"Apa yang kau cemaskan?" tanyaku. Armein berbalik memandangiku,
"Kandi, ada banyak orang di luar sana yang tak ingin melihat aku atau Binar menjadi sepasang kekasih... karena itu jauh berbeda dengan apa yang mereka yakini... karena itu salah dan dosa menurut mereka.... meskipun itu sama sekali bukan urusan mereka..." lirih dan terbata-bata Armein mencoba menjelaskan keadaannya padaku.
"Tidakkah mereka akan ikut bahagia kalau kau bahagia? Atau penggemar Binar ikut bahagia kalau kalian bahagia?" heranku. Armein tersenyum mendengar responsku.
"Kandi…" dia tak melanjutkan ucapannya. Tapi pikirannya menjerit, "tidak semua orang berpikir sepertimu, Kandi." Aku tidak memahami apa yang dikatakannya, bahkan ketika tiba-tiba saja air mata mengalir di wajah Armein tanpa ada pikiran apa pun di kepalanya yang bisa kupahami.
Dua jam berikutnya tak ada sepatah kata pun yang keluar dari kami berdua. Armein berdiri mematung, aku berdiri tak jauh darinya, mengawasi. Pembicaraan yang terjadi satu arah; aku mendengar semua yang berkecamuk di kepala Armein, yang tentu saja sengaja dia pikirkan agar aku mendengarnya dengan jelas, tanpa harus mendengar respons-responsku.
Armein sepertinya juga tidak membutuhkan respons apa pun dariku. Dia hanya ingin aku mendengarkan apa yang ada di pikirannya saja. Armein sendiri tak memahami apa yang terjadi dengan dirinya dan Binar. Menurutnya, perasaan cinta yang muncul di antara mereka tak tertahankan. Muncul dan tumbuh begitu saja... meskipun dia dan Binar mencemaskan konsekuensinya, tapi raga dan jiwa mereka merespons perasaan itu tanpa bisa dicegah otak dan manajer mereka.
Kalau apa yang mereka alami terjadi pada orang awam biasa dan bukan bintang pop atau selebriti kelas dunia seperti mereka, mungkin tidak akan ada konsekuensi apa pun. Mereka berdua dibesarkan di tengah keluarga yang tak meyakini adanya cinta sesama jenis, dan di tengah lingkungan masyarakat yang menganggap perasaan yang mereka miliki ini sejenis pengaruh setan atau iblis yang menghuni hati dan kepala mereka. Semacam orang kesurupan atau lebih hina dari itu.
Perasaan yang menurut Armein sangat suci dan berharga itu tak lebih dari api neraka yang menyelimuti tubuh mereka. Bayangan api neraka itu akan menakutkan orang-orang sekitar mereka karena "terlihat jelas di tubuh mereka" jika mereka berani-berani mengakuinya. Orang-orang tak akan lagi melihat semua prestasi dan kebaikan apa pun dari sosok mereka, selain api neraka yang berkobar-kobar di tubuh mereka.
Kalau hanya mereka saja yang dijauhi dan disikapi sebagai makhluk sehina iblis, mungkin tidak akan terlalu menyakitkan menurut pikiran Armein. Karena mereka bisa bersikap masa bodoh dan tak peduli. Namun, jika keluarga dekat yang mereka sayangi ikut dijauhi dan dianggap makhluk-makhluk menjijikkan hanya karena memiliki hubungan darah dengan mereka yang gay, itu yang teramat sangat menyakitkan bagi Armein. Meski kemudian di dalam hatinya dia meyakini kalau papa dan mamanya akan lebih mengutamakan kebahagiaannya dibandingkan gunjingan orang lain di sekitar mereka.
Pernah suatu kali orang-orang di desa mereka menggunjingkan papanya yang tampan dan sering tidak pulang karena bekerja jauh di kota. Mereka mengira Papa Armein menikah lagi di kota dan Mama tak tahu apa-apa tentang itu. Gosip itu tidak mengubah rencana Papa untuk membawa Mama dan Carra setelah Papa memiliki rumah kecil di kota, bertahun-tahun setelah gosip itu akhirnya padam sendiri. Padahal banyak orang mengira Papa dan Mamanya akan merasa kegerahan oleh gosip itu dan mempercepat kepindahan mereka ke kota. Tapi tidak. Tidak terjadi seperti yang dibayangkan orang lain di desa mereka.
Namun kemudian, terpikir oleh Armein keluarganya tidak sama dengan keluarga Binar. Keluarga Armein berasal dari dusun petani yang tidak begitu mengikuti tren gosip, atau menganggap gosip tidak lebih penting dari kebersamaan dan ikatan kekeluargaan mereka. Jelas berbeda dengan keluarga Binar yang sudah tinggal di kota besar sejak beberapa generasi sebelumnya. Kultur mereka membiarkan gosip dan segala produknya menghuni keseharian mereka.
Di masa-masa awal perkenalannya dengan Binar, Armein ingat betapa pilihan produk yang akan diiklankan Binar pun melalui kurasi ibundanya. Termasuk ketika Binar tidak mendapatkan restu sang ibu saat mendapatkan peran antagonis di sebuah film layar perak. Tetap dianggap atau terlihat sebagai orang baik-baik tanpa cela dan terhormat karena berlimpah kekayaan menjadi sesuatu yang penting bagi keluarga Binar.
Armein memalingkan wajahnya ke arahku. Benaknya bertanya, apakah aku pernah berada dalam kondisi sefrustrasi itu dan merasa tidak menemukan jalan keluar.
Kalau memang mencintai sesama jenis adalah dosa besar seorang manusia pada Tuhannya, mengapa Tuhan Sang Maha Pencinta ini membiarkan dirinya dan Binar saling mencintai sebesar ini? Apakah ini yang terjadi ketika Tuhan membiarkan seorang manusia membunuh manusia lain, atau menyakiti makhluk-Nya yang lain?
Apakah ini yang terjadi sebagai takdir bahwa dirinya dan Binar akan menjadi penghuni neraka hanya karena mereka tidak sanggup membunuh perasaan cinta mereka? Namun, semua itu tidak menjadi beban pikiran utama Armein saat ini, dia lebih memikirkan apa yang terjadi pada Binar; apa yang Binar pikir dan rasakan saat ini.
Lalu, tentang keraguannya pada Binar, apakah Binar mampu menghadapi serangan pers kepadanya ketika harus mengklarifikasi opini publik yang terbentuk dari foto-foto dan video itu. Apakah dia akan baik-baik saja dengan opini publik yang terbentuk, bahwa dia gay… Bisakah Binar juga bersikap masa bodoh seperti dirinya setelah berbelas tahun menampakkan diri sebagai sosok artis idaman yang saleh? Menanggapi reaksi publik yang terkejut karena terbiasa melihatnya berbalut "cahaya surga", pasti bukan sesuatu yang mudah bagi Binar; meskipun acting skill-nya mendunia, Armein yakin kekasihnya tidak akan mampu berpura-pura tidak terusik… Kalaupun dia mencobanya, mungkin tidak untuk waktu yang lama. Tiba-tiba saja Armein merasa dadanya sesak oleh kemarahan dan frustrasi.
Armein sendiri bisa dengan mudah menghindari wartawan atau paparazi dengan berpindah tempat bersamaku, tapi Binar? Bagaimana dia bisa melarikan diri dari semua orang di sekitarnya yang pasti sangat penasaran dengan kebenarannya. Kecuali Kharisma tentu saja. Manajer hebat itu pasti sekarang sedang sibuk membuat pengalihan isu atau merumuskan berbagai propaganda dan alasan untuk semua pertanyaan pers kepadanya. Ia akan mulai memunculkan foto-foto candid lucu Binar atau video behind the scene-ku yang memancing penggemarku membuka dan mengunduhnya. Rieska yang juga pasti sibuk menjawab dan berdiplomasi pada semua orang yang merasa membutuhkan kebenaran isu tersebut tentang aku.
Perempuan pintar itu, menurut Armein akan melakukannya sambil berlinangan air mata kalut dan panik. Ia akan melakukannya dengan sangat emosional karena Armein sudah berhasil membuatnya merasa bahwa Armein tidak hanya bos yang memberinya pekerjaan, tetapi juga dewanya. Itu yang dikatakan Kharisma padanya untuk menyebut bahwa Rieska memujanya. Konon, asisten pribadi Armein ini awalnya adalah seorang penggemar fanatiknya yang melakukan segala cara dan daya untuk bisa bekerja di kantor manajemennya. Sehingga, ketika Kharisma akhirnya merekomendasikan dia untuk menjadi asisten pribadi Armein, gadis ini merasa mimpinya menjadi kenyataan.
Ia tidak hanya memuja Armein, diam-diam mencintai dengan sepenuh jiwa dan raganya, ia juga menjaga kepercayaan Armein dengan nyawanya. Menurut Armein, Rieska sudah tahu bahwa dirinya sangat mencintai Binar meski Armein tidak pernah secara verbal mengatakan atau mengakuinya kepada asisten pribadinya itu. Dia pasti sudah menyimpulkan sendiri dari apa yang disaksikannya sehari-hari.
Dan kemunculan rumor gay dirinya tidak akan melukai perasaan Rieska. Gadis itu memujanya tanpa batas, menurut Kharisma. Bahkan jika Armein melakukan kejahatan pun, mungkin Rieska akan tetap membelanya. Ia akan terganggu emosinya karena besarnya empati dan rasa sayangnya pada bosnya; ia akan merasa khawatir Armeinlah yang akan sangat kalut oleh semua pemberitaan gosip itu, dan ia mencemaskan kesedihan yang akan dirasakan Armein.
Itu yang dipikirkan Armein dengan sangat yakin. Karena itu, tak sedikit pun Armein mencemaskan respons manajemennya kepada publik atau wartawan; Rieska dan Kharisma akan membela dan menjaga martabatnya; hanya Binar dan keluarganya yang dia khawatirkan.
Armein berpikir, betapa dia juga harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang pasti bermunculan dari keluarganya; papa, mama, dan Carra, adik perempuannya. Mereka pasti akan menghujaninya dengan pertanyaan. Pasti! Mereka tidak bisa diabaikan seperti dia bisa dengan mudah mengabaikan wartawan-wartawan itu. Lalu ada Hanun yang akan merasa mendapatkan jawaban yang paling tepat atas semua perilaku Armein yang tidak menanggapi kesungguhan cintanya.
Armein berpikir, mungkin Hanun justru akan merasa senang karena mendapatkan kepastian mengapa Armein tidak pernah bisa membalas cintanya. Bahkan ia bisa saja merasa puas karena dendam sakit hatinya secara tidak langsung "terbalaskan" lewat gunjingan hebat ini. Lalu bagaimana dengan label-label yang sudah mengontraknya? Apakah mereka juga akan membatalkan kontrak secara sepihak seperti kepada Binar hanya karena dia gay. Ah, tetapi tentu saja lima perusahaan besar itu membatalkan kontrak mereka dengan Binar karena mereka menjual simbol-simbol keagamaan lewat citra Binar, dan akan sangat memalukan jika brand ambassador mereka ternyata seorang gay.