"Apa maksud kamu, Mas?"
Indy menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk melepaskan tali tersebut. Sayangnya, ia tidak memiliki kekuatan super yang dapat membebaskannya detik itu juga.
"Mana handphonemu?"
Seketika Dito memasukkan lengannya ke dalam tas kecil milik Indy. Tak perlu berlama-lama, akhirnya ia temukan benda pipih itu.
"Mau apa kamu dengan ponselku?"
"Aku mau hapus videoku bersama Lusi supaya kamu gak bisa ngadu ke siapapun. Hahaha."
"Biar apa, Mas?"
"Aku mau bebas pacaran sama Lusi tanpa ada penghalang!" Rahang Dito mengeras.
Merasa bahwa dirinya telah dibodohi membuat Indy ingin terbang dari tempatnya diikat. Rupanya Dito masih ingin menjalin hubungan khusus dengan Lusi. Pantas saja hingga sekarang ia belum memutuskan perempuan tersebut. Selain itu, Dito juga tidak menaruh belas kasihan atas Indy yang tinggal di tempat kumuh dan dalam keadaan miskin. Rupanya dia memang sudah kehilangan respek dengan diri Indy.
"Oh! Jadi, selama ini kau bohongin aku, Mas? Kamu mau balikan samaku hanya karena ingin menyelamatkan video itu?"
"Kalau iya kenapa?"
Dada Indy sontak bergemuruh dahsyat mendengar pengakuan dari Dito. Ia menyesal karena sudah percaya begitu saja dengan ucapannya. Sekarang tak ada yang mampu diperbuat selain meratapi kekejaman Dito. Semenjak mereka berpisah, Dito malah menjelma sebagai lelaki nakal dan tak berhati.
"Keterlaluan kamu, Mas! Tega-teganya kamu nipu aku."
Namun Dito sama sekali tidak menggubris teriakan Indy. Dia terus mengecek ponsel tersebut hingga menemukan video yang dimaksud. Kebetulan sekali Dito tahu password Hp mantan pacarnya itu, sehingga memudahkan jalannya untuk bereaksi.
"Lepaskan aku, Mas! Laki-laki kayak kamu ini pantasnya memang dapat karma. Istri dan orang tuamu harus tahu gimana kelakukan busukmu itu! Lusi juga udah tertipu." Indy tiada henti mengomel.
Dito tertawa puas ketika gambar itu benar-benar menghilang dari ponsel Indy. Sekarang siapapun tak memiliki bukti apa-apa untuk melaporkan kebusukannya dan dia bisa bebas bercinta dengan Lusi.
Ia tak hanya tinggal diam dengan melepaskan Indy begitu saja. Siapa yang dapat menjamin jika perempuan itu tidak mengadu. Oleh karenanya, Dito meminta agar seluruh pengawalnya meninggalkan Indy seorang diri di gubuk kecil tersebut.
"Biarkan saja perempuan ini dimakan serigala!" katanya, kemudian melenggang pergi.
Indy merintih memohon pada Dito supaya ia turut dibawa juga. Siapa yang mau menjadi santapan hewan-hewan liar di sana. Indy bisa mati ketakutan sebelum mereka melahapnya.
Walaupun sudah memohon dan berjanji untuk tidak membongkar kebusukannya, tetapi Dito bersikeras menuju mobil tanpa memedulikan Indy. Memang sebaiknya begitu menurut Dito. Hidupnya akan tenang apabila Indy lenyap dari bumi ini.
***
Seberes urusannya dengan Indy dan anak-anak buahnya, Dito pun menuju kediaman Lusi untuk bersua dengan kekasihnya tersebut. Ini merupakan pertemuan pertama keduanya pasca sakit. Dito sangat merindukan Lusi.
Ia disambut dengan tangan terbuka sesampainya di kediaman Lusi. Perempuan itu langsung menggiringnya ke ruang tamu, lalu menghidangkan makanan. Mereka saling melempar canda dan kerinduan.
"Jangan sakit-sakit lagi ya, Mas! Kangen tahu," ucap Lusi penuh manja. Ia bersandar di bahu Dito.
"Iya, Sayang."
"Aku setiap hari kepikiran Mas Dito terus. Mau ke sana lagi, tapi takut Ira curiga."
"Ah, iya. Yang penting Mas kan sudah sehat sekarang."
Detik berikutnya Lusi mengangkat kepala dan menatap lekat-lekat wajah Dito. Mengingat Ira tiba-tiba ia juga terkenang dengan ucapan wanita tersebut. Ini adalah kesempatan bagi Lusi untuk bertanya pada orang yang bersangkutan.
"Oh ya, Mas. Apa Mas pernah berhubungan sama orang yang bernama Indy?"
"Hah? Dapat informasi dari mana kamu?"
Tentu saja Dito heran dengan penuturan Lusi barusan. Namun, jika ditelaah sepertinya Lusi tidak menaruh curiga dengan Indy yang dimaksudnya.
"Dari Ira, Mas. Aku memang belum sempat cerita. Waktu itu aku maunginap di rumah kalian, tapi Ira larang aku. Katanya dia trauma, karena kamu pernah selingkuh dengan perempuan yang namanya Indy. Jadi, dia gak mau lagi kalau di rumah itu ada wanita asing," terang Lusi.
"Kurang ajar si Ira! Berani-beraninya dia bongkar rahasiaku," batin Dito. Ia mendadak kesal dengan istrinya sendiri.
"Apa benar, Mas? Aku jadi takut kalau suatu saat kamu selingkuhin aku juga."
Dito memaksa tersenyum walaupun perasaannya sedang kalut. Lusi tidak boleh percaya dengan ucapan Ira, karena bisa saja ia jadi mewaspadai diri Dito.
"Bukan begitu ceritanya, Sayang. Jadi, di rumah itu memang pernah ada pembantu. Sayangnya, Ira terlalu cemburu dan berpikir kalau kami punya hubungan asmara. Udah, gitu doang kok."
"Masak sih, Mas?"
"Iya. Ira itu terlalu negative thinking. Masak aku nawarin makan sama Indy aja dia langsung marah. Kan, udah gak wajar."
"Memangnya Indy itu siapa sih, Mas? Namanya persis kayak karyawan aku."
"Indy itu pembantu biasa. Sekarang Mas juga gak tahu di mana rimbanya, karena dia diusir sama Ira."
"Ira ngusir pembantu kalian?"
"Iya. Kasihan banget, kan. Padahal si Indy itu gak punya salah apa-apa."
Mumpun Lusi tidak mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, jadi Dito langsung memanfaatkan situasi. Dia juga tidak mengakui bahwa Indy yang dimaksud adalah Indy yang bekerja di toko milik Lusi dan sekarang tengah dikurung di sebuah gubuk kecil.
"Wah, aku gak nyangka kalau Ira begitu," kata Lusi yang mulai terperdaya oleh ucapan Dito.
"Iya. Lain kali kalau dia ada ngomong sesuatu ke kamu, kamu gak boleh langsung percaya, ya. Ira itu suka fitnah!"
"Iya deh, Mas. Lain kali aku gak akan tertipu sama ucapan Ira lagi."
Dito mengusap puncak kepala Lusi dan mengecupnya perlahan. Ia besar kepala, karena mampu menaklukkan banyak wanita dengan mudah.
Namun sepertinya Ira akan menjadi boomerang suatu hari nanti. Daripada Dito terkena imbasnya, lebih baik ia mencari cara untuk menyingkirkan istrinya tersebut. Dito pun mulai berandai-andai kehidupannya yang bahagia tanpa seorang Ira.
***
Setelah memikirkan matang-matang, akhirnya Dito mempunyai cara untuk menyingkirkan Ira dari hidupnya. Namun, Dito ingin melakukannya perlahan-lahan. Ia ingin menyaksikan penderitaan wanita itu sebelum menjelang ajalnya.
Sebelum ayam berkokok Dito sudah bangun terlebih dahulu. Ia mengendap-endap keluar kamar dan menutup pintunya kembali. Ia menuju dapur guna mengambil sedikit minyak goreng. Setelahnya, dia kembali ke ambang pintu bilik.
"Kamu harus masuk jeratanku, Ira!" bisiknya.
Dito menyiramkan minyak goreng tersebut dan mengolesnya perlahan di permukaan lantai. Ia melakukan itu sambil menahan tawa dan membayangkan apa efek dari perbuatannya tersebut.
Setelah semuanya selesai, Dito langsung menghapus jejaknya dan melangkahkan kaki ke ranjang untuk kembali tidur.
Sepanjang itu pula Ira tiada terbangun dan tidak tahu apa yang telah dilakukan oleh suaminya. Nantinya Ira akan terpeleset di atas olesan minyak saat dia keluar dari pintu bilik mereka. Hal itulah yang sejak tadi dinanti-nanti oleh Dito.
Lalu, akankah rencana Dito berhasil?
***
Bersambung