Mendadak demam saat di tengah-tengah pelajaran hingga membuatku tumbang adalah satu dari sekian banyak hal yang aku benci. Lebih lagi kak Regia yang mengurus segalanya, benar-benar moments menyedihkan.
"Udah deh, Kak. Kakak udah kelas dua belas jadi kudu banyak belajar. Nggak usah pedulikan aku okey? Ah, mending kasih aku obat aja," kataku mencoba mengusirnya dan bismillah bisa!
"Mau gimana lagi? Kan tadi udah kakak kasih obat Mbul kenapa minta obat lagi sih, mana kamu minta obatnya bodrexin lagi. Duh Mbul kalau pengen permen tuh minta aja sama mommy," ujar Kak Regia untuk yang kelima kalinya dalam dua jam terakhir ini.
Emang apa salahnya sih sih kalau aku suka sekali makan bodrexin? Toh rasanya kan enak, bahkan menurutku bodrexin jauh lebih enak dari pada permen. Maka dari itu setelah tadi pagi Mama membuatku kepanasan karena AC yang mendadak di matikan jadi sekarang aku butuh sesuatu untuk menurunkan suhu tubuhku kan?
Dan kebetulan Kak Regia anggota PMR jadi meski bolak-balik ke ruang UKS aku tak akan dimarahi karena nanti pasti dia lah yang akan mengurus masalah ini. Meski bibirnya mencibik kesal tapi selama lima kali terakhir dia tetap menyerahkan sebungkus bodrexin padaku.
Namun, sepertinya aku sudah melebihi dosis jadi Kak Regia mengentikan asupan bodrexin itu padaku. Yah...padahal kan aku masih ingin mendinginkan suhu tubuhku ini, eh Kak Regia malah tidak peka dengan adiknya ini.
Duh, Kak ..!
Tidak bisakah saat ini dia pergi saja? Kalau malas mencarikan Bodrexin maka aku akan mencarinya sendiri dalam waktu dekat ini. Huft, kepalaku benar-benar terasa sangat panas!
Tak kasian kah kakak pada adik kakak yang tengah kesusahan ini hm?
"Tapi kan Kak ini mumpung masih istirahat jadi tolong kasih aku satu lagi aja, janji deh kalau kakak kasih aku satu lagi aku nggak bakalan datang lagi kesini nanti kak."
Namun, umpan kali ini tak mendapatkan apa-apa karena Kak Regia sudah kebal dengan kelakuannya itu. Jangan kan melirik bahkan mengedip-ngedipkan mata saja tak dilakukan oleh gadis cantik dengan seragam yang senada dengannya.
"Bukannya kamu juga ngomong hak yang sama kayak itu beberapa satu lalu ya, Suu?" tanya Kak Regia dengan nada kalem.
Ah mampus!
Meski kalem begini, tetapi untuknya itu isyarat yang menandakan kalau nasibnya sekarang sudah tak aman lagi. Diperhatikan dari manapun orang yang biasanya humoris lantas tiba-tiba kalem itu merupakan pertanda yang sangat nyata dan hanya orang-orang bodoh yang tak mempercayainya.
Aku mengikuti arah pandang Kak Regia yaitu menatap lantai usang ruang UKS kali ini. Tadinya aku ingin menjawab 'loh iyo kah?', tapi niatku terbatalkan sudah ketika mendengar nada bicara Kak Regia berubah.
"Hehe mungkin emang aku tadi udah bilang itu sih kak, tapi nggak bisa banget ya kan cuma satu aja?" pintaku sambil mencoba menatapnya intens.
Namun, dia ternyata hanya melirik sekilas saja, dah lah capek juga aku merayunya begini kalau hasilnya zonk alias kosong. Aku mengambil posisi duduk di brankar lantas merebahkan diri lagi dan begitu terus sampai berulang-ulang.
"Suu ...! Udah deh ah jangan bikin rusuh kayak gitu, jangan bilang kalau kamu diem aja ya. Percuma kalau mulutnya diem tapi seluruh tubuhnya gerak semua kayak gitu. Ampun deh pusing kepala kakak punya adek modelan kamu gini," oceh Kak Regia setelah sekian lama.
Hahaha padahal kan aku sudah gelimpungan sejak beberapa menit lalu dan Kak Regia malah baru meresponnya sekarang. Dan juga muka Kakakku itu imut saat dia marah jadi mana bisa aku melewatkan momen yang menyenangkan ini ehe, aku jadi ingin menempati posisi Gibran menjadi adik kandungnya yang bisa setiap saat berada di sisinya.
Dan tentunya bisa setiap saat melihat wajah imut Kak Regia itu, ah sayangnya Mama sejak dulu kan ingin anak pertamanya laki-laki. Dan mungkin aku lahir karena doa-doa Mama diijabah oleh Allah SWT. jadi aku tak boleh mengeluh.
Biarkan saja lah, mau gimana pun juga selagi aku bisa menjahili Kak Regia aku jadi segalanya akan baik-baik saja. "Udah deh Kak toh kan kakak nggak ngapa-ngapain juga dari tadi. Mana ada sih siswa kelas dua belas yang santai banget selain kakak ini?"
Kak Regia melempar buku tulis miliknya hingga hampir saja benda itu mengenai pelipisku. Ah tenang kok Kak meski kakak jahat begini namun aku tetap akan memaafkan kakak lantaran buku tadi tak mengenai wajah tampanku ini.
"Diem ya! Kamu itu nggak tahu apa-apa, dikiranya kakak kamu ini dari tadi duduk anteng-anteng aja tanpa ngelakuin apa-apa gitu!? Nih lihat semuanya, ini semua buku pelajaran bukan novel romansa yang banyak adegan kissingnya!"
Lah mampus, ternyata marah beneran dia. Ah nggak tau ah kak, gelap tiba-tiba mungkin sekarang sedang pemadaman listrik bergilir makanya omongan kakak jadi nggak kelihatan hehe hehe maaf kakak.
***
"Kenapa mukanya pada jutek kayak gitu!?" tanya Mama ngegas begitu kami tiba di meja makan.
Duh Ma tolong jangan tanyakan hal ini padaku, silahkan saja Mama tanya hal itu pada Papa. Ukhum sepertinya Papa tengah sibuk menghabiskan makanan guna mengisi energinya yang terbuang sia-sia untukku tadi.
Duh nggak boleh ngakak nggak boleh ngakak nanti dosa, sabar Lee Jie-soe kamu nggak boleh ngakak nanti Papa malah akan marah-marah lebih besar lagi dari ini.
"Kemarin aku pakai earphone punya Papa, kupikir dimarahi cuman satu hari eh taunya pas pulang sekolah pun kena lagi," jawabku yang melihat Mama tampak begitu kepo.
Yah meskipun setelah mendengar alasannya yang Mama lakukan hanyalah mendengus sambil geleng-geleng kepala, mungkin Mama takjub dengan tingkah anaknya yang baik hati ini xixi. Kami makan dalam diam, oh hanya beberapa kali sih Papa mengomel lagi.
Tapi, kali ini Mama jelas berada di pihak ku maka dari itu aku tak perlu cemas lagi hehe. Dan juga, aku tau sih Papa tak marah-marah beliau hanya kadang suka sebel di waktu-waktu tertentu.
Dan, bisa di anggap kalau aku ini pelampiasan amarah terbaik xixi.
"Mbul? Kami nggak ada nambah makanan gitu?" tanya Mama yang ku balas dengan gelengan kepala.
Ya ampun Ma, ini aja tadi udah nambah lauknya y kali mau nambah lagi. Loh?
Aku benar-benar tertawa ngakak kali ini saat melihat Papa langsung nambah lagi makanya, mana beliau mengatakan itu sambil berkata.
"Ya bagus, biar aja kamu kurus kerempeng biar Papa aja yang makan semuanya!"
Duh Pa, nggak usah ngegas juga kan bisa hahahaha.
Pengen ngakak mulu deh rasanya kalau lihat kelakuan Papaku ini. Ngomong-ngomong sikap mereka yang seperti ini terkadang membuatku malu saat berada di tempat umum. Namun, bukan berarti aku tak akan mengakui mereka berdua dengan bangga.
Aku masih ingat betul waktu itu saat Mama mengatakan dengan bangga bahwa Lee Jie-soe, putra tercintanya tampan dan pintar lebih dari siapa pun itu. Meski itu salah sih, mana mungkin aku yang terbaik? Hanya saja setelah dipikir-pikir lagi aku tahu alasannya.
Mama mencintaiku dengan begitu tulus sampai melakukan hal-hal seperti itu, jadi aku juga akan membanggakan mereka, gumamku dalam hati.
"Mbul? Jangan melamun," tegur Mama.
Aku terkekeh. "Siap Nyonya cantik, makan lagi kok ini, hehe."
Mama tampak bergidik ngeri. Padahal aku tahu kalau dalam hati wanita itu merasa bahagia sampai pipinya memerah begitu haha.
-BERSAMBUNG-