Berada dalam kantor dan mengerjakan sebuah tugas yang mendadak dibuatkan cukup kesal sejatinya.
Namun kekesalan Frans sama sekali tak berarti lagi jika ada sorang gadis menemani di sisinya.
Saudara ipar yang telah duduk di sofa sesekali ia lihat ketika sedang mengetik di atas tuts keyboard membuat pikiran yang tdiak-tidak.
Pemilik hasrat tertinggi yang juga cukup kuat membuat Frans sedikit-sedikit ingin segera menyelesaikannya.
"(Entah apa yang mami sama papi lakukan sampai aku memiliki hasrat cukup kuat seperti ini. Ya sedikit saja melihat gadis langsung batang milikku seakan mengajak berdansa.)"
Berbicara dalam hati dengan pengharapan tugas segera selesai malah justru dibuatkan cukup rumit semakin lama.
Terbiasa dengan pertolongan sang sekretaris malah membuat Frans bingung dan tidak tahu bagaimana menindak lanjutinya.
"Ini gimana ya? Perasaan sudah aku atur, tapi kenapa malah enggak rapi begini."
Frans yang kebingungan itu membuat Nia berdiri dari sofanya. Dengan bekal sepengetahuan apa adanya memberikan sebuah pertanyaan kecil yang kemungkinan bisa membantu.
"Akang, akang bingung apa? Ya setidaknya bisa neng Nia bantu."
"Ini coba lihat, sini dekatan dari situ enggak lihat."
Semakin mendekatnya gadis itu semakin terangsang pula Frans di dekatnya.
Aroma wewangian yang cukup elegan dan kulit lebih mulus dari istri membuat dia semakin jelalatan.
Mata yang tidak fokus akan pekerjaan malah teralih pada gundukan kembar.
Lidahnya dikecap-kecap dan seketika tangan Nia memberikan petunjuk di atas mouse. Frans dengan sigap menopang di atasnya dan memperlirih suaranya lagi.
"Oh begitu, kok kamu bisa tahu begini?"
"Iya dulu sempat ada di pelajaran sekolah jadi masih ingat."
"Duh, duh, duhhh... Benar-benar gadis sempurna kamu, sudah cantik, pintar, dan buat semua orang takjub."
"Akang terlalu berlebihan, sudah dilanjut pekerjaannya."
Tangan sudah dilepaskan namun Frans justru merasa tubuhnya gerah.
Kancing atas bajunya yang sengaja dibuka mengharapkan apabila saudara iparnya terpancing.
"(Aku harap gadis itu masih waras, ya bukan tidak mungkin sebelum aku menikmatinya malah justru aku dinikmati. Ha ha ha.)"
Khayalan pria yang sedang bekerja itu sangat salah dan bahkan ia sudah selesai mengerjakan justru ditinggal terlelap.
Namun siapa sangka bahwa lelapnya Nia sangat begitu ingin tidak segera diperlangsungkan hasrat Frans.
Resleting celana yang sudah diturunkan, badan yang sedikit menunduk dengan posisi wajah hendak menyentuh pipi Nia malah justru berujung menyebalkan.
'Tok, tok, tok.'
Terdengar sebuah suara ketukkan pintu telah membangunkan Nia.
Laki-laki penuh akan nafsu seketika membusungkan badan dan berusaha meraih benda lain.
Demi mengalihkan kondisi apa yang ada, Frans dibuat cukup kesal dan ingin rasanya menghabisi orang yang menggangu momen itu.
"Ada apa?"
"Maaf pak, saya hanya memberitahu jika ibu Hana telah mencari bapak di bawah."
Melihat waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi. Frans teringat jika jam penting itu pasti istrinya sudah bangun.
"Ya ya, ini juga aku sudah selesai."
Nia bingung jika dia bersama Frans akan menimbulkan pertanyaan dan belum juga perempuan itu pergi seketika Hana datang.
"Mas, loh kok ada kamu Nia?"
"Sudah tidak usah salah paham, sekarang kita pulang dulu baru aku jelaskan. Ingat baik-baik, jangan salah paham dan jangan ribut."
Mereka bertiga pun keluar dari kantor. Sang istri yang menanti penjelasan itu pun telah menangih apa jawaban Frans.
"Sekarang mas jelaskan, kenapa mas Frans pergi tidak bilang sama aku dan kenapa ada Nia di kantor sama ams juga?"
"Oke aku jelaskan. Tadi itu aku dapat proyek tiba-tiba dan semua sudah aku hubungi tetapi tidak ada satu pun karyawan maupun lainnya membalas, ya papi paksa aku untuk segera mengerjakan dan malah kebetulan mobil habis bensin. Aku tidak mungkin menunggu taxi lewat yang tentunya semakin lama, jadi Nia menawari aku naik motor. Ya kamu tahu sendiri jika aku tidak bisa naik motor."
Penjelasan yang cukup panjang membuat istrinya hanya tersenyum.
Hana yang telah meminta maaf tentunya mengharapkan jika kejadian itu tidak terulang lagi.
"Iya, tapi lain waktu jangan begini ya? Kamu juga Nia, kamu masih gadis dan tidak baik keluar malam."
"Tahu apa kamu menjaga keperawanan? Sudah aku capek, mau segera pulang."
Dihadapkan untuk pulang malah seketika Frans bingung sendiri.
"Tunggu, bagaimana kamu bisa sampai ke kantorku? Sedangkan, mobilnya habis bensin dan motor aku pakai?"
"Iya, mas. Aku sangat panik mas di mana, ya aku mau tidak mau jalan kaki menuju ke sini."
"Bodoh, kenapa kamu melakukan ini? Terus sekarang gimana pulangnya?"
Motor hanya bisa digunakan dua orang, sedangkan tiga orang kali ini berdiri di dekatnya.
Harus kembali dikorbankan salah satu diantara mereka untuk jalan kaki.
"Nahkan, ini itu gara-gara kamu yang cepat mengambil keputusan. Sekarang lihat, motor cuman muat dua orang. Terus begini siapa yang repot?"
Kedua perempuan terdiam. Frans sangat kesal terus saja mengomel dan menyalahkan istri akan apa yang dilakukan.
Tidak ada diantara mereka untuk berkutik. Frans yang akhirnya telah menetapkan sebuah keputusan.
"Sumpah kalau ini tidak di kantor sudah aku buat semuanya jadi ribut." Dengan menunjuk sang istri. "Semua ini gara-gara kamu, jadi kamu jalan kaki lagi!" Sambung Frans.
Sang istri hanya menghela nafas dan mengucapkan maaf berulang kali akan apa ia lakukan.
Tapi dengan hadirnya keegoisan yang mengalahkan segalanya, Frans tetap memilih sang istri berjalan kaki sementara dia dan saudara ipar menaiki motor.
"Mas Frans, yakin akan ini? Aku tahu aku salah mas, aku minta maaf jika aku melakukan ini. Ya karena aku benar-benar cemas dan tidak ada hal lain selain kecemasan dipikiran aku."
Keputusan sudah bulat dan tidak bisa diubah oleh Frans.
Ditinggalkanlah istri yang sedang jalan kaki, Nia yang juga tidak bisa melakukan apa-apa hanya mengikuti arahan Frans.
"Sekarang kita jalan Nia, ya ini peringatan buat kamu nanti jika memiliki suami. Jangan berperilaku bodoh dan hasilnya akan menjadi cemooh."
Motor berjalan dan seketika istri justru menangis, tetapi sikap tak acuh Frans yang cukup tinggi hanya memikirkan dia sendiri.
"Oh ya Nia, hari ini aku cukup lelah karena bekerja. Selepas ini aku minta tolong bisa?"
"Apa itu, kang Frans?"
"Buatkan aku sarapan ya? Ya habis itu nanti kamu, emm aku kasih persen deh."
"Tapi kan ada teh Hana, ya bukannya menolak. Namun ada sebaiknya istri yang melayani suami."
"Sudah, presepsi itu sangat salah dan tentu saja siapa saja bisa membantu maupun melayani siapapun. Ya kalau kamu tidak mau ya sudah tidak apa-apa kok, tapi tawaran ini bisa saja aku rubah kapanpun yang aku mau dan tentunya berbeda-beda."