Chereads / Mendadak Menikah Denganmu / Chapter 6 - Memberikan Uang

Chapter 6 - Memberikan Uang

"Sudah sana, bersihkan ruangan Pak Narendra, mumpung dia belum datang!" Titah Lisa.

"Oke."

Zoya pun mengambil peralatan bersih-bersih, lalu ia beranjak ke ruangan atasannya itu untuk membersihkannya.

Kreekkk ~~

Dengan perasaan yang sedikit takut, Zoya pun membuka pintu ruangan atasannya itu. Ternyata Narendra belum datang. Zoya langsung masuk dan membersihkan lantai.

Terdengar suara langkah sepatu, 'itu pasti Pak Narendra.' Batin Zoya.

Benar saja, itu adalah suara langkah Narendra, ia langsung memasuki ruangannya. Namun Zoya pura-pura tidak melihatnya, ia terus saja membersihkan lantai ruangannya itu.

"Pagi Zoya!" Sapa sang atasan.

Zoya pun menoleh ke arahnya, "pagi, Pak!"

"Nanti setelah ini dipel ya lantainya!"

"Baik, Pak."

"Pokoknya setiap hari, sebelum saya datang, ruangan saya sudah harus bersih, kamu silahkan datang lebih pagi!"

"Iya, Pak."

Narendra memandangi Zoya, karena tadi ia melihat Zoya menangis, namun saat berada di kantor, wajah Zoya sudah terlihat segar, tidak terlihat seperti habis menangis.

"Zoy, bagaimana jas dan kemeja saya?" Tanya Narendra.

"Nanti akan di laundry, Pak."

"Oke, jangan lama-lama ya."

"Iya, Pak."

Zoya melanjutkan pekerjaannya, ia tahu kalau sedang diperhatikan oleh atasannya itu, makanya ia agak gugup dalam mengerjakan pekerjaannya.

"Kamu tadi naik ojek online, Zoy?"

"Bbukan Pak, itu Ayah saya."

"Oh, Ayah kamu bekerja sebagai tukang ojek online?"

"Iya, Pak."

"Kamu anak keberapa?"

"Anak pertama."

"Pasti ingin membanggakan kedua orang tua ya? Ingin sukses, ingin menjadi contoh yang baik untuk adik-adik?" Tebak Narendra.

"Iya, benar Pak."

Narendra sebagai anak satu-satunya dari Ayah Zairi dan Ibu Vita juga merasakan hal yang sama, ia harus selalu bisa membanggakan kedua orang tuanya, ia tidak boleh mengecewakannya. Namun perasaan seperti itu ternyata melelahkan. Jika tentang prestasi di sekolah, prestasi di kampus dan tentang pekerjaan, Narendra bisa mewujudkan itu semua, namun kalau soal wanita, Narendra menyerah. Memang, dalam hidup ini tak ada yang sempurna, yang beruntung dalam karir, belum tentu beruntung dalam masalah percintaan, begitupun sebaliknya.

Yang orang tuanya Narendra takutkan apabila anak semata wayangnya ini tidak menikah. Makanya, kedua orang tuanya ingin mencoba menjodohkannya dengan Lingga, walaupun Narendra sendiri tidak menginginkannya.

Dulu, Narendra sering melakukan pendekatan dengan wanita namun ternyata wanita-wanita itu malah membuat ia ilfeel, dengan sikap mereka yang hanya mengincar harta Narendra saja. Wanita-wanita itu cantik, namun untuk apa cantik, jika hatinya tidak baik?

Terakhir, Narendra pernah berpacaran dengan Khayla, adik kelasnya waktu ia SMA dulu, tak berlangsung lama hubungan mereka berdua pun kandas karena adanya orang ketiga.

Narendra melirik jam tangannya, sudah pukul delapan lewat tiga puluh menit, namun ia belum juga memulai pekerjaannya. Narendra pun berusaha melupakan masalah dirinya itu, lalu ia fokus menyelesaikan pekerjaannya. Narendra menelepon sekretarisnya yang bernama Imel, lalu Imel langsung masuk ke ruangan bosnya itu.

Sedangkan, Zoya masih berada di ruangan Narendra, ia sedang mengepel lantai. Narendra sedang membicarakan tentang jadwal meetingnya bersama sekretarisnya itu, jadi Zoya tidak terlalu takut, karena Narendra sudah tidak memperhatikan Zoya bekerja. Zoya mempercepat mengepel lantainya, ia ingin segera keluar dari ruangan atasannya itu, namun secara tidak sengaja tiba-tiba ember yang berisi air itu, tergeser oleh kain pel yang sedang Zoya gunakan, lalu tumpahlah air di dalam ember itu ke lantai.

Mata Narendra pun jadi tertuju lagi pada Zoya.

"Zoy, kenapa sih? Kok airnya tumpah? Pelan-pelan dong kalau ngepel!" Sembur Narendra.

"Iya, Pak. Maaf!"

Zoya mengepel lantai yang terkena tumpahan air tadi, niatnya ingin cepat selesai, namun malah tambah lama. Zoya berada di dalam ruangan atasannya itu. Setelah lantainya sudah bersih, Zoya pun keluar ruangan Narendra, ia sudah merasa tenang.

"Mbak, besok-besok saya mau membersihkan ruangan karyawan aja ya, nggak mau ruangan Pak Narendra." Ucap Zoya pada Aida. Mereka berdua sedang berada di ruangannya.

"Lho, memangnya kenapa?"

"Takut. Nggak tau, aku takut aja."

"Pak Narendra itu sebenarnya orangnya baik, cuma memang agak bawel aja, namanya juga atasan." Tutur Aida yang sudah dua tahun bekerja di perusahaan ini.

Mungkin karena ini adalah pengalaman pertama Zoya bekerja, jadi wajar saja ia takut terhadap atasannya itu. Apalagi kalau pekerjaannya ada yang tidak beres, rasanya takut dimarahi atau dipermalukan lagi seperti kemarin.

Kring ... Kring ...

Telepon di pantry berdering.

"Zoya, angkat!" Titah Aida.

"Mbak aja deh!"

"Kenapa sih nggak mau angkat telepon?" Tanya Lisa, akhirnya Lisa yang mengangkatnya.

[Hallo.]

[Iya, Pak.]

[Ini siapa?]

[Lisa, Pak.]

[Zoya tolong suruh kesini ya untuk lap kaca, kaca-kaca di ruangan saya sudah buram semua.]

[Baik, Pak!]

Narendra memberikan perintah lagi pada Zoya, lalu Lisa pun menyampaikannya pada juniornya itu.

"Mbak aja deh yang ke ruangan Pak Narendra!" Ucap Zoya pada Lisa.

"Nggak bisa gitu, Pak Narendra maunya kamu, ya harus kamu yang datang. Kamu mau hanya karena ini, lalu kamu dipecat?" Ucap Lisa dengan intonasi yang sedikit meninggi.

Zoya menghela nafas, "nggak mau, Mbak. Baru juga kerja. Lagi pula, saya butuh banget uang."

"Yaudah, kamu nurut aja perintah atasan. Jangan protes!" Sahut Lisa dengan wajah sinisnya.

Zoya pun membawa lap, lalu ia melangkahkan kakinya lagi menuju ke ruangan Narendra.

Tok ... Tok ... Tok ...

Zoya mengetuk pintu ruangan Narendra.

"Masuk!"

Zoya pun masuk, lalu ia membersihkan kaca-kaca di ruangan atasannya itu.

"Zoy, ayah kamu sudah lama bekerja sebagai tukang ojek online?" Tanya Narendra yang masih melanjutkan pertanyaan tadi.

"Sudah, Pak." Jawab Zoya sambil menoleh ke belakang.

"Kalau ibu kamu kerja apa?"

"Penjual sayur keliling, Pak. Tapi, sudah beberapa hari ini nggak jualan."

"Lho, kenapa?"

"Modalnya habis untuk bayar hutang, Pak."

"Memang, kamu punya adik berapa?"

"Dua, Pak."

Tiba-tiba saja Narendra merasa iba pada Zoya dan keluarganya. Narendra membuka tasnya lalu ia mengeluarkan sejumlah uang dari dalam tasnya itu, setelah itu ia memberikannya pada Zoya, namun Zoya ragu untuk menerimanya.

"Ambil aja, Zoy!" Ucap Narendra, Zoya yang masih anak baru merasa belum pantas menerima kebaikan dari atasannya itu.

"Ini ambil!" Narendra terus saja menyuruh Zoya untuk mengambil uang tersebut, lalu akhirnya Zoya pun mendekat dan mengambil sejumlah uang tersebut.

"Terima kasih banyak, Pak."

"Iya, semoga cukup untuk modal jualan sayur ibumu!"

"Iya, Pak."

Zoya langsung menyimpan uang tersebut ke dalam saku celananya, lalu ia melanjutkan lagi pekerjaannya.

"Oh iya Zoy, tadi saya lihat saat kamu sedang berada di kendaraan, kamu menangis. Kenapa?"

Zoya kembali menghentikan pekerjaannya, lalu ia menghadap ke arah atasannya itu. "Bapak, tadi lihat saya?" Zoya berpura-pura tidak tahu kalau Narendra tadi melihatnya.

"Iya."

"Saya, sedang sedih aja, Pak." Jawab Zoya sambil menundukkan kepalanya. Zoya mulai tidak nyaman saat ditanya tentang itu, ia tidak ingin Narendra terlalu ingin tahu tentangnya.