Chereads / Mendadak Menikah Denganmu / Chapter 5 - Mobil Sedan Hitam

Chapter 5 - Mobil Sedan Hitam

Ayah Zairi membuka pintu kamar tamu, lalu ia dan Ferdi masuk ke dalam kamar tamu tersebut. Kamar yang selalu rapi, bersih dan wangi, walau jarang ada yang menempati, namun asisten rumah tangga Narendra selalu membersihkannya.

"Kamu tidur disini ya! Ayah dan Ibu tidur di kamar sebelah." Ucap Ayah Zairi.

"Iya, Yah."

Ferdi berada di dalam kamar seorang diri, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kasurnya yang begitu empuk, sangat membuatnya nyaman.

'Wahh, kalau tinggal disini sih aku bakal betah, mau tinggal selamanya pun aku akan betah.' Batin Ferdi.

Ferdi pun langsung memejamkan kedua matanya, ia langsung tertidur pulas.

Waktu subuh telah menjelang, Ibu Vita membuka matanya, lalu ia bangun, ia beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu, lalu melaksanakan sholat dua rakaat. Setelah itu, ia keluar dari kamarnya, lalu ia berjalan menuju kamar putra semata wayangnya itu.

Kreekkk ~~

Ibu Vita membuka pintu kamar Narendra yang tidak dikunci, Narendra masih tidur pulas, lalu sang ibu mendekatinya.

"Rendra, bangun!" Sang ibu membangunkan putranya itu, namun Narendra belum juga bangun.

"Ren, ayo dong bangun, sudah subuh!"

Narendra pun membuka matanya, ia kaget melihat wanita di hadapannya itu, lalu ia menutup wajahnya dengan bantal, karena ia pikir itu bukan Ibu Vita melainkan setan yang menyamar sebagai ibunya.

"Ren, ini Ibu!" Ucap sang ibu, lalu Narendra pun membuka wajahnya lagi.

"Ibu, kok ada disini? Kapan datangnya?" Tanya Narendra sambil membangunkan tubuhnya, lalu mencium punggung tangan sang ibu.

"Ibu sampai sini jam dua pagi tadi."

"Kok nggak kasih kabar ke aku kalau mau datang?"

"Iya. Ibu dan Ayah kesini bersama Ferdi, Ferdi mau cari kerja, mungkin di perusahaan tempat kamu kerja, sedang ada lowongan."

"Sepertinya nggak ada deh Bu, sudah terisi semua."

"Ya sudah, biarkan Ferdi tinggal disini dulu sementara waktu, sambil cari-cari pekerjaan."

"Dia lulusan apa sih?" Tanya Narendra.

"Dia S1 jurusan ekonomi."

Narendra pun berdiri, lalu ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. "Kenapa nggak cari kerjaan di kampung aja sih?" Tanyanya.

"Sudah, tapi belum dapat-dapat."

Ibu Vita keluar dari kamar anaknya itu, lalu ia beranjak ke kamar Ferdi.

Kreekkk ~~

Ibu Vita membuka pintu kamar yang tidak dikunci.

"Ferdi, bangun!" Sang bibi membangunkan keponakannya itu, namun Ferdi masih tertidur pulas.

"Ferdi!" Ibu Vita terus membangunkan keponakannya itu.

Akhirnya Ferdi membuka matanya, ia tidur sangat pulas. Baru kali ini ia tidur di atas kasur empuk dengan kamar yang wanginya membuatnya nyaman.

"Jam berapa sih, Bu?" Tanya Ferdi.

"Sudah jam setengah enam."

"Astagfirullah ... " Ferdi langsung bangkit dari tidurnya, lalu ia beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu dan melaksanakan sholat dua rakaat.

Setelah itu, Ibu Vita beranjak ke dapur untuk membantu Mbak Gina menyiapkan sarapan pagi. Sedangkan Narendra sedang bersiap-siap berangkat ke kantor, setelah rapi, ia pun melangkahkan kakinya ke lantai bawah, ia beranjak ke ruang makan. Di ruang makan, sudah ada Ayah, Ibu dan sepupunya yang bernama Ferdi itu, lalu Narendra bersalaman pada Ayah Zairi dan Ferdi.

"Bro, ada lowongan kerja nggak di tempat lo untuk gue?" Tanya Ferdi.

"Belum ada sih, karena belum lama ini baru aja rekrut karyawan baru."

"Gue kira ada, jadi manager gitu?"

"Harus yang sudah berpengalaman." Jawab Narendra sambil tertawa kecil. Sedangkan Ferdi baru saja lulus kuliah, ia hanya bermimpi jika ingin langsung menjadi manager.

"Harus dari bawah Fer! Rendra aja awalnya karyawan biasa." Ujar Ibu Vita.

"Iya, betul." Sahut Narendra.

"Yah gue pikir bisa langsung naik ke atas karena ada orang dalem."

"Sorry Bro, nggak bisa!"

Yang sudah lama bekerja saja, jika ia tidak berkompeten, tidak akan bisa sampai pada jenjang karir sebagai manager, apalagi yang fresh graduate seperti Ferdi?

"Ya sudah kalau gitu, biarkan Ferdi tinggal disini sampai ia dapat pekerjaan." Ucap Ibu Vita.

"Iya, silahkan aja." Sahut Narendra. Ia memperbolehkan saudara sepupunya itu untuk menginap di rumahnya, karena Narendra juga merasa sepi, dengan adanya Ferdi, mungkin bisa menemaninya.

Selesai sarapan, Narendra pun berpamitan pada kedua orang tuanya, lalu ia berangkat ke kantor dengan menaiki kendaraan pribadinya disupiri oleh sang supir pribadi bernama Pak Yono.

Di waktu yang sama, Zoya juga sudah bersiap berangkat ke kantor, ia sedang menunggu Ayah Hendra mengeluarkan motornya. Ayah Hendra sengaja mengantar Zoya agar irit ongkos.

Zoya naik ke atas motor sang ayah, lalu ia berpegangan pada jaket Ayah Hendra yang berwarna hijau itu.

"Zoy, kamu gajiannya kapan?" Tanya sang ayah ketika mereka masih berada di jalan.

Zoya heran, mengapa sang ayah sudah menanyakan tentang gajian?

"Belum tau, Yah. Aku juga kan baru kerja."

"Nanti kalau kamu gajian, uangnya Ayah pinjam dulu ya, untuk bayar hutang!"

Zoya tidak dapat menahan air matanya yang sudah memenuhi ujung pelupuk matanya, ia sedih karena harusnya ia bisa menikmati gaji pertamanya, namun sang ayah sudah ingin meminjamnya lebih dulu.

"Iya, Yah." Zoya pun tidak bisa menolak, karena ia juga tidak tega dengan Ayah Hendra yang hutangnya banyak untuk membiayai anak-anaknya termasuk dirinya.

Ketika mobil Narendra sedang terhenti karena macet, ia menoleh ke jendela sebelah kanan, ia melihat wanita yang bekerja di kantornya itu sedang dimenaiki ojek online, lalu mata Zoya terlihat berkaca-kaca, hidungnya memerah, Zoya pun mengusap air mata yang sudah menggenang di ujung pelupuk matanya.

'Kenapa Si Zoya menangis?' Tanya Narendra dalam hati.

Secara tidak sengaja, Zoya pun melihat Narendra berada di balik jendela mobil sedan berwarna hitam, Zoya hanya melihatnya sesaat, lalu ia memalingkan pandangannya ke arah lain. Begitupun Narendra, ia langsung berpura-pura tak melihatnya, padahal secara jelas-jelas tadi mata mereka saling bertemu.

'Ternyata mobil sedan hitam yang kemarin lewat di hadapanku itu adalah mobil Pak Narendra.' Batin Zoya. Karena ia sempat kesal dengan pengendara mobil itu.

Motor yang dikendarai oleh Ayah Hendra sudah melaju lebih cepat dibandingkan mobil sedan milik Narendra. Tak lama kemudian, sampailah Zoya di kantornya, sang ayah memberhentikan motornya tepat di depan kantor, Zoya pun turun, lalu ia langsung masuk ke ruangannya.

"Zoy, jangan lupa absen!" Ucap Risma.

"Astagfirullah aku lupa." Zoya pun langsung absen menggunakan sidik jarinya.

Sebelum memulai pekerjaan, Zoya pun bercermin, ia memastikan kalau matanya tak terlihat merah karena habis menangis. Zoya pun memakai sedikit bedak dan lipcream agar wajahnya tidak terlihat pucat.

"Zoy, nggak usah dandan cantik-cantik, karena karyawan yang kerjanya bersih-bersih seperti kita itu nggak bakal ada yang lirik!" Ucap Lisa.

"Bukannya begitu, Mbak. Biar wajahku nggak terlihat pucat aja."