Vanessa melihat ayahnya pulang dengan keadaan yang tak baik. Dan wajahnya tanpak kusut namun dia berusaha menyembunyikan kesedihanya itu.
"Papa.. sudah pulang..apakah papa sakit wajah papa terlihat kurang baik" kata Vanessa memeluk Steven dikursi .
"Papa baik baik saja sayang, oh yaa apa yang terjadi maka tuan William hari ini meminta pada papa agar menesahatimu" ucap Steven pada putrinya . Vanessa terdiam tapi hatinya muak mendegar William di telinganya.
"Papa bisa kah kau jangan menyebut namanya didepanku.. jujur aku begitu muak mendegar namanya dia pria angkuh dan bodoh yang aku kenal" jawab Vanessa kesal.
"Vanes...apa yang terjadi sehingga kau begitu membencinya" tanya Steven pada Vanessa terlihat masam mendegar nama William .
"Dia tadi melamarku bahkan meminta ku untuk menikah denganya" jawab Vanessa.
"Apa... bagaimana mungkin tuan William melamar mu... Vanes..kau tidak becanda ..terus apa yang kau jawab" kata Steven kaget..dia seakan tak percaya dengan kata kata anaknya.
"Iya papa..aku berani bersumpah bahwa tuan Steven melamarku. Bahkan aku menolaknya secara kasar" sahut Vanessa. Seketika wajah Steven berubah dia takut akan terjadi hal hal yang tidak baik pada perdaganganya izin perniagaanya melewati William dan semua akses kala itu melalui William.
Selain pimpinan militer kala itu William juga sangat sukses meraih keuntungan dangan meminta pajak melalui perizinan untuk berniaga dan dia juga menjual barang berbagai rempah rempah dan membuatnya cukup dikenal oleh orang orang kala itu.
"Vanessa...bagaimana kamu menolak tanpa perundingan dengan papa , seharusnya kau tidak menolak secara kasar tapi biarkan papa bicara denganya bila kamu tak menyukainya" ucap Steven dengan memandang Vanessa. Vanessa kaget seakan sulit menerimanya.
"Papa..kenapa papa bicara begitu.. apakah papa membiarkan aku hidup menderita dengan pria egois itu papa" sahut Vanessa dengan mata berkaca kaca.
"Vanes bukan itu maksud papa.. jika kau menolak dengan kasar akan ada dampak buruk khususnya pada warga disini. Semua perizinan William lah yang memegangnya. Bahkan jika ada yang melanggarnya mereka tidak segan menyakiti bahkan membunuhnya. Vanes belajarlah dewasa sayang..jika kamu bertindak gegabah maka haji Udin yang sempat merawatmu lagi kecil akan kena imbasnya mengapa kamu bertindak ceroboh nak" kata Steven panjang lebar menjelaskanya.
"Maaf kan aku..papa.. aku tidak tau kalau seperti itu.. terus apa yang harus aku lakukan" tanya Vanessa sambil menangis.
"Minta maaf pada tuan William" ucap Steven menghapus air mata Vanessa.
"Apa...minta maaf terus bagaima kalau dia meminta untuk melamarku..aku tidak suka denganya pa. " sahut Vanessa dengan tangisanya.
"Kau bisa meminta waktu menjawab lamaranya sampai semua barang datang dari Nederland sampai kesini dan kita bisa kembali kerumah.. untuk menjual barang barang kita sebelum kita mengunjungi kota berikutnya" kata Steven.
"papa egois...kenapa aku jadi korban..aku mau disini pa..aku mau bertemu Rahman tiap hari" jawab Vanessa dan memeluk Steven lagi
"Vaness ...apakah kau menyukai Rahman" tanya Steven. Tapi Vanessa tidak menjawab dia tersenyum dan pergi meninggalkam Steven .
Pagi yang begitu cerah membuat semua orang menyukai setiap pemandangan dengan kicaun burung dan hamparan hijau begitu menyejukan mata. Rahman bangun turun membasuh mukanya di sungai dia membersihkan wajahnya berkali kali menghilangkan kejenuhan hatinya . Seorang gadis berdiri di belakangnya dan Rahman mengira itu Vanessa seperti biasa dilakukan Vanessa bertingkah usil setiap hari. Rahman menoleh dengan senyuman tapi ketika melihat siapa yang datang bukan seperti yang dia harapkan tapi Siti dan Siti membalas senyuman Rahman.
"Assalamuallaikum ka..ada hal yang ingin ku bicarakan ka denganmu" kata Siti dengan malu malu. Rahma memandang kebaya merah yang dipakai Siti dan kerudung coklat menutupi rambutnya sambil membawa rantang makanan .
"Waallaikum salam .. Ayo naik keteras dulu ..." kata Rahman Siti menganguk mereka duduk dibale bale teras rumah Rahman .
"Ka.. ini makanan Siti buat untuk kalian bertiga " ucap Siti.
"Terimakasih Siti...maaf merepotkan mu. Oh iya.. bagaimana keadaan orang tua mu.. aku jarang kesana karena terlalu sibuk " kata Rahman sambil denga memperbaiki peci dikepalanya.
"Alhamdullilah baik ka. Abah meminta kaka malam ini datang kerumah " ucap Siti secara langsung. Dia tidak ingin berduan terlalu lama meskipun dia menyukai Rahman.
"Ada hal... apa Siti..pak kiyayi meminta bertemu" tanya Rahman dia takut diminta melamar Siti karena dia tidak mencintai Siti.
"Anu...ka.. soal.. kita kalau tidak salah" jawab Siti malu malu.
"Kita.. apa... memang kenapa dengan kita ada yang aneh... selama ini aku dan kamu rekan kerja berteman dan mengelola semua santri disini " sahut Rahman dia menatap tajam pada Siti.
"Ini bukan masalah pesantren ka. Tapi kita mau dijodohkan ka.. dan abah ingin bicara tentang ini.. lalu bagaimana menurut kaka ... tentang ini" tanya Siti melihat tatapan tajam Rahman sambil berpikir keras mencari alasan.
"Siti...aku binggung.. perjodohan tidak harus menjadi tradisi yang baik untuk kampung kita... aku benar benar mau bilang apa pada ayahmu...aku masih belum siap" jawab Rahman dengan jujur ..hati Siti mulai gelisah.
"Tapi ka..umur kaka sudah siap berumah tangga siap dan tidak siap kita belajar" sahut Siti .
"Siti..kamu seperti adiku sendiri bagaimana bisa aku menerima semua ini... aku tidak mencintaimu dan bahkan tidak ada perasaan.. ada orang lain dihatiku Siti aku benar minta maaf dan satu hal lagi kau harus menolak permintaan pak kiayi...aku benar pusing..Siti dan carilah alasan lain untuk membatalkanya..maaf aku harus buru buru membuka warung membantu Ipul assalamu allaikum" kata Rahman pergi meninggalkan Siti
"Waallaikum salam " jawab Siti matanya berkaca hatinya begitu sakit dia pulang sambil menghapus air matanya . Mungkinkah kah cinta tak harus memiliki pikir Siti dalam hatinya