Mood Ira untuk ke luar guna membeli laptop baru rusak total. Bukan karena ia tidak bersyukur atas pemberian Dito, melainkan ia menaruh curiga pada lelaki itu. Ira tahu betul jika café suaminya sudah ramai seperti sedia kala, lalu entah kenapa Dito berlagak seolah tidak memiliki uang. Dengan rasa tak bersalah ia mengatakan akan mengirimkan uang senilai lima juta pada Ira.
Ira pun tidak menjawab ucapan Dito. Dia kembali masuk ke kamarnya dan mulai merenung. Digunakan untuk apa uang Dito selama ini?
Saking bingungnya, Ira sampai menghubungi Alin sang mertua. Dia ingin menceritakan pasal putra Alin yang belakangan ini terlihat aneh.
"Iya, Ira?" sapa Alin ketika telepon keduanya berhasil tersambung.
Ira terlebih dahulu mengunci pintu kamarnya, jaga-jaga apabila Dito masuk dan mengetahui obrolan mereka.
"Ada yang mau aku ceritain ke Mama. Ini soal Mas Dito," kata Ira.
"Eh, iya. Kenapa sama anak itu lagi?" Perasaan Alin mulai tidak enak di seberang sana.
"Bulan ini Mas Dito gak tukar mobil, Ma. Padahal setiap enam bulan sekali adalah jatah kami untuk ganti kendaraan baru. Katanya Mas Dito masih sayang sama mobil yang sekarang kami pakai,"
"Terus?" Alin masih mendengarkan dengan setia.
"Nah, tadi aku baru aja minta uang untuk beli laptop baru, karena Mas Dito pernah janji untuk beliin aku laptop bulan ini juga, tapi Mas Dito malah ngasih aku uang lima juta, Ma. Sumpah, ya! Seumur-umur pernikahan, kami gak pernah beli barang di bawah 10 juta, Ma. Ini bukan soal nominal atau aku gak bersyukur dengan pemberian suamiku, tapi aku curiga kenapa Mas Dito mendadak pelit begitu, Ma. Aku takut kalau uangnya dia pakai buat perempuan di luaran sana,"
Ira mengadukan tingkah suaminya tanpa menutup-nutupi keadaan. Dia ingin Alin tahu bahwa putranya kembali berulah, meskipun mereka belum mengetahui kebenaran yang ada. Ira sebenarnya tidak mau urusan rumah tangganya diketahui oleh orang lain. Hanya saja dia tidak memiliki daya dan upaya selain meminta pembelaan dari mertuanya. Jika mengandalkna dirinya sendiri, maka semua itu tak akan berpengaruh pada Dito. Dia mampu berbuat apapun tanpa takut diketahui oleh istrinya.
"Hah, yang bener? Keadaan café gimana?" tanya Alin yang ikut terkejut dengan cerita Ira.
"Rame, Ma. Aku maklum kalau keadaan café sunyi, berarti Mas Dito belum punya banyak uang, tapi sekarang kondisinya kan gak begitu,"
"Ah! Gak bisa dibiarin nih anak. Perasaan Mama jadi gak enak, Ira," keluh Alin.
"Gimana ya, Ma? Aku khawatir kalau Mas Dito ngulangin perbuatannya,"
"Kamu tenang dulu, ya! Mama bakal selesaikan semuanya,"
Kemudian Alin menutup sambungan teleponnya dan membiarkan Ira mendinginkan hati. Ira duduk di pojok ranjang setelah membuka kunci pintu biliknya. Hingga 15 menit berikutnya, masuklah Dito ke tempat itu..
Dito dengan wajah merah padam menghampiri Ira di kasur.
"Ira! Kamu cerita apa aja ke Mamaku?"
Degh!
Ira tak mampu mengelak. Ia tidak menyangka jika Alin akan mengadukan hal ini pada Dito. Dia lupa untuk memeringati Alin untuk tidak melakukan hal tersebut. Namun, apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur dan Ira harus menghadapinya.
"Emang apa kata Mama, Mas?"
"Kamu ngomong ke Mama tentang aku gak mau ganti mobil bulan ini dan ngasih kamu uang lima juta, kan? Biar apa sih, Ira?"
Sebenarnya Dito begitu menghindari pertengkaran di rumah mereka, tapi baginya sikap Ira sangat kertelaluan kali ini. Dito memang benar telah membiayai seorang wanita. Oleh karena itu dia takut jika tingkahnya kembali tertangkap oleh Alin dan Yugi.
"Iya, Mas. Habisnya kamu aneh begitu," kata Ira mengakui perbuatannya.
"Kamu kok gitu sih, Ira? Baru kali ini loh aku begini, masak kamu udah ngadu-ngadu gitu ke Mama. Gak bagus bocorin masalah rumah tangga ke orang lain, Ira. Sekarang Mama jadi curiga sama aku. Kalau ada apa-apa seharusnya kamu ngomong duluan ke aku,"
"Sebenarnya aku juga curiga, Mas. Kamu gak pernah kayak gini sebelumnya. Kamu paling gak suka beli barang di bawah 10 juta dengan alasan kualitas. Semua ini terasa janggal, Mas. Aku takut kamu berulah kayak dulu lagi,"
"Berulah gimana, sih? Kamu kira aku selingkuh apa!" Nada bicara Dito melonjak.
"Ya, dulu kamu sewaktu selingkuh juga mendadak pelit samaku, Mas. Wajar dong kalau aku curiga sekarang,"
"Argh! Gak usah bawa-bawa masa lalu, Ira. Suamimu ini udah berubah. Seharusnya kamu dukung dong. Aku cuma lagi berhemat aja buat masa tua kita. Emang kamu mau hidup susah nantinya? Kita gak pernah tahu sebatas mana cafeku itu akan berjaya." Dito berkilah dengan melibatkan masa yang akan datang.
Detik itu juga Ira terdiam. Dia tidak tahu kebenaran yang ada, tapi alasan Dito masuk akal juga.
"Lain kali kamu gak usah begitu. Aku bukan Dito yang dulu!"
Dito pun memberi perimgatan terakhir pada istrinya, lalu meninggalkan wanita itu di kamar. Tadi Alin menghubunginya guna menceritakan pengaduan Ira. Tentu saja Dito murka, karena ia tak ingin orang tuanya kembali ikut campur dan dia tertangkap basah karena selingkuh. Dito trauma dengan kejadian kemarin.
Akibat peristiwa itu, Dito jadi stress berada di rumah. Dia pun memutuskan untuk pergi menemui Lusi. Jika Ira sudah menuduhnya selingkuh, maka sekalian saja Dito melakukannya.
Butuh waktu satu jam setengah untuk sampai ke toko teman dekatnya itu. Seperti biasa, Lusi selalu menyambut Dito dengan antusias dan tangan terbuka. Apalagi setelah keduanya resmi berpacaran.
Dan, lagi-lagi Indy mengetahui hal tersebut. Dia kian yakin saja kalau antara Dito dan Lusi memang memiliki hubungan khusus. Kalau tidak, mana mungkin Dito kerap berkunjung sementara Lusi menerimanya dengan baik.
Awalnya Dito dan Lusi ngobrol di meja kasir, tapi 20 menit setelahnya mereka malah menghilang sedangkan mobil Dito masih terparkir di pelataran toko. Sesekali Indy mencari keberadaan mereka. Namun, karena tak kunjung menemukan, akhirnya Indy kembali fokus pada pekerjaannya.
Ketika Indy hendak membongkar kardus-kardus jajanan yang terdapat di sudut toko, seketika itu pula langkahnya terhenti karena tidak sengaja menangkap sebuah pemandangan mengejutkan. Seorang pria dan wanita sedang memadu kasih di pojokan sana. Siapa lagi orangnya kalau bukan Dito dan Lusi. Mereka saling menautkan bibir dan terbuai birahi tanpa memikirkan tempat dan keadaan.
Pantas saja keduanya menghilang dari meja kasir. Indy begitu terkejut dan tidak menyangka dengan keadaan ini. Kemudian, sebuah ide muncul di otaknya. Indy buru-buru mengeluarkan harta satu-satunya yakni ponsel dan merekam adegan syur tersebut. Tidak tahu kenapa seperti ada batu besar yang menghujam dadanya. Indy mendadak terbakar api saat mengetahui bahwa Dito menjalin cinta dengan perempuan lain.
***
Bersambung