Chereads / Benar-Benar Cinta / Chapter 17 - Curhat

Chapter 17 - Curhat

"Lepasin tangan gw!" titah Alex dengan suara tajamnya.

Orang itu terdiam, ia sama sekali tidak melakukan apa yang Alex pinta padanya.

"Lo dengar kata-kata gw kan? Jangan pura-pura gak dengar deh, lepasin tangan gw atau,," tekan Alex terhenti karna orang itu menantangnya.

"Atau apa? Atau lo pergi cari tempat lain yang sepi terus teriak-teriak dan habis itu lo bunuh diri gitu?" tebak orang itu dengan tepat.

Alex terdiam, ia tidak mengerti kenapa gadis itu malah muncul di saat seperti ini. Membuat emosi Alex seketika goyah, padahal Alex tidak ingin menjadikannya pelampiasan karna rasa marahnya pada sang ayah.

"Apa sih, jangan ikut campur deh!" balas Alex masih dengan suara tajamnya.

"Gimana gw gak ikut campur, lo nya aja down seperti ini. Kalau gw pergi yang ada lo beneran bunuh diri!" jawab orang itu dengan penuh penekanan.

"Terus kalau gw bunuh diri memang apa urusan lo? Lo bukan siapa-siapa gw, jadi jangan sok dekat deh!" tekan Alex apa adanya.

Orang itu terdiam, lalu ia nampak berpikir sesaat tentang perkataan Alex.

"Ya emang benar juga si gw bukan siapa-siapanya lo, tapi kan tetap saja sesama manusia harus saling mengingatkan!" jawab orang itu tidak mau kalah.

Seketika Alex menatap heran pada gadis itu, lalu ia pun melirik pada tangannya yang masih saja di genggam gadis itu agar ia tidak pergi.

"Terus, mau sampai kapan lo genggam tangan gw?" tanya Alex dengan tatapan malasnya.

Mendengar perkataan Alex, orang itu pun menatap tangannya sendiri yang sejak tadi terus menggenggam tangan Alex. Sebenarnya ia malu saat menyadari hal itu, tapi mengingat bahaya yang akan terjadi jika ia melepaskan genggamannya orang itu pun mengabaikan rasa malunya.

"Ya gimana lagi? Habisnya kalau gw lepas nanti lo kabur," jawab orang itu dengan alasannya.

Alex yang mendengar hal itu pun jadi merasa lucu, emosi yang tadi menguasai dirinya kini lenyap entah kemana.

"Apa sih, gw bukan anak kecil yang suka kabur!" balas Alex tidak terima.

"Ya kan dugaan Alex, siapa tau aja kan?" tekan orang itu sambil menatap Alex.

Alex terdiam, nyatanya memang itu niatnya tadi. Tapi kini ia pun membatalkannya, karna emosi yang tadi berkumpul dalam dirinya kini menghilang begitu saja.

"Ya sudah iya gw gak akan kabur, tapi lepasin tangan gw!" ucap Alex bernegosiasi.

"Serius ya? Jangan kabur lo," balas orang itu memastikan.

"Iya Clara, gw gak akan kabur!" jawab Alex dengan wajah malasnya.

Clara, gadis cantik itupun langsung tersenyum geli mendengar jawaban Alex. Lalu ia melepaskan genggaman tangannya, dan benar saja jika Alex tidak melangkah pergi atau bergerak berlebihan dari posisinya saat ini.

"Puas?" tekan Alex dengan wajah malasnya.

Clara pun menunjukan senyum lebarnya, lalu ia duduk di meminta Alex untuk ikut duduk bersamanya di kursi.

"Mending duduk dulu! Capek gw harus mendongak terus untuk melihat lo," pinta Clara pada Alex.

"Siapa suruh?" Balas Alex dengan heran.

"Ya tidak ada sih, tapi gimana ya? Gak pas aja gitu kalau bicara tapi tidak melihat wajah," jawab Clara apa adanya.

Alex pun tersenyum mendengar jawaban Clara, lalu ia menurut dan duduk di kursi yang tadi ia tempati.

"Nah kalau gini kan enak bicaranya," ungkap Clara merasa lebih lega.

"Iya-iya bawel deh lo," balas Alex dengan senyum tipisnya.

"Dih sudah di hibur malah ngatain lagi," protes Clara.

Alex tertawa kecil melihat ekspresi Clara, lalu ia pun terdiam sesaat dan menyadari jika emosinya menghilang karna kehadiran Clara di sana. Gadis itu memiliki pengaruh yang besar dalam perubahan mood Alex, padahal sebelumnya Alex sangat marah dan hatinya di penuhi emosi. Tapi setelah kehadiran gadis itu semuanya berubah, Alex jadi lebih santai dan emosinya tidak lagi menggebu-gebu seperti tadi. Bahkan amarahnya pun hilang, Clara memang pilihan paling pas untuk menaklukan emosi kemarahan Alex.

"Oh iya, terima kasih sudah menghibur gw!" ucap Alex dengan tenang.

Mendengar hal itu Clara pun ikut tersenyum, lalu ia menatap pemandangan taman di depan mereka yang terlihat tenang dan nyaman.

"Tidak perlu berterima kasih, sebagai teman tentu gw akan membantu lo di situasi seperti itu," Jawab Clara santai tanpa beban.

Alex mengangguk setuju, mungkin memang benar jika sebenarnya ia butuh teman. Di saat hatinya hancur, di saat dirinya butuh kehangatan, tidak ada seorang pun yang bersedia menggapainya. Hanya Clara, hanya gadis itu yang mau mendekati Alex dan melawan emosi pria itu dengan segala bentuk perhatiannya. Rasanya Alex seperti menemukan kembali rumahnya yang telah lama hilang, tapi bukankah berlebihan jika menganggapnya begitu?

Suasana di antara Alex dan Clara pun menjadi hening, keduanya sama-sama terdiam dan memilih untuk menikmati suasana taman yang tenang. Lalu tiba-tiba datang hembusan angin ringan yang menyapa kulit mereka, menambah rasa nyaman untuk berlama-lama berada di sana.

Merasa jika suasana terlalu hening, akhirnya Clara membuka suaranya dan mempertanyakan apa yang sejak tadi berputar di kepalanya.

"Alex, boleh bertanya sesuatu?" izin Clara pada pria itu.

"Apa?" balas Alex seakan memberi izin.

"Sebenarnya apa yang terjadi, sampai emosi lo bergejolak di pagi hari?" tanya Clara dengan santai.

Alex terdiam, ia pun kembali mengingat perlakuan sang ayah yang sudah keterlaluan padanya. Seketika emosi Alex kembali terpancing, tapi kali ini Alex mencoba untuk mengendalikannya. Alex menghela nafas panjang, berharap jika ia bisa tenang dengan hal itu.

"Hanya masalah pertengkaran ayah dan anak, hal seperti ini sudah biasa kan?" jawab Alex seadanya.

Clara mengangguk paham, memang terkadang ada saja perbedaan pendapat dalam keluarga yang membuat hubungan mereka menjadi renggang. Clara sendiri pernah mengalami hal itu, saat sang ayah terus merasa bersalah atas musibah di masa lalu. Tapi semua sudah berlalu, dan Clara sendiri sudah melupakan semua itu.

"Gw paham, memang terkadang dalam keluarga itu selalu saja ada perbedaan tapi bukan berarti keluarga itu tidak cocok. Hanya saja mereka belum menyesuaikan satu sama lain," balas Clara dengan senyum tipisnya.

"Kata-kata lo dalam juga, emang lo pernah mengalami pertengkaran keluarga?" tanya Alex ingin tau.

"Bukan pertengkaran si, lebih tepatnya kerenggangan hingga hancur perlahan," jawab Clara seadanya.

Alex terdiam, ternyata bukan hanya dirinya saja yang merasakan hal menyakitkan dalam keluarga. Ternyata Clara juga, dan sepertinya masalah Clara justru lebih besar darinya. Semua terlihat saat ekspresi gadis itu menunjukkan kesenduan mendalam yang belum pernah Alex lihat sebelumnya, bahkan saat di makam ibunya Clara saat itu ekspresinya tidak sedalam itu.