Chereads / ISTRI RASA PEMBANTU / Chapter 41 - IRA KIAN CURIGAI

Chapter 41 - IRA KIAN CURIGAI

"Mas!"

"Mas Dito?"

"Mas, kok kamu diam aja, sih?"

"Eh, iya?"

Dito buru-buru melabuhkan pandangannya pada wajah Indy akibat lamunannya buyar, karena teriakan wanita tersebut. Indy melipat kedua tangannya di depan dada dan balik menatap Dito penuh kesal.

"Maaf, Mas melamun," ujar Dito.

"Kamu mikirin apa sih, Mas?"

"Mikirin kamu, Indy. Mas gak nyangka banget kalau semuanya bakal jadi begini. Hah! Sayang juga, ya, rumah yang pernah Mas hadiahi ke kamu dulu."

"Ya, mau gimana lagi, Mas? Ini semua gara-gara si Gilang palsu itu. Kalau aku tahu di mana keberadaannya sekarang, pasti sudah kutuntut dia!" Indy mencengkram kedua telapak tangannya.

Meski begitu, tetap saja Dito menilai bahwa Indy adalah perempuan bodoh yang mau saja tidur dengan lelaki asing demi uang yang sejatinya tak pernah ia peroleh. Indy dengan mudahnya memasukkan dirinya sendiri ke dalam jeratan Gilang palsu. Seharusnya dia lebih bijak dan mencari bukti-bukti kuat apabila investasi itu memang menghasilkan. Jika sudah begini, maka Dito pun tak mampu mengambil tindakan apa-apa. Mustahil ia meminta rumah pemberiannya itu pada Indy lagi, sementara ia pun sudah jatuh miskin bak gembel jalanan.

Dito mendekati dan berbaik hati pada Indy hanya semata-mata untuk melindungi dirinya dari Ira. Di dalam kepalanya tengah tersusun berbagai rencana supaya Indy bisa enyah dari kehidupan, lalu ia bahagia bersama Lusi selamanya. Memangnya siapa yang sudi menerima Indy si wanita lusuh itu lagi?

"Bagi duit dong, Mas! Kamu gak kasihan apa lihat aku begini?"

Tiba-tiba kalimat itu terlontar dari bibir lawan bicaranya.

Tentu saja Dito enggan memberi, karena ia sudah tidak menganggap Indy sebagai kekasihnya lagi. Dito tersenyum miring. Rupanya Indy masih sama seperti yang dulu.

"Nanti, ya!"

"Kenapa, Mas? Aku pengen secepatnya resign jadi karyawan Lusi dan pindah ke rumah yang lebih bagus," rengek Indy. Berharap kalau permintaannya segera diindahkan.

"Mas belum bisa kasih kamu uang, karena semua uang Mas ada di tangan Ira. Semenjak kamu gak ada, Mas gak tahu gimana caranya ngontrol uang. Daripada habis ke hal-hal negatis, mending Mas minta simpenin ke Ira aja, kan." Dito berusaha berbohong.

"Terus, gimana dong, Mas? Aku bosan banget hidup susah begini."

"Sabar, ya! Mas lagi mikirin gimana caranya uang itu bisa ada di tangan Mas."

"Kapan kamu mutusin Lusi? Aku gak mau sepeser pun uang kamu ada di genggaman dia."

Agaknya Indy harus memperluas kesabarannya. Sesungguhnya ia ingin sekali mengatakan pada Lusi, bahwa kekasih mereka adalah sama dan Indy sebagai wanita yang lebuh dulu membersamai Dito.

Namun jika dia berbuat demikian, Lusi pasti memecatnya sedangkan Dito belum mampu memberinya kemewahan lagi. Lama-lama Indy bisa mati, karena tak makan.

"Mas juga lagi mikirin cara yang masuk akal untuk ninggalin dia. Pokoknya kamu sabar dulu, ya," kata Dito menenagkan hati perempuan di hadapannya.

Dito pun kembali ke dunianya setelah tak ada lagi yang hendak dibicarakan. Yang terpenting sekarang Dito sudah mengetahui bagaimana nasib Indy serta penyebab sesungguhnya. Ia juga sudah mengetahui, bahwa Indylah orang yang berada di balik layar tentang rekaman video syur tersebut. Tinggal selangkah lagi, maka Dito berhasil membuat Indy menghapus gambar tidak senonoh tersebut. Semua cukup menunggu waktu saja.

***

Dito mengendap-endap dan bersembunyi di sebelah rumahnya. Malam ini dia ingin menyampaikan sesuatu pada Lusi. Tentunya ia mengamankan diri dari Ira, karena jika istrinya tahu, maka lenyaplah hidupnya seketika.

Ia mendial kontal Lusi dan menunggu selama beberapa saat. Tak lama setelah itu, terdengarlah suara lembut yang menyapa.

"Halo, Mas?"

"Iya. Kamu di mana, Lusi?" Dito setengah berbisik.

"Aku udah di rumah nih. Baru aja pulang dari toko."

"Ada yang mau Mas bicarain sama kamu."

"Ada apa, Mas?"

Dito memanjangkan leher dan sedikit berjalan ke depan, kemudian kembali ke tempatnya semula. Ia hanya memastikan saja apabila Ira tak ada di sekitar sana.

"Besok-besok kalau Mas datang kita di rumah kamu aja, ya. Mas udah gak mau ke toko lagi."

Pernyataan Dito sontak membuat dahi Lusi di sana berkedut dan bertanya-tanya dalam hati.

"Loh, kenapa, Mas?"

"Gak apa-apa. Mas merasa gak bebas aja kalau di toko, soalnya banyak karyawan kamu. Mas kan jadi kesulitan mau cium kamu, Lus. Ehehehe," ujar Dito merayu.

"Karena itu, toh. Kupikir entah ada apa, Mas. Ya, sudah."

Lusi yang tidak mengetahui alasan sebenarnya langsung percaya dengan mengiyakan perkataan sang kekasih. Padahal Dito melakukan semua itu supaya Indy berpikir, kalau keduanya sudah benar-benar putus.

"Terimakasih, Sayang. Kalau begitu sudah dulu, ya. Mas digigitin nyamuk nih, karena telepon kamu di luar rumah."

"Ah, iya. Selamat malam, Mas."

"Malam, Sayang."

Segera Dito keluar dari tempat persembunyiannya. Namun, dia harus dihadapkan dengan kenyataan pahit, karena di beranda rumah sudah ada Ira yang menanti. Ia memicingkan sepasang matanya dan fokus pada handphone yang baru dimasukkan Dito ke saku celana.

"Ngapain di samping rumah malam-malam begini, Mas? Memburu nyamuk kamu?" sindir Ira.

Ia sempat kehilangan sang suami dan tempat terakhir yang belum ia kunjungi adalah teras rumah. Sesungguhnya ia tak pernah mengira, jika Dito akan keluar dari sebelah gedung luas tersebut. Ia baru mengetahui dari mana lelaki itu setelah melihat wujudnya.

Dito meneguk air liurnya seraya mengedarkan bola mata ke seluruh penjuru. Apakah Ira sudah mendengar ia bertelepon tadi? Atau, perempuan ini baru muncul. Dito tidak tahu sama sekali.

"Seperti yang kamu lihat. Mas dari samping." Dito tetap berusaha terlihat tenang.

"Gak biasanya."

"Tadi ada suara-suara aneh gitu, Ira. Jadi, Mas kira maling."

"Kamu baru aja masukin handphone ke saku celana, Mas."

"Ya, iya. Itu kan buat nyalain senter di sini. Kamu kira lampu rumah kita ini cukup terang apa!"

Ira melangkahkan kaki dan tampaklah cahaya lampu yang menurutnya cukup membantu pengelihatan tersebut. Sejujurnya dia agak curiga dengan Dito. Di sisi lain, dirinya tak mampu menghakimi lelaki itu tentang hal negatif, karena ia tidak memiliki bukti yang kuat. Bisa jadi Dito memang mendengar suara aneh dan ia menggunakan senter handphonenya.

"Oh, iya, Mas. Ya, sudah," katanya mengalah.

"Huft! Untung aja perempuan satu ini gak ngamuk," batin Dito sambil mengembuskan udara dari mulutnya.

"Mas, aku besok mau belanja bulanan. Minta uang, dong!"

"Tunggu!"

Dito segera meraba kertas permintaan istrinya dari saku celana. Hartanya yang sudah terkuras banyak untuk Lusi, membuat ia tak dapat memberi lebih lagi terhadap Ira.

"Ini!" ucapnya, kemudian menyerahkan uang senilai tiga ratus ribu.

Mulut Ira spontan ternganga disertai rasa keterkejutannya yang kembali hadir. "Aku mau belanja bulanan dan bukan belanja harian, Mas."

Ira sempat berpikir, jika suaminya salah memberi nominal. Namun setelah diingat-ingat lagi belakangan ini Dito memang mendadak pelit. Hal ini tentu membuat Ira kian curiga. Entah ke mana perginya uang sang suami.

***

Bersambung