Chereads / Hati Yang Melangit / Chapter 17 - Kandi 9

Chapter 17 - Kandi 9

"Kenapa kau menggeleng?" tanya Karambi, mengomentari ceritaku.

"Kan, tidak apa-apa kalau Armein menciummu? Dia ingin meluapkan perasaan bahagianya saja!" Aku memandangi Karambi dengan penuh pertanyaan. Hampir tak mampu mempercayai apa yang dikatakannya. Membiarkan Armein menciumku hanya karena lelaki istimewaku itu ingin meluapkan rasa bahagianya saja? Bagaimana kitab isa meyakini itu. Betulkah hanya sebagai pelampiasan rasa bahagia? Bagaimana kalau ternyata itu lebih dari sekadar rasa bahagia, dan aku menyukainya, dan segala yang mengerikan itu akan terjadi kembali padaku?

"Betulkah aku tidak akan apa-apa, Karambi?" aku harus menanyakan itu padanya, karena aku tidak tahu. Berciuman bagiku seperti sama saja dengan penyatuan tubuh lainnya dan itu hanya pernah aku lakukan bersama Lamaar. Aku tahu betul itu bukan sekadar pelampiasan rasa bahagia saja.

"Kau tidak percaya diri? Kau takut kalau kau membiarkan Armein menciummu maka kau akan jatuh cinta lagi seperti pada Lamaar?!" buru Karambi.

"Entahlah…" jawabku. Alangkah bodohnya kalau aku melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang—meskipun hatiku memberontak, tak rela menyebut cintaku pada Lamaar sebagai kesalahan. Tetapi sesuai dengan aturan dan etika seorang damchi, aku bersalah jika jatuh cinta pada lelaki istimewaku. Aku harus menyayangi Armein, karena dia lelaki istimewaku kali ini; rajaku. Namun, aku tidak boleh jatuh cinta pada seseorang yang sudah memiliki seorang kekasih. Selain salah, itu juga akan menyakiti perasaan Armein dan Binar. Kupikir demikian. Kuputuskan demikian.

Dia betul-betul mencintai Binar dan aku mendengar itu dari kepalanya setiap waktu. Lelaki istimewaku dan semua imajinasi percintaan dengan kekasihnya itu; lebih nyaring dari apapun. Tentu saja setiap kali dia tersadar bahwa aku bisa mendengar apa yang dia pikirkan, Armein akan menunjukan wajah malu-malu, lengkap dengan semburat merah di pipinya. Dia betul-betul mabuk kepayang pada Binar. Armein akan lebih sering memintaku menguntit Binar tanpa diketahui orang-orang manajemennya. Mengintip shooting yang dilakukan Binar dari tempat-tempat tersembunyi. Terkadang mengejutkannya dengan masuk ke dalam kamar ganti Binar saat istirahat.

Tentu saja Binar terkejut tak mengira Armein bisa tiba-tiba saja berada di tempatnya bekerja, padahal beberapa saat sebelumnya mereka masih bertelepon dan Armein masih di apartemennya yang jauh jaraknya dari tempat Binar bekerja. Alih-alih menjawab berondongan pertanyaan Binar tentang semua kejutan-kejutannya itu, Armein sering menggodanya dengan berkata bahwa sekarang dia belajar sulap.

Dan aku bisa mendengar dengan jelas, Binar tidak pernah memercayai semua alasannya. Namun, lelaki kecintaan Armein ini terlalu sibuk untuk mengurai kebingungannya sendiri. Binar lebih sering berpikir bahwa Armein selalu membohonginya tentang di mana dia berada, dan bahwa sesungguhnya dia menguntit dan tak ingin berjauhan darinya. Perkiraannya tidak sepenuhnya salah. Bagian berbohong itu yang tidak benar.

"Aku jadi lebih sering membohongi Binar, Kandi. Sebelum kau ada, aku tidak berbohong sebanyak ini padanya. Tetapi aku jelas sangat lebih bahagia bersamanya sejak ada kau!" pujinya sambil meremas-remas kedua tanganku, dan sepasang mata besar polos yang selalu bercahaya itu.

Supaya tidak menimbulkan kecurigaan berlebihan Binar, akhirnya Armein belajar menahan diri dari melakukan kunjungan-kunjungan kejutan itu. Otaknya yang cerdas memahami kebingungan Binar dan stafnya dan berusaha untuk lebih sabar menunggu pertemuan wajarnya dengan Binar; tanpa bantuanku. Atau dia memutuskan untuk melihat keberadaan Binar tanpa berusaha menemuinya langsung; dia cukup bahagia melihat Binar bekerja dari kejauhan.

Kebahagiaan membuat orang menjadi lebih senang berbagi dan menebarkan cinta kasih. Kondisi yang menyenangkan karena bisa sering bersama kekasihnya membuat Armein jadi lebih pemurah dan kreatif. Armein senang berduaan dengan Binar selama dan sesering yang mereka bisa dan membiarkanku bersama Ray, Langit, dan Dayu untuk waktu yang cukup lama.

"Kau membawa kebahagiaan padaku Kandi. Aku juga ingin membahagiakanmu! Kau bahagia saat bersama Ray dan Langit di Angkak, bukan?!" katanya tulus.

Aku merasa hidupku lebih baik dan benar karenanya. Seperti yang dikatakan Karambi, ini win-win solution. Aku tidak terlalu banyak kehilangan waktu bersama anak-anakku dan Armein jadi lebih bahagia sehingga karier menyanyinya semakin menjulang dan bintangnya semakin bersinar. Binar ikut bahagia, dan kariernya juga tidak lebih rendah dari Armein.

Sesekali, di waktu jenuh dan bosannya; saat Binar sedang tidak bisa bersamanya, Armein mengajakku ke Bivan, atau Angkak, atau ke tempat indah lainnya untuk sekadar bernyanyi atau bersenandung bersama. Dia sangat menyukai alam terbuka yang jauh dari perkampungan dan memiliki pemandangan yang indah memukau. Kemudian Armein akan menuliskan lagu yang kami buat berdua dan menyanyikannya. Aku senang sekali melihatnya menyanyikan lagu-lagu kami.

"Binar kadang-kadang kesal mendengarku bernyanyi, Kandi! Tapi kamu tidak!" ujarnya suatu kali ketika dia memilih tebing pantai yang terpencil dengan pasir warna jambon tempatnya sejenak "beristirahat" dari keartisannya. Sebelum aku bertanya mengapa, dia sudah langsung menjawabnya sendiri,

"Mungkin karena bagi seorang penyanyi hebat seperti dia, bosan sekali mendengar nyanyian penyanyi lain yang kualitasnya tidak lebih bagus darinya." Armein benar-benar memuja kemampuan bernyanyi Binar. Aku lalu bertanya padanya mengapa dia tidak bosan membuat lagu dan bernyanyi saat bersamaku; bukankah dia juga penyanyi terkenal seperti Binar.

"Berarti aku penyanyi yang tidak sehebat dia…" ujarnya disambung tawa geli yang menular.

Armein sering tidak sadar bahwa aku bisa mendengar apa yang dipikirkannya. Ketika dia menjawab pertanyaanku dan tertawa terbahak, aku mendengarnya memikirkan aku dan momen-momen menyenangkan kami. Dia sempat berpikir apakah aku tidak menyukai kebersaam kamu, dan mengira aku sangat pandai bersandiwara dan menyembunyikan perasaanku.

"Aku berharap kau merasa senang hati seperti aku saat kita menghabiskan waktu berdua, Kandi…Aku merasa jauh lebih baik saat bersamamu…" ujarnya pelan, seperti takut kata-katanya menyinggung perasaanku.

Armein sama sekali tidak berniat untuk merendahkan dirinya sendiri. Sifatnya yang unik membuatnya menikmati hal-hal kecil lebih dari manusia lainnya. Sebuah keberuntungan baginya. Aku tak tahu apakah aku tidak cukup terlihat tulus dan bersungguh-sungguh di depannya sehingga dia meragukan apakah aku bahagia saat bersamanya.

Tetapi aku juga merasa senang hati saat bersamanya. Armein yang periang dan banyak ide, menjadi manusia istimewa yang menyenangkan bagiku. Sedikit banyak, sifat-sifat Armein sangat mirip dengan Langit; selalu mampu menemukan sesuatu yang luar biasa pada benda atau hal sederhana yang ada di sekitar mereka.

Ketika Armein bersama Ray dan Langit, aku merasa kebahagiaanku berganda dan merasakan gelak tawa mereka seperti kenikmatan tak terkira dalam hidupku. Tetapi mungkin aku tanpa sengaja telah banyak membatasai diri saat kami bersama, karena bagaimanapun aku damchi-nya, bukan kekasih hatinya. Aku tidak boleh menjadi kekasih hatinya, sekuat apapun perasaan Armein padaku, atau perasaanku padanya. Armein tidak mengetahui semua itu, tapi aku tahu dan menyadarinya. Ini kutukanku seumur hidup Armein.