Wajah cukup panik itu tentu saja membuat Frans tidak bisa menghindari percakapan sang mami di video call.
Berbagi pemikiran sudah diusahakan, akan tetapi baru sepintas membuat maminya merespon tidak-tidak.
(Percakapan di video call)
Mami : Frans, mami itu bicara sama kamu. Kenapa kamu malah bengong? Jangan-jangan benar, ya kalau kamu sedang memuaskan hasrat. Iya? Jawab!
Frans : Iya, iya
Mami : Kamu tahu, kalau kamu melakukan itu lagi kamu tahu apa resikonya
Percakapan di video call pun berhenti. Mami Frans cukup marah dengan anaknya, tetapi sementara bagi laki-laki itu dirasa sangat lega.
Menghadapi hasrat yang cukup begitu meningkat semakin membuat Frans ingin melakukan sebuah hubungan badan.
Dia pun teringat bahwa ada seorang wanita yang cantik jelita di rumahnya, badan jauh lebih BOHAI membuat cukup segera bertindak.
Semua yang berpikir telah mendapatkan apa dimau justru seketika Frans memperoleh panggilan dari sang papi.
'Clunting'
Papi : Frans, papi harap kamu segera mengerjakan proyek yang baru papi tinggal
Frans : Lah, ini itu sudah malam. Lagian juga ada bawahan, kenapa enggak suruh bawahan saja sih?
Papi : Frans! Memang papi kamu ini sultan di sini, tetapi ada baiknya kamu tidak seenaknya
Frans : Selalu saja begitu, Frans itu capek kerja seharian. Entahlah
Papi : Kalau kamu tidak melakukan, ya jangan harap kalau kamu mendapat bagian dan terima resikonya
"Brengsek, semuanya telah mengancam! Mereka seenaknya saja menyuruh tanpa tahu perasaan, dasar orang tua tidak bermutu."
Kekesalan yang muncul itu telah membuat Frans masuk ke dalam kamar untuk bersiap ke kantor malam-malam tetap dilakukan.
Hatinya sebal namun semakin meningkat ketika sang istri justru meminta waktu untuk berdua.
"Mas, kamu sudah cukup lama tidak bersama denganku. Malam ini kita melakukannya, ya aku mau mencoba."
"Tidak, aku mau melembur lagi di kantor."
"Malam-malam begini, apa tidak sebaiknya pagi saja?"
"Ngerti apa kamu tentang pekerjaan sultan? Makan itu perawan sendiri!"
Membanting pintu dan meninggalkan kamar membuat Frans bersikap tak acuh pada apapun juga.
Baru juga masuk ke dalam mobil dan hendak menyetir. "Kampret, kampret. Kenapa malah mobil enggak ada bensin gini? Aduh...."
Sekejap kekesalan apa yang ada tak membuatkan sebentar. Frans berusaha menghubungi sekretarisnya untuk menjemput dan diminta menemani melembur justru lowbat.
Murka, ponsel dibanting. "Kang, akang kenapa?" Datang Nia disaat tidak pas.
"Bisa tidak enggak usah banyak nanya? Saya itu baru pusing, mobil habis bahan bakar mana aku enggak bisa naik motor lagi."
Tanpa bicara panjang telah membuat Nia dengan inisiatifnya membuka garasi. Dia yang menawari bisa mengantarkan membuat Frans berpikir terlebih dahulu.
"Mari saya antar, kang. Ya dulu di desa, Nia mengantar barang-barang menggunakan motor. Jadi, mari Nia antar akang."
"Ini beneran?"
"Ya beneran atuh akang, sok."
"(Ini beneran aku dibonceng cewek?)"
"Kang, udah enggak usah lama-lama."
Tidak bisa dipikir terlalu lama telah membuat Frans menyegerakan untuk melaju.
Bulu kudu merinding dan yang ada hasrat tiba saja muncul. Badan sedikit panas dingin bahkan tangannya berusaha menggerayah ke depan.
"Ini kita langsung ke kantorkan, kang?"
"Ehh, iya."
"Akang kenapa? Sepertinya beban banyak sekali."
"Nanti saja saya cerita, sekarang kamu fokus dulu saja. Ya takutnya salah fokus entar."
Jantung Frans berdegup hebat. Dia yang berusaha menahan hasrat kuatnya tentu malah membuat motor dikenadari dengan Nia justru bergoyang.
Kesulitan akan membuang hasrat membuat Frans tiba saja memberanikan diri untuk meminta cepat-cepat sampai.
"Buruan dikit bisa enggak? Ya saya tidak mau nanti semakin larut malam."
"Iya kang, sabar."
Motor mengebut cukup kencang dan itu adalah kesempatan Frans.
Tangan menggerayah di bawah paha Nia, perempuan bersamanya sama sekali tak sadar dan bahkan laki-laki itu pun merasa cukup terenakkan lalu menurunkan resleting.
Satu tangan memegang batang miliknya dipercepat sesuatu yang dirasa untuk memuaskan hasrat barulah berhasil keluar cairan kental itu.
'Zeeeeeet.'
Bunyi ban motor yang telah berhenti membuat Frans turun dan segera membersihkan sisa-sisa cairan kental.
"(Huh syukurlah dia sama sekali tidak melihatnya, tapi ada baiknya Nia aku ajak sekalian.)"
"Sudah sampai, kang. Saya tunggu saja di sini."
"Eh jangan, lebih baik kamu tunggu di dalam. Ya enggak baik anak gadis di luar, sendirian lagi."
"Tapi, kang?"
"Sudah ikut saja, lagian juga enggak baik buat kamu."
Tak ada sebuah usaha lain bagi Frans. Dirinya yang mendesak itu pun telah berhasil meyakinkan saudara ipar.
Masuk ke dalam ruangan kantor, Frans pun bertemu dengan satpam penjaga dan meminta untuk memberi tunjuk ke arah yang ia suka.
"Tolong antarkan saudara ipar saya ke arah pantry."
"Baik, pak. Bapak mau melembur malam ini?"
"Tidak usah banyak tanya, antarkan Nia ke pantry."
Mengambil akan segera mengerjakan tugas membuat Frans mempercepat membuka laptop.
Dibukanya perangkat itu dan e-mail malah menjadikan Frans terkejut.
Tugas sama sekali tidak ada, Frans bingung disaat file hanya lembaran kosong.
"Ini aku di prank papi atau kena virus filenya?"
Bingung akan semuanya membuat Frans menghubungi papi, tapi malah seketika Nia datang justru berubah.
"Maaf kang, maaf kalau neng asal masuk saja tanpa ketuk pintu."
"Iya enggak papa, sudah minumnya?"
"Sudah, ini sekalian neng buatkan kopi buat teman lembur akang. Ya katanya satpam tadi akang itu suka kopi beginian."
"Iya. (Lebih baik aku ambil kesempatan ini.)"
Niat hati begitu ingin mengambil kesempatan malah justru Frans dihubungi papinya.
"Kamu jangan bicara dulu ya? Papi aku sedang telepon, ya takutnya papi mengira yang bukan-bukan."
"Iya, kang."
Mendapat akan panggilan itu telah membuat Frans makin kesal. Dia yang ternyata tidak dikerjain justru memperoleh dua file sekaligus.
"Gimana, pi? Masak iya aku lembur sampai pagi, belum juga paginya kerja lagi. Apa enggak ada kesempatan dulu? Ya udah deh aku kerjakan."
Menutup telpon dan duduk di kursi empuk membuat Frans hanya geleng-geleng kepala.
Dipikirnya hanya satu tugas, akan tetapi ia sendiri menerima lebih dari apa yang dipikirkan.
"Gila, gila. Lembur setahuku cuman satu, tetapi ini yang ada dua. Sumpah resek banget yang nyuruh."
"Akang, akang seharusnya bersyukur punya kerjaan. Nia yang tamatan SMA saja belum memiliki pekerjaan."
"Iya, eh tapi kamu tunggu saya di situ."
Frans menunjuk ke arah sofa dan mengharapkan bisa mengambil kesempatan.
"Di sofa itu, kang?"
"Iya benar, kamu tunggu saja dulu di situ."
"Ya bisa saja, tapi tidak mengganggu akang?"
"Tidak, ya lebih baik dan tentunya kamu juga terlindungi. (Terlindungi sih terlindungi, tapi jika mengenai kegadisanmu itu hanya aku yang memilikinya seorang saja. Ha ha ha ha.)"