Chereads / Hati Yang Melangit / Chapter 21 - Kandi 10

Chapter 21 - Kandi 10

"Masalahmu berakhir, Kandi…" ujar Karambi melihatku punya banyak waktu untuk bersama Ray dan Langit lagi. Berada di tengah mereka, menyanyi untuk mereka, dan bermain menyenangkan hati mereka.

"Mungkinkah? Aku tak akan pernah dihukum atau menerima karma buruk dari kesalahanku ini, Karambi?" tanyaku sambil membelai rambut Langit yang tertidur di dalam pelukanku.

"Armein orang yang baik. Dia tidak ingin bahagia sendiri, dia ingin kau juga merasakan kebahagiaan…" aku membalas dengan ucapan bahwa Armein tidak bahagia sendiri; dia berbahagia bersama Binar. Namun, Karambi benar, Armein sepertinya menyayangiku juga karena mengetahui betapa bahagianya kalau aku tidak harus terus-menerus menemaninya, dan boleh kembali ke Angkak untuk bersama Ray dan Langit.

Ketika Armein mengatakan bahwa andai tak ada keadaan darurat dia tak akan memanggilku selama dua hari penuh, aku pasti langsung tersenyum bahagia, tak tertahankan. Armein pasti melihat itu dan merasakannya. Karena biasanya dia akan bertanya padaku setiap kali melihatku berjaga menungguinya, "Kau senang Kandi? Kau bahagia?" dan aku akan mengangguk. Setelah itu, dia akan membentangkan kedua tangannya dan pikirannya nyaring berteriak, 'kalau kau bahagia, sini, peluk aku!' Tentu saja aku akan langsung menghambur memeluknya karena semua keinginannya adalah perintah yang harus kupatuhi, dan semua orang yang berada di sekitar Armein hanya akan melihat Armein tersenyum bahagia dengan gestur seolah sedang memeluk angin.

Di hari aku terkirim pada Armein, aku sudah bersiap menerima keadaan yang selayaknya menyiksaku karena aku adalah damchi yang berdosa. Sempat terbayang manusia istimewa ke mana aku ditugaskan memiliki banyak kekurangan yang akan menyiksa perasaanku; membuatku sulit kembali ke Angkak, apalagi menyisihkan waktu untuk Ray dan Langit. Mungkin dia memiliki kekurangan fisik yang menuntutku untuk selalu menopang tubuhnya ke mana-mana, hingga tak akan ada waktu untuk diriku sendiri.

Aku membayangkannya berhari-hari dan tidak siap menghadapi kenyataan bahwa aku terkirim kepada seorang lelaki yang sangat istimewa; tidak hanya karena secara fisik dia begitu memesona dan tampan, tetapi juga memiliki hati yang baik dan ceria. Seorang manusia istimewa yang benar-benar sangat istimewa.

Energi cintanya pada Binar begitu mengagumkan. Aku yakin semua orang yang melihatnya seperti aku melihatnya akan merasakan perasaan hebat yang sama hanya dengan berdekatan dengannya. Dia membuat banyak orang jatuh cinta pada penampilannya, tetapi pada saat yang sama, Armein sangat berhati-hati menjaga agar orang-orang tersebut tidak benar-benar jatuh cinta kepadanya.

Suatu kali ketika aku menyelundupkan Armein ke tempat pengambilan gambar Binar di sebuah kota metropolitan yang sibuk, kami terpaksa harus menunggu dengan melayang di ketinggian 30 lantai di luar jendela kamar hotel Binar karena tiba-tiba saja ada petugas kepolisian yang menyisir seluruh kamar karena mereka mendapatkan informasi ada orang yang membawa bom ke hotel itu. Selama 2 menit Armein dalam pelukanku dalam posisi melayang, dan dia sangat menikmatinya. Sambil tertawa-tawa seru dia memuji ketangguhan tubuhku yang mungil menurutnya, tapi mampu membuat tubuh Armein terasa "terbang dengan aman".

"Sebetulnya aku agak takut ketinggian, Kandi…" katanya sambil meringis. Armein memiliki senyum lucu yang khas dan sangat disukai semua penggemarnya; boxy smile. Menurutku itu bukan senyum, tapi meringis. Armein lalu memanfaatkan kesempatan kami berduaan di udara itu untuk mengobrol tentang apa yang kurasakan menjadi "seseorang" yang harus mematuhi apa pun yang diinginkan oleh orang lain.

"Kau tidak merasa terkekang atau diperbudak olehku, Kandi?" tanyanya penasaran.

"Tentu saja tidak. Bagi kami para damchi, menjalankan satu permintaan yang kemudian disyukuri manusia istimewa yang kami layani, berarti energi baru dan waktu yang lebih lama untuk terus hidup."

"Artinya jika aku tak bersyukur atau tidak puas dengan pelayananmu, umurmu akan berkurang, Kandi?"

Aku mengangguk. Dan tanpa berpikir dua kali, Armein langsung menambahkan,

"Kalau begitu aku tak akan pernah tak bersyukur dan tidak puas, Kandi. Aku ingin kau berumur panjang dan terus bersamaku. Aku bahkan akan terus berucap syukur pada Tuhan akan keberadaanmu meskipun kau sedang tidak mengerjakan apa pun untukku, Kandi. Aku sangat menyayangimu!" lalu Armein mengeratkan pelukannya di tubuhku sambil menggosok-gosokan hidungnya di perutku yang tepat berada di depan wajahnya. Lalu kami berdua tertawa senang selama beberapa detik, sampai wajah Armein tiba-tiba menjadi serius;

"Kandi… tapi apakah hatimu senang dan bahagia menjadi damchi dan melayaniku?" tanyanya dengan nada suara sangat serius. Matanya yang bulat besar dan bagus itu menatap tajam kedua bola mataku menuntut aku menjawab dengan lugas pertanyaannya.

"Mengapa penting bagimu aku merasa senang dan bahagia, Armein?"

"Karena Dadaku pernah berkata bahwa saat kita mengambil satu saja kebahagiaan orang lain karena apa yang kita lakukan, barangkali kita nanti harus membayarnya dengan lebih banyak kebahagiaan kita, Kandi…"

Aku tidak ingin mendebatnya. Namun, apa yang dikatakannya itu sepertinya benar-benar diyakininya. Armein mengatakannya dengan sangat bersungguh-sungguh. Aku hanya mengatakan padanya bahwa aku bukan manusia, mungkin hukum alam yang diceritakan kakeknya itu tidak akan berlaku padaku.

Armein mendengarnya dengan mata dipicingkan karena benaknya dipenuhi pertanyaan apakah aku mengatakan itu karena aku memang tidak bahagia dengan pekerjaanku sebagai damchi untuknya. Tak ingin membuatnya galau atau merusak suasana hatinya malam itu, aku juga mengatakan bahwa aku sangat bahagia menjadi damchi-nya, sambil mengelus kepala dan rambut lebatnya. Wajah Armein langsung berubah manis dan bahagia dengan tatapan mata hangat yang mendamaikan perasaanku.

Armein tidak hanya memedulikan perasaanku, tapi dia juga memastikan aku tidak keberatan dengan semua keinginan atau perintahnya. Dia juga bahkan memperhitungkan kebutuhanku untuk bertemu Langit dan Ray, dan menunda keinginannya sendiri hanya untuk memberiku waktu bersama Langit dan Ray.

Armein dengan semua keistimewaannya dan perlakuan baiknya padaku… tidak mungkin seperti inilah hukuman bagiku. Ini bukan hukuman, karena ini membahagiakanku.

*

Dangiye sedang dingin-dinginnya. Kota ini seperti kotak-kotak besi yang selalu beruap di sana sini. Kalau sedang tidak ada acara atau jadwal kerja, udara Dangiye yang seperti ini akan membuat Armein mengurung diri bersama Binar di apartemennya atau di apartemen Binar. Mereka senang sekali makan makanan panas sambil menonton televisi. Namun, malam ini Armein menggunakan nuye-nya untuk memanggilku ketika berada di apartemennya sendirian saja. Aku tak mengira. Belum sempat aku bertanya di mana Binar,

"Kandi, aku membutuhkanmu; untuk memberiku pertimbangan tentang apa yang harus kulakukan…" katanya dengan nada muram. "Di sini?" tanyaku, sambil melihat ke sekeliling ruangan dan langit Dangiye yang kelabu di luar jendela. Armein menggeleng dan membentangkan tangannya seperti seorang anak kecil yang minta digendong ibunya, tapi dengan wajah merengut, tidak tersenyum lucu seperti biasanya. Aku langsung membawanya ke Bivan, karena aku tahu dia senang berada di sana.

"Kandi, Kharisma mengatakan kalau Binar baru saja kehilangan 5 kontrak sekaligus. Gara-gara aku."

Aku tak memahami perkataannya. Kemudian, Armein berjalan ke tepi bukit, melemparkan pandangannya ke cakrawala berkabut di depannya, tak berkata apa-apa. Namun, tentu saja aku mendengar dengan jelas apa yang sedang mengganggu benaknya. Dan Armein juga tahu aku mendengarkan isi kepalanya. Komunikasi tanpa kontak mata ini mungkin tidak akan efektif bagi orang lain, tapi bagi kami berdua ini adalah pembicaraan yang sangat mendalam dan saksama.

Kebebasan Armein bertemu dan berlibur bersama Binar, membuat mereka memiliki kecenderungan baru. Sebelumnya, mereka terbiasa untuk melihat kanan kiri dulu mencari mata kamera; baik yang terlihat langsung maupun yang tersembunyi, sebelum mereka berdua saling berinteraksi. Apa pun bentuk interaksinya, bahkan hanya saling memandangi sekalipun. Mereka tahu, bahwa salah satu konsekuensi menjadi selebriti adalah jangan pernah merasa tidak ada yang melihat mereka dari jauh; bahwa mereka berdua tidak pernah benar-benar sendirian.

Pada kesempatan tertentu ketika mereka disorot banyak kamera dan mata publik, Binar dan Armein terbiasa atau "terlatih" untuk lebih banyak saling mengabaikan, atau pura-pura mengabaikan; dan tidak menuruti perasaan untuk saling menyapa, memandangi, atau bahkan menyentuh. Itu sudah mereka lakukan bertahun-tahun, sehingga menjadi semacam sistem pertahanan diri yang otomatis terbentuk begitu mereka keluar dari ruang privat mereka. Semua itu berubah dalam dua bulan terakhir ini, sejak aku terkirim pada Armein, atau tepatnya sejak Armein—melalui aku, bisa dengan bebas berada di tempat mana pun di mana Binar berada, mencuri waktu untuk berkencan, atau bahkan "melarikan diri" dari rutinitas menjaga image selebriti mereka selama 2-3 hari.

Apa yang Armein nikmati sebagai "kemerdekaan hakiki" itu membuat mereka berdua jadi lengah. Mereka diserang penyakit "kadang-kadang lupa" yang membuat "sistem pertahanan diri mereka rusak." Mereka jadi sering lupa bahwa kamera yang mengintai ada di mana-mana. Ketika aku menjaga kebersamaan mereka berdua, aku bisa memperingatkan Armein jika ada kamera tersembunyi atau mata kamera yang sengaja menunggu kelemahan Armein dan Binar.

Tapi ketika aku bersama Ray dan Langit, tidak ada yang memperingatkan Armein, mereka lalu terlupa untuk memasang sistem pertahanan mereka setiap waktu... dan kini media-media memajang foto dan video kedekatan mereka. Foto Armein mengelus rambut Binar, Binar menggenggam tangan Armein, pelukan super singkat mereka ketika berada di tengah pesta, video singkat yang fokus pada wajah Armein yang berbinar bahagia saat Binar menatapnya penuh cinta ketika mereka "berpura-pura" berpamitan di depan publik, padahal mereka sedang berbunga-bunga karena akan segera "rendesvous."