***
POV Madinah Almayra
Kini Mae sedang berada di perjalanan menuju kampung halamannya. Di kereta air matanya tak henti- hentinya terus menetes membuat penumpang kereta lainnya melihat Mae merasa sedih dan juga ikut iba melihatnya. Mae merasa sangat bersalah dan berfikir bahwa bapaknya sakit karena dirinya.
"Kamu kenapa nak, ibu perhatikan dari naik kereta hingga sekarang tak henti-hentinya meneteskan air mata," tanya seorang ibu kepada Mae.
Ibu tersebut kini duduk disebelah Mae yang kebetulan kursi tersebut memang kosong. Mae kini menceritakan penyebab mengapa ia menangis terus hingga sesegukan beberapa kali.
"Tak baik nak menyalahkan diri seperti itu, ini adalah ujian dari Allah SWT. Sebaiknya nak Mae berdoa agar Allah memberikan ketabahan, kesabaran, dan juga semoga penyakit bapak Mae diangkat oleh Allah SWT.," Jelas ibu Dewi seseorang yang menghampiri Mae di kereta.
"Aamiin ya rabbal aalamiin," jawab Mae.
Setelah diberi nasihat untuk tidak menyalahkan diri sendiri oleh Ibu Dewi, Mae mulai terlelap.
" Gadis cantik, pasti dia sangat kelelahan karena menangis," kata Ibu Dewi sembari memakaikan jaket kepada tubuh Mae agar tidak kedinginan selama perjalanan.
Beberapa menit kemudian, Mae terbangun dari tidurnya. Dilihatnya kiri kanan, ia mencari sosok ibu Dewi yang begitu peduli dengannya. Namun sosok tersebut tidak ada disampingnya lagi.
Mae mengarahkan pandangan kedepan dari arah toilet, dan ia melihat sosok yang ia cari. Ternyata ibu Dewi tidak ada karena dari toilet. Mae merasa senang karena keberadaan ibu Dewi.
"Mae pikir Ibu kemana," ucap Mae sembari melemparkan senyum kepada Ibu Dewi.
"Iya nak, ibu hanya dari toilet," jawab Ibu Dewi.
Seorang petugas kereta api menghampiri Mae dan Ibu Dewi. Petugas tersebut menawarkan segelas kopi atau teh kepada Mae dan Ibu Dewi untuk dinikmatinya selama perjalanan karena cuaca malam begitu dingin.
"Silahkan, kopi atau tehnya Bu," ucap Petugas kereta api.
Ibu Dewi mengambil dua gelas teh, kemudian diberikannya segelas kepada Mae. Kini mereka sedang menikmati teh tersebut. Mae dan Ibu Dewi kembali bercerita bersama, beberapa kali saling tertawa bersama.
***
POV Baim Devandra Widyanto
Baim bergegas menuju basemant untuk mengambi mobil miliknya. Diperjalanan menuju basemant, Baim beberapa kali disapa oleh karyawannya.
"Selamat malam Pak," sapa seorang karyawan sembari melemparkan senyumnya kepada Baim.
Baim hanya mengangguk dan berlalu menuju parkiran. Ketika hendak masuk ke lift, seorang karyawan juga berlari menuju lift yang sama untuk dituju oleh Baim. Ternyata perempuan tersebut tak lain adalah sekretarisnya sendiri Syifa Nadia Putri.
"ngapain sih nih cewek," celutuk Baim dalam hati.
Didalam lift hanya ada Baim dan Syifa sekretarisnya itu. Baim sangat merasa risih melihat tingkah laku sekretarisnya.
"Pak Baim, kok Syifa gerah banget yah," ucap Syifa kemudian melepaskan blezer yang dikenakannya.
Kini, Syifa hanya mengenakan tank top berwarna senada dengan kulitnya. Syifa memang selalu mengenakan pakaian minim kain sehingga mata laki-laki nakal dan tak menjaga pandangannya sangat menikmati pemandangan setiap saat bertemu Syifa.
Mendengar perkataan Syifa, Baim hanya cuek dan buang muka terhadap yang dilakukan oleh Syifa. Tak hanya sampai situ, Syifa mulai berulah dengan mengatakan bahwa ia merasa sangat pusing sehingga rasanya ingin pingsan.
"Aduh, Pak Baim kepala Syifa sakit sekali," ucap Syifa dan mulai memegang tangan Baim.
Mendengar keluhan dari Syifa, Baim mulai merasa iba dan mulai panik karena tingkah Syifa yang sudah mulai ingin terjatuh.
"Hahhhh, kena looo Pak. Emang enak gue kerjain. Abisnya gitu banget sih sama Syifa," Batin Syifa.
Kini Syifa merasa menang karena dengan caranya kali ini, ia mampu diperhatikan oleh Bosnya itu Baim Devandra Widyanto.
"Kamu masih kuatkan?," Tanya Baim kepada Syifa sambil membopongnya menuju basemant.
Belum menjawab pertanyaan dari Baim, Syifa sudah pingsan dan terjatuh kedalam pelukan Baim. Saat itu, Baim benar-benar merasa sial, kesialannya bertambah ketika para karyawan hanya melihat dan enggan untuk menolongnya.
Baim merasa sangat frustasi karena ia bingung harus melakukan apa dan mengantarkan Syifa kemana.
"Gue harus nelpon Angga, pasti Angga tahu alamat cewe ini," ucap Baim.
Baim kini menelpon Angga, tapi hanya suara layanan operator yang terdengar, "nomor yang anda tuju sedang tidak aktif."
Kini kepanikan Baim bertambah karena handphone Angga tidak aktif. Akhirnya Baim berfikir untuk membawa sekretarisnya itu ke apartemennya. Baim membopong tubuh menuju mobil dan dikenakannya seat belt pada Syifa.
Kini mereka tiba di apartemen milik Baim.. Baim menggendong Syifa dan dibaringkannya di kasur kamar tamu yang tersedia di apartemen tersebut. Belum terlepas sempurna dari gendongan Baim, namun tiba-tiba Syifa terbangun. Melihat kejadian itu, Baim kaget dan merasa bingung melihat tingkah laku sekretarisnya.
Tangan Syifa masih melingkar sempurna pada leher Baim. Syifa enggan untuk melepaskan meskipun Baim sudah mencoba untuk melepaskannya.
"Lepasin nggak!!!," Ucap Baim dengan nada tinggi hingga akhirnya Syifa melepaskan tangannya pada Baim.
Setelah kejadian itu, Baim kembali memberi arahan pada Syifa ketika ia membutuhkan toilet dan saat ia ingin makan ataupun minum.
"Disitu ada toilet, di kulkas ada makanan siap saji. Loe ambil aja kalau lo lapar," jelas Baim.
"Setelah lo enakan, gue bakal antar lo balik," tambah Baim.
Kini Baim berjalan keluar kamar, namun Syifa tiba-tiba saja langsung memeluknya dari belakang. Hal itu membuat Baim terdiam terhadap tindakan sekretarisnya itu.
"Baim, gue tuh suka sama lo. Sejak pertama gue lihat lo, gue udah jatuh hati sama lo," ucap Syifa.
"Loo minta apa aja sama gue, pasti gue berikan. Termasuk tubuh gue kalau lo mau bukti," tambah Syifa sembari menggerakkan jarinya untuk membuat kancing kemeja milik Baim.
Baim dan Syifa tepat berada didepannya dan begitu juga dengan kemeja milik Baim. Kemejanya kini terbuka sempurna hingga Syifa dapat melihat dengan sempurna perut sixpack milik Baim.
Syifa mulai menghirup aroma tubuh Baim, dan berusaha menanggalkan kemeja Baim. Kali ini tidak ada respon dari Baim. Ia hanya pasrah dan bengong pada kelakuan sekretarisnya itu.
Baju Baim sudah tidak lagi pada tempatnya, Syifa mulai menggelantungkan kedua tangannya pada leher Baim. Dihirup dan dicium leher hingga dada Baim membuat Syifa semakin ingin menikmati apa yang selama ini ia idam-idamkan.
"Aku akan membuatmu serasa di surga Baim," bisik Syifa pada telinga Baim.
Tak hanya sampai disitu, Syifa mendorong tubuh Baim hingga tertidur diatas kasur. Syifa mulai mengecup bibir Baim hingga ingin melumatnya, namun tidak ada respon apapun dari Baim.
Tapi ketika Syifa mulai jengkel karena Baim tidak membalasnya, akhirnya sekretarisnya itu mulai ingin membuka ikat pinggang Baim , Baim langsung tersadar dan menepis tangan Syifa.
"Astagfirullah, lo apaan sih," ucap Baim dan langsung berjalan keluar kamar. Tak hanya keluar kamar, Baim juga mengunci kamar dari luar sehingga Syifa tak bisa berjalan kemana-mana termasuk ketika ingin masuk ke kamar ataupun melakukan hal kurang ajar.
Baim masuk kamar dan langsung menuju ke toilet. Dibasuh seluruh badannya dengan air. Ia merasa jijik dengan dirinya akibat perlakuan sekretarisnya itu.
"Gilaaa tuh cewek. Sakit tuh orang," ketus Baim.