiku ternyata kekasih kakak tiriku. Mereka bersekongkol untuk mengambil harta dan melenyapkanku." Aisha menangis tersedu-sedu.
Alil terkejut mendengar cerita Aisha. Ia tidak menyangka bahwa perempuan yang ditolongnya adalah orang terdekat musuhnya, lebih tepatnya anak tiri Danu. Mereka rekan bisnis. Alil membenci Danu karena telah menjebaknya malam itu. Malam yang mempertemukannya dengan Aisha. Malam itu Danu mengajak Alil bertemu untuk membahas kerjasama dan mengakhiri permusuhan mereka. Ternyata Danu ingin menjebak Alil dengan skandal video mesum. Minumannya direcoki obat perangsang. Beruntung Bihan menyelematkannya tepat waktu.
"Danu menikahi ibu saya hanya untuk menguasai harta kami. Sejak ibuku meninggal sikap Danu berubah. Suami saya merencanakan semua ini dengan saudara tiri saya. Saya tidak menyangka jika mereka akan setega ini dan bahkan sengaja memberi saya obat penggugur kandungan, padahal mereka tahu saya sedang hamil," jelas Aisha dengan mata berkaca-kaca.
Alil yang awalnya cuek berubah menjadi iba dan kasihan. Bukan sikapnya tapi Aisha membuatnya simpati. Air mata wanita itu sarat akan perlindungan. Perasaan apa yang Alil rasakan. Ia sendiri tidak tahu. Tangisan Aisha menyentuh palung terdalam dalam hatinya. Alil merasa prihatin dengan nasib Aisha. Alil memiliki rencana untuk membalas Danu. Mungkin takdir yang mempertemukan mereka. Tuhan memiliki rencana dibalik pertemuan mereka.
"Baiklah aku mengerti. Kamu boleh istirahat." Alil kemudian keluar bersama Bihan.
Aisha hanya terdiam, melihat ekspresi Alil yang datar. Ia merasa jika Alil tak peduli dengannya. Pria itu sangat arogan dan misterius.