Chereads / SEBUAH KISAH / Chapter 7 - Chaper 7

Chapter 7 - Chaper 7

POV Baim Devandra Widyanto

Suasana yang begitu sangat riuh dan sibuk tampak pada Widyanto Group perusahaan yang sedang di handle oleh Baim. Baim selaku direktur dari perusahaan tersebut juga tak kalah sibuknya. Namun di ruang yang berbeda, Sarah juga tampak sangat sibuk, tapi kesibukannya berbeda dengan yang lain. Sarah sanngat sibuk dengan polesan di wajahnya. Beberapa kali ia kembali menggunakan bedak dan juga lipstick secara berulang kali.

Memakai crop putih dipadukan blazer dan menggunakan rok mini berwarna hitam memamerkan pesona Sarah yang tampak seksi membuat pegawai dan staf Widyano Group menjadi terkesima.

Kini Angga menuju ruang rapat sembari menunggu kolega bisnisnya itu. Tiba-tiba pintu ruang meeting terbuka lebar, dan kini seluruh mata tertuju pada pintu yang sedang terbuka. Seluruh peserta meeting dan juga pada Angga dan Baim ikut melihat pada arah pintu. Tak disangka yang datang ialah Sarah asisten pribadi Baim. Peserta meeting terkesima dengan dandanan yang ditampilkan oleh Sarah. Berbeda dengan Baim, Baim hanya menampilkan wajah biasa saja pada penampilan asistennya itu.

Baim yang hanya focus pada layar laptopnya membuat Angga tertawa cekikian Karena wajah kesal yang ditampakkan oleh Sarah karena usahanya tak dianggap dan tak diapresiasi oleh Baim.

Kolega Bisnis Baim pun sudah tiba. Meeting untuk tender besar tersebut kini dimulai. Baim sangat telihat sangat antusias dalam tender ini tergambar pada semangat dan tingkah lakunya ketika memaparkan ide idenya di depan kolega bisnisnya itu. Sarah asisten pribadi Baim hanya bia bengong melihat aksinya bosnya yang sangat memukau.

"Luar biasa. Sudah ganteng cerdas pula," ucap Sarah membuat peserta meeting ikut tertawa mendengar perkataannya.

Angga selaku sahabat Sarah hanya mampu mengode Sarah bahwa ucapannya kurang pantas diucapkan ditempat tersebut.

"Eh, maaf," ucap Sarah sambil mengatupkan kedua tangannya sembari melemparkan senyum terbaiknya.

Pemaparan ide Baim kini berlangsung kembali. Bebeapa kolega bertanya mengenai ide yang dipaparkan namun dengan mudahnya Baim langsung menjawab dan memberikan jawaban yang sangat di apresiasi oleh kolega bisnisnya itu.

Meeting tender besar oleh Widyanto Group kini telah selesai. Bisnis dan terobosan baru berhasil Baim dapatkan. Baim juga sangat berterima kasih kepada seluruh staf yang telah bekerja keras sehingga tender terbesar itu mampu didapatkan oleh Widyanto Group.

Seluruh peserta meeting telah meninggalkan ruangan, yang tersisa hanya Baim, Angga dan juga sekretaris Baim yakni Sarah.

"Congrats ya Bro. you did it," ucap Angga memberikan ucapan selamat kepada sahabatnya.

"Thank You Angga. Tanpa looo gue nggak bisa dapat tender segede ini," jawab Baim.

Baim dan Angga sama-sama merasa sangat puas terhadap hasil yang mereka dapatkan. Namun tiba-iba saja Sarah juga menghampiri Baim dengan niat memberikan selamat kepada Bosnya. Tapi ucapan selamatnya berbeda dengan yang lain. Sarah mengalungkan tangannya pada leher Baim dan duduk mengangkang pada paha Baim serta langsung membuka blazer yang ia kenakan.

"Congrats my lovely," ucap Sarah dan menarik leher Baim sehingga bibir keduanya bertemu. Sarah melumat bibir Baim disaksikan oleh Angga namun ciuman panas itu sama sekali tak dibalas oleh Baim.

Baim pun langusng mendorong tubuh Sarah dan berkata "Lo apa-apaan sih, awas lo yah lakuit gitu lagi sama gue, gue pecat looo."

Baim tampak sangat kesal dengan tingkah laku Sarah. Namun sarah langsung berkata "Kamu pasti cuman malu malu kan syaang karena lagi ada Angga. Lain kali yah kita berduaan diruangan yang nggak ada Angganya."

Mendengar kalimat Sarah, Baim langsung berkata, "dihhh, jijik gueee."

Angga dengan sifat jahilnya hanya tertawa melihat sahabatnya Baim masih seperti bocah polos ketika mendapatkan serangan dari seorang wanita yang apalagi wanita kurang waras seperti Sarah.

***

POV Kediaman Pak Rahman

Rumah Pak Rahman tampak begitu ramai karena kedatangan teman guru dan murid-murid tempatnya mengajar. Mereka datang membawa buket buah dan juga tentunya mendoakan gurunya itu. Pak Rahman dikenal sangat baik dan sabar oleh para muridnya sehingga ia mendapatkan perhatian dan kepedulian tinggi oleh guru serta muridnya.

"Terima kasih banyak Bapak dan ibu guru sudah datang menjenguk Bapak. Anank-anak juga terima kasihh yah sudah menjenguk Bapak," ucap Bu Ratih.

"Iya atuh Bu, semoga pak Rahman lekas sembuh atuh biar bisa beraktivitas seperti biasanya," jawab Pak Sukri.

"Ya sudah, kami pamit yah Bu. Semoga bapak cepat sembut," sambung Bu Ani.

"Aamiin, terima kasih anak anak sudah datang menjenguk. Doakan Bapak yah biar cepat sembuh," ucap Bu Raih.

"Aamiin," ucap murid-murid secara serentak membuat rumah terdengar begitu riuh dan semangat.

Para guru dan murid bergegas meninggalkan rumah Pak Rahman. Ibu Ratih merasa sangat bersyukur karena masih banyak orang yang begitu peduli pada dirinya dan juga pada suaminya. Karena bagi Ibu Ratih, rasa syukur itu tidak hanya ketika seseorang memberikan sesuatu berupa barang ataupun benda melainkan peduli ataupun keprihatinan seseorang mampu menjadikan obat agar kita lebih berssyukur kepada Pencinta kita.

Ibu Ratih kembali masuk ke rumah dan memasuki kamar dimana Pak Rahman berbaring. Rasa khawatir Bu Ratih kpeada Pak Rahman karena sedari malam hingga sekarang pukul 10 pagi beliau belum juga sadar. Ibu Ratih merasa was was dengan suaminya itu. Selain kekhwatiran pada suaminya, khawatir juga tertuju pada anak semata wayangnya yakni Mae. Mae tak kunjung memberinya informasi mengenai kondisinya begitupun dengan Fajar sahabat Mae juga belum memberikan informasi terkait jawaban Mae.

"Asaalamu alaikum," suara salam dari luar rumah Ibu Ratih.

Ibu Ratih bergegas membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Harapannya selalu tertuju pada kedatangan putrinya namun hasilnya nihil karena yang datang adalah Fajar dan Sinta sahabat Mae.

"Waalaikumussalam," ucap Bu Ratih dengan nada sedikit lesu.

"Masuk nak, sini," sambungBu Ratih.

Fajar dan Sinta langsung berjalan menuju kamar Pak Rahman. Melihat Pak Rahman yang masih saja tertidur pulas membuat Sinta dan Fajar merasa sediki legah. Namun tiba-iba Bu Ratih bertanya kepada Fajar terkait pesan yang dikirimkan untuk Mae.

"Fajar apa ada balasan dari Mae nak,?" Tanya Bu Ratih.

"Belum ada Bu. Pesan yang saya kirimkan semalam hanya dibaca saja. Mae tidak memberikan respon Bu," jelas Fajar.

Ibu Ratih langsung menampakkan wajah sedih dan khawatir memikirkan anaknya. Sinta langsung menyenggol lengan Fajar dengan artian mengapa mengatakan hal yang sebenarnya.

"Ya Allah, Mae semoga kamu baik-baik saja nak," ucap Bu Ratih dengan suara serak membuat suasana ruang menjadi kikuk dan haru.

Tiba-tiba Sinta membuka suara dengan menyodorkan parsel buah kepada ibu Ratih membuat ruangan kembali hidup alias tidak kikuk seperti sebelumnya.

"Astaga sebaiknya nggak usah repot-repot nak Sinta bawa apa-apa. Kalian menjenguk Bapak saja ibu sudah berterimakasih sekali kepada kalian," Jelas Bu Ratih karena merasa berat menerima parsel buah yang dibawa oleh Sinta.

"Nggak apa-apa atuh Bu," balas Sinta dan melemparkan senyum.

Sinta dan Fajar kini meminta izin untuk pulang. Mereka berdua berjalan menuju keluar kamar dan menyalami tangan Ibu Ratih. Di kamar kini hanya Ibu Ratih dan Pak Rahman yang terbaring di kasur. Rasa sedih dan sepi kembali menyelimuti hati Ibu Ratih.

"Mae kamu apa kabar sayang? Semoga kamu dalam lindungan Allah STW.," ucap Bu Ratih.