Chapter 8 - Virgin

Kalea telah selesai menyelesaikan aktivitas mengubah penampilannya. Ia sedikit puas dan lega, untung saja ia tidak benar-benar datang ke hadapan Arthur dengan penampilan lusuh seperti biasanya. Gadis itu memakai riasan yang tidak begitu tebal tetapi tetap terlihat cantik dan fresh. Surai hitamnya dicurly, memakai pakaian berwarna merah muda dengan panjang sepaha yang lumayan ketat dan dibalut cardigan putihnya. Dadanya yang lumayan besar pun terlihat ketara. Sebenarnya, Kalea pikir ini sangat berlebihan dan pertama kalinya ia memakai pakaian seperti ini atas pilihannya sendiri.

Kalea menggeleng kuat, ia sudah tidak boleh banyak berpikir. Dirinya harus cepat menemui Arthur. Gadis itu melangkahkan kakinya memasuki apartemen itu dan disambut dengan baik. Akhirnya Kalea telah sampai di kamar yang diberitahu pria itu. Setelah dirinya mengirimkan pesan bahwa telah sampai, tak lama Arthur keluar dari kamarnya. Kalea menahan napasnya ketika melihat Arthur yang membuka pintu dengan kemeja hitam tanpa dikancing di bagian atasnya. "Masuklah," ujar Arthur dengan senyum tampannya.

Kalea mengangguk kaku dan dengan ragu memasuki kamar tersebut. Gadis itu terpukau dengan interior di dalamnya. Kamar itu didesain sangat mewah dengan nuansa coklat, hitam, dan putih. Ruangan itu pun didominasi jendela besar, Kalea dapat melihat banyaknya gedung pencakar langit yang terlihat indah di malam hari. Pemandangan yang sangat mahal dan berkelas. Tubuh Kalea menegang ketika merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. "Kau suka di sini?"

Gadis itu mencuri pandang pada pria yang kini berada tepat di sampingnya. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena jatuh cinta melainkan takut dengan apa yang akan terjadi setelahnya. "Siapa yang tidak suka dengan pemandangan seindah ini," jawabnya berusaha santai.

Arthur terkekeh pelan, pandangannya berpindah pada gadis cantik dan molek yang kini sedang bersamanya. Ia meneliti setiap inchi tubuh gadis tersebut, membuat Kalea sedikit risih. "A-ada apa?" tanya Kalea gugup.

"Apa kau selalu berpenampilan seperti ini ke kampus?" tanya Arthur membuat Kalea panik. Gadis itu takut ketahuan berbohong karena sebelumnya ia telat dengan alasan tiba-tiba ada tugas yang harus dikerjakan sebelum ia pulang.

"M-memangnya kenapa?" Kalea bertanya balik. Ia memberanikan diri untuk menatap mata tajam milik pria itu.

"Kau terlihat sexy. Kupikir banyak yang menyukaimu di kampus jika seperti ini," jawab Arthur sangat jujur dengan senyuman nakalnya. "Atau kau mempersiapkan penampilanmu dulu sebelum bertemu denganku?" selidik Arthur sangat tepat.

'K-kenapa dia tahu?!' batin Kalea panik.

Kalea tak segera menjawab, yang justru membuat Arthur berpikir itu benar. Ia terkekeh geli melihat respon gadis yang sudah resmi menjadi sugar babynya. Ia menepuk pipi mulus Kalea sebelum berjalan menuju ranjang. "Kemarilah, kau pasti lelah."

Kalea berbalik dan memperhatikan Arthur yang sudah duduk di sana. Gadis itu masih berdiam di tempat, menelan salivanya dengan kasar karena Arthur memandangnya seperti singa kelaparan. Jujur, ia pun tak nyaman dengan apa yang dikenakannya saat ini. Sehari-harinya, padahal Kalea selalu menggunakan pakaian yang longgar agar dadanya tidak begitu terlihat jelas.

Gadis itu pun tidak bisa berbohong jika pria yang berada di hadapannya saat ini sangat tampan. Kalea tak bisa melupakan berbagai senyum yang selalu menghiasi wajah Arthur. Sepertinya, apa pun yang dilakukan pria itu tetap terlihat sempurna.

"Mau sampai kapan kau berdiri di sana? Sini," ajak Arthur seraya menepuk ranjang di sampingnya. Kalea pun dengan ragu berjalan mendekati pria itu dan duduk di sana. Daripada memandang Arthur, Kalea justru menunduk dan lebih nyaman memandangi pahanya yang semakin terpampang jelas karena duduk.

Sungguh, ia tidak tahu harus bagaimana di posisi seperti ini. Mungkin seharusnya ia memang memberitahukan pada Zeline jika dirinya sudah menyetujui kontrak dengan Arthur. Agar dirinya mendapatkan tips and trick dari Zeline yang sudah profesional di bidang seperti ini.

"Kalea," panggil Arthur seraya memandang gadis itu dengan tatapan dalam. Meskipun Kalea tak berbalik menatap daddynya, tetapi ia bisa merasakan tatapan tersebut.

"Y-ya?"

Arthur bangun dari duduknya lalu berjalan ke arah kulkas dan meraih dua botol whiskey yang selalu ia stok banyak di dalam sana. Ia kembali menghampiri Kalea dengan membawa botol tersebut dan sebuah gelas. "Kau minum?" tanya Arthur seraya menyodorkan gelas pada gadis itu.

Alkohol. Kalea benci minuman tersebut. Yang membuat ibunya sampai tergila-gila dan juga membuatnya terpaksa melayani pria berumur seperti Arthur.

Kalea menggeleng, Arthur sedikit heran karena gadis itu menatap botol whiskey begitu tajam seolah itu adalah benda hidup. "Kau baik-baik saja?" tanya Arthur seraya menaikkan sebelah alisnya.

"Ah ... aku tak apa," jawab Kalea dengan senyuman tipis.

Arthur kembali duduk di samping Kalea. Ia meletakkan gelasnya di atas meja karena Kalea ternyata tak meminum alkohol. Pria itu meminum whiskey langsung dari botolnya. Sedangkan Kalea mencuri pandang pada Arthur, ia berpikir akan semakin tidak beres jika pria itu berada dalam kondisi dikuasai alkohol. Bisa-bisa terjadi hal yang tidak diinginkan.

Saat Arthur berniat membuka botol kedua, tanpa sadar Kalea menahan lengan kekar pria itu. Netra Arthur beralih pada lengan Kalea yang menahannya. "Ada apa? Kau berubah pikiran dan mau meminumnya?"

"Bukan ... nanti kau mabuk," sahut Kalea terlihat khawatir. Dibandingkan khawatir pada pria itu, ia lebih khawatir pada dirinya sendiri.

Arthur terkekeh pelan, ia tersenyum miring pada gadis itu. "Aku tidak mudah mabuk, Sayang. Tenang saja, biarkan aku meminum satu botol lagi. Setelah itu kita bermain," ujar Arthur seraya mengambil lengan Kalea dan tanpa disangka pria itu mengenggam tangannya. Kalea tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya diam ketika Arthur serius menghabiskan whiskeynya sedangkan jari pria itu mengelus punggung tangannya.

Arthur meletakkan botol kedua yang sudah habis tersebut. Kini perhatiannya kembali berpusat pada gadis cantik yang sedang bersamanya. "Ada banyak yang harus kita bicarakan, Kalea. Ah, untuk apartemenmu aku membeli di fifteen fifty, nanti kita ke sana sekaligus membeli mobil untukmu," ujarnya membuat Kalea menganga masih tak percaya.

"A-apa memang harus memberiku sebanyak itu? Aku merasa sudah cukup dengan uang bulanan yang kau beri," sahut Kalea merasa tidak enak.

Pria itu terkekeh geli. "Aku yang tidak mau. Kau sugar baby milikku, harus terlihat sangat mahal dari siapa pun."

Yang dikatakan Zeline ternyata benar. Arthur sungguh pria yang sangat royal. Namun, Kalea merasa apa yang ia dapatkan sudah pasti akan setimpal dengan yang diinginkan pria itu. Hal itulah yang terus membuat gadis itu selalu ragu dengan keputusan yang sudah diambil. Siapa pun pasti tidak akan memberikan sesuatu secara cuma-cuma atau tidak setimpal dengan yang diberikan. Kalea hanya merasa, ia takut jika membuat Arthur kecewa. Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan pria itu kepadanya.

Lamunan Kalea buyar ketika Arthur memegang pipinya dan membuat dirinya menoleh kepada pria itu. "Sebagai gantinya, boleh aku mendapat pelukan?"

Kalea mengigit bibir bawahnya, ia mengangguk ragu dan membawa tubuhnya ke dekapan pria itu. Kalea bisa mencium aroma maskulin dari Arthur, ini pertama kalinya ia memeluk pria selain ayahnya. Sangat nyaman, membuatnya kembali mengingat di masa kecil, di saat keluarganya masih terbilang harmonis. Tanpa sadar, Kalea mengeratkan pelukannya seakan tak mau jika Arthur melepaskan pelukan tersebut.

"Mau seperti ini saja?" bisik Arthur tepat di telinga Kalea. Suaranya yang begitu berat dan terdengar sexy membuat Kalea sedikit merinding. Perlahan Arthur melepas pelukan tersebut ketika merasa jika Kalea sudah tak begitu memeluknya terlalu erat. Pria itu menatap manik hazel milik Kalea begitu dalam, ibu jarinya mengelus dengan lembut pipi mulus Kalea. Hanya diperlakukan seperti ini saja membuat gadis itu terbang melayang karena tak pernah mendapatkan afeksi seperti itu.

Jari Arthur perlahan berpindah ke bibir merah muda dan terlihat lezat untuk dicicipinya. Apalagi melihat Kalea yang memejamkan matanya, membuat hasrat Arthur semakin menjadi-jadi. Kalea begitu cantik, kecantikannya tidak seperti wanita lainnya. Arthur merasa jika gadis itu memiliki kecantikan yang berbeda, hanya sekali lihat saja Arthur sudah ingin menerkam Kalea. Karena itulah ia senang ketika gadis bermata hazel setuju menjadi sugar babynya.

Arthur sudah tak tahan lagi, Kalea benar-benar sangat menggoda. Ia memajukan wajahnya dan berniat untuk mencium gadis itu. Namun, ternyata Kalea tersadar dan segera menjauhkan wajahnya membuat Arthur sedikit kaget.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Kalea panik.

Arthur kembali menjauhkan wajahnya, ia memandang Kalea tak percaya. "Tentu saja menciummu. Ini bukan pertama kalinya untukmu, kan?" tanya Arthur.

"I-ini pertama kalinya ...," lirih Kalea memalingkan wajahnya dengan pipi yang merona merah karena malu.

Pria itu mengerjap. "Pertama kalinya?! Tunggu, apa kau juga masih virgin?!"