Chereads / My name 's Hero / Chapter 11 - Serangan Priok

Chapter 11 - Serangan Priok

PELABUHAN TANJUNG PRIOK, MENJELANG DINI HARI.

Gemerlap lampu terlihat seperti kunang-kunang bila dilihat dari atas menara. Menara pengawas setinggi 5,5 meter dari atas permukaan tanah itu menerangi seluruh bagian terminal peti kemas, pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Penerangan yang maksimal, hingga nyaris tidak ada Satu pun area peti kemas yang terlihat gelap. Semua aktivitas bongkar muat dapat terus berjalan, meskipun dilakukan pada malam hari.

Kegiatan Stacking atau penyusunan peti kemas dan bongkaran kapal di lapangan dermaga 105 pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada pukul dua menjelang dini hari terlihat ramai. Aktivitas yang ada di pelabuhan ini , khususnya terminal peti kemas, seolah tidak pernah 'tidur', semua berjalan dengan sistematis 24 jam dalam sehari.

HMC atau dikenal dengan nama Crane –alat berat untuk bongkar muat barang yang dapat berpindah tempat dengan fleksibel dengan kapasitas angkat mencapai 100 ton– masih terus beroperasi di area lapangan peti kemas sesuai dengan prosedur.

RS (Reach Stacker) terhitung banyak terdapat di lapangan peti kemas. Crane yang dapat bergerak itu, terlihat menaik turunkan kontainer di dalam Depo Container, begitu juga dengan alat berat lainnya yang ada di terminal peti kemas. Hampir semuanya beroperasi untuk aktivitas bongkar muat.

Salah seorang operator RS terlihat berbicara dengan seseorang melalui earpiece yang terpasang di telinganya. " lapan- satu – sembilan?" ucap lelaki itu dengan lirih. Bibirnya nyaris tak bergerak saat berbicara.

"Lapan-enam. Dalam posisi terkendali, menunggu perintah." Suara balasan terdengar jelas di telinga lelaki yang tengah menurunkan kontainer itu.

"Sepuluh-dua?" tanyanya menanyakan posisi. Mereka berkomunikasi menggunakan sandi rahasia.

"Under CC!"

percakapan ditutup. Alat berat itu perlahan bergerak berputar arah menuju ke arah selatan, tempat dimana lawan bicaranya berada.

Seorang lelaki berseragam Foreman tampak berdiri santai di dekat salah satu tiang Container Crane (CC). Pandangannya tertuju kepada sekelompok pekerja bongkar muat yang sedang memindahkan kargo dari kapal ke dalam truk pengangkut kontainer.

Posisinya sebagai pimpinan para pekerja bongkar muat merupakan kunci dari proses pembongkaran tersebut.

Lelaki berseragam itu mengalihkan fokus pandangannya dari para pekerja. Tatapan tajamnya menyorot ke satu titik. Seseorang yang tengah berbicara beberapa meter dari tempat lelaki berkacamata itu berdiri, mencuri perhatiannya.

Di tepian dermaga, tampak sosok lelaki berbaju hitam dengan celana jin berwarna senada. Helm keselamatan berwarna merah melindungi kepalanya. Dia tampak berbicara dengan ear phone, sambil berjalan meninggalkan area dermaga menuju kearah selatan.

"Anak kijang, sepuluh-delapan ke selatan." Suara Foreman itu terdengar memberikan sebuah informasi kepada seseorang lewat earpiece, alat komunikasi rahasia berbentuk sangat kecil yang dimasukkan ke dalam telinga.

"Lapan-enam. Para wayang stand by. Menunggu instruksi Delapan-satu-sepuluh."

"Sepuluh-empat!" balas Foreman itu dengan cepat. Dia segera beranjak dari tiang, kemudian meninggalkan dermaga menuju ke Selatan.

Tidak berselang lama, terdengar sebuah instruksi dari earpiece untuk segera merapat di bagian selatan pelabuhan, tepatnya di Transit Shed.

"lapan-satu-sepuluh disini. Segera lakukan penyergapan. Pram, Kris laporkan keadaan di sana!"

"Siap, Ndan. Ada delapan orang yang berjaga di depan gudang, satu orang driver dalam posisi siap dan tiga orang terlihat di samping gudang. Masing-masing membawa Revolver," lapor Kristianto sembari mengamati setiap pergerakan para buruannya dengan menggunakan teropong infra merah. Teropong yang mampu melihat obyek pada malam hari.

"Stand by pada posisi. Bersiap untuk penyergapan, dalam hitungan, tiga-dua-satu. Go!"

Pergerakan seketika terjadi secara sistematis menuju ke Transit Shed. Transit Shead merupakan gudang tertutup yang ada di pelabuhan dan berfungsi sebagai penyimpanan barang sementara, sebelum di distribusikan lewat jalur darat.

Ibrahim yang memimpin langsung operasi ini, memberikan kode kepada anak buahnya untuk mendekati sasaran secara perlahan dan senyap.

Delapan orang yang semuanya memakai helm berwarna oranye tampak berjaga, tiga orang dari mereka tampak terlibat perdebatan kecil sebelum akhirnya membuka pintu gudang tersebut.

Pintu pun terbuka secara sempurna, sehingga terlihat isi di dalamnya.

Berbarengan dengan terbukanya pintu gudang, dari arah luar tim Bareskrim yang dipimpin oleh Ibrahim berhasil menerobos masuk. Tim yang terdiri dari orang-orang pilihan, terlebih dahulu melumpuhkan beberapa orang yang berjaga diluar dan di samping gudang.

"Angkat tangan dan jatuhkan senjata kalian!" teriak salah seorang polisi yang pertama kali masuk. Ibrahim berada tepat dibelakangnya.

Lima orang yang ada di dalam gudang terlihat terkejut. Mata mereka menatap nyalang para anggota polisi yang tiba-tiba menyeruak masuk dengan senjata terkokang, siap untuk ditembakkan. Salah satu dari lima orang itu memberikan kode kepada empat temannya untuk menyerah. Mereka pun akhirnya secara berbarengan menaruh senjata dengan perlahan di atas lantai, dibawah todongan beberapa pucuk pistol berjenis G2 Kombat.

Lima orang yang rata-rata berperawakan sedang itu lalu mengangkat kedua tangannya. Beberapa orang polisi segera mendekat, kemudian dengan sigap memborgol mereka. Mereka kemudian dikumpulkan di salah satu pojok gudang.

Sementara itu Ibrahim dan tim inti telah berdiri dengan sikap siaga di depan salah satu kontainer. Ada tiga kontainer lainnya yang berjejer memenuhi separuh ruangan.

"Adi. Buka pintunya!" perintah Ibrahim dengan tegas. Wajahnya yang menawan terlihat kaku dan tegang . Namun, sorot mata hitamnya menampakkan kecemasan yang kentara.

Semua polisi yang ada di dalam ruangan juga merasakan ketegangan yang sama seperti yang pimpinannya alami. Wajah -wajah tegang berbau kecemasan menyelimuti mereka, sampai bernapaspun terasa berat untuk dihembuskan.

Adi bergegas menuju ke pintu kontainer yang letaknya tepat di hadapan Ibrahim. Kabareskrim karismatik itu menatap tajam kearah peti kemas, sebab reputasinya tergantung dari isi kontainer tersebut.

Adi membuka pintu yang tersegel dengan menggunakan sebuah alat berbentuk seperti tang berukuran sangat besar, dengan tungkai yang panjang.

Bunyi "krek- krek" terdengar jelas dan keras, ketika alat yang ada di genggaman Adi berhasil membuka segel kontainer. Perlahan namun pasti, Adi dengan dibantu oleh seorang reserse membuka tutup kontainer tersebut. Degup jantung seluruh anggota Bareskrim yang ada di ruangan itu bertalu semakin cepat. Kekhawatiran semakin terlihat jelas pada wajah masing-masing personil polisi. Suasana semakin menegangkan.

Semakin lebar pintu tersebut dibuka semakin tegang wajah mereka. Semua reputasi Bareskrim Polri benar-benar dipertaruhkan pada operasi penggerebekan kali ini. Kepercayaan publik yang semakin rendah atas kinerja polisi dalam memberantas sindikat mafia serta tekanan dari para petinggi kepolisian untuk segera menangkap pimpinan utama sindikat ini, benar-benar membuat nyawa tim Bareskrim seperti di ujung tanduk! Jika operasi hari ini kembali mengalami kegagalan, itu sama halnya kehancuran bagi tim Ibrahim!

Pintu kontainer akhirnya terbuka lebar, diiringi tatapan tajam mata setiap personil tim Bareskrim. Mereka berdiri menghadap lurus ke arah kontainer dengan sikap penuh waspada dan juga tegang. Sampai akhirnya teriakan memekik dari Sulistio Adi menjadi puncak segalanya.