Chereads / My name 's Hero / Chapter 13 - 60 Menit sebelum serangan Priok

Chapter 13 - 60 Menit sebelum serangan Priok

SEBUAH GUDANG DI PINGGIRAN KOTA.

Elang, laporkan situasi Priok." Suara serak bernada perintah milik seorang lelaki yang wajahnya tertutupi topeng berwarna putih gading menguar ke penjuru ruangan. Tempat luas layaknya gudang yang telah beralih fungsi sebagai ruang pertemuan.

Lelaki berpakaian seperti seorang direktur itu tengah duduk di kepala meja berbentuk persegi panjang, dengan empat orang lelaki berada disebelah sisi kanan dan kirinya. Wajah lelaki bertopeng itu menghadap ke arah kanan, dimana seorang pria tanpa rambut tengah menatap hormat kepadanya.

"Semua aman, terpantau dan terkendali Mr. X. Polisi -polisi bodoh itu mulai mengendus umpan yang kita berikan. Mereka ada di ring dua, bergerak menuju ke target" terang Elang secara eksplisit. Raut wajah lelaki berkepala plontos itu terlihat puas, meskipun tidak ada senyuman yang menghiasi wajah manadonya.

"Hm, " gumam lelaki yang dipanggil Mr. X itu sambil menautkan kedua jari tangannya diatas meja. Ada jeda sesaat sebelum dia kembali berucap," Beri jalan buat mereka untuk mendekat ke tempat perjamuan dan biarkan polisi-polisi itu berpesta. Dua kontainer ikan asin sudah lebih dari cukup untuk dibagi-bagikan keseluruh keluarga besar Bareskrim. Aku sedang ingin bersedekah kepada mereka yang selalu ingin bermain-main denganku."

Senyuman tipis menghiasi keempat lelaki yang merupakan kaki tangan dari si Mr. Tiga dari mereka, mengendalikan tiga perdagangan ilegal Mr. X.

Darto alias Elang, memegang perdagangan senjata api ilegal. Hermawan alias Naga, memegang sindikat perdagangan manusia dan yang terakhir Badai alias Serigala, mengendalikan perdagangan Narkoba. Kesemuanya itu mencakup jaringan terbesar ketiga dunia. Sangat terorganisir sekaligus sangat rahasia.

Satu lagi lelaki diluar tiga orang kepercayaan bos besar, adalah Markus. Dia merupakan tangan kanan Elang yang diijinkan oleh Mr. X untuk bisa menemuinya. Hanya segelintir orang yang diperbolehkan bertemu langsung dengan pria bertopeng itu dan kali ini Markus sangat beruntung bisa duduk satu meja bersama dengan pimpinannya yang sangat misterius.

"Semua sudah terhidang dengan baik, Mr. Saya sudah tidak sabar melihat wajah-wajah shock polisi bodoh itu saat pintu kontainer terbuka. Semoga saja mereka membawa serta parfum, karena sebentar lagi seluruh gudang penyimpanan akan berbau ikan asin, tak terkecuali tubuh para resersenya, " kekeh Elang sambil membayangkan kejadian konyol yang diyakininya pasti akan terjadi.

"Jangan senang dulu, Darto. Ibrahim itu pintar dan licik. Kamu dan seluruh anak buahmu harus selalu waspada. Tempatkan orang-orang kita seperti transaksi sesungguhnya. Jangan sampai mereka curiga!"

"Siap, Mr!"

"Bagaimana dengan lepas pantai? Apa sudah kamu pastikan waktu dan pengamanannya? Klien kita kali ini sangat spesial karena mereka tidak mentolerir adanya kesalahan sekecil apapun. Jangan buat mereka kecewa, karena resikonya besar. Kelompok itu tidak pandang bulu dalam menghabisi musuh-musuhnya. Pastikan transaksi berjalan sesuai dengan kesepakatan. Tempatkan para penembak jitu untuk mengawalnya. Habisi siapapun yang mengacau !" titah Mr. x tanpa kompromi.

Suara yang terdengar serak dan berat itu sesungguhnya bukanlah suara asli Mr. X. Ada sebuah microphone kecil yang terselip dibalik topeng berbahan titanium tersebut. Alat canggih yang mampu mengubah suara hingga 100% berbeda dengan warna suara asli.

"Saya telah persiapkan semuanya sesuai dengan kesepakatan. Beberapa sniper sudah saya tempatkan dan barang akan dikawal oleh orang-orang pilihan sampai transaksi selesai," papar Badai si Serigala dengan sangat yakin.

Mr. X mengangguk beberapa kali. Dari gesture yang ditampilkan sepertinya lelaki bertopeng itu puas dengan kinerja para anak buahnya.

"Kamu." Telunjuk Mr. X tiba-tiba mengarah ke Markus, membuat lelaki yang memiliki rambut bergaya cornrow tersebut seketika menegakkan tubuhnya. "Kirimkan upetiku ke penguasa korup itu begitu semuanya selesai. Berikan sedikit bonus atas usahanya membuatku bahagia hari ini. Pastikan beliau juga sama senangnya, agar dia tahu kepada siapa dirinya harus menghamba."

"Baik, Mr. Atas nama siapa saya harus mengirimkannya?"

"Koordinasikan dengan Elang!"

"Akan saya pastikan hadiah anda akan diterima Beliaunya secara langsung, setelah barang diterima oleh klien, Mr," jawab Markus tegas penuh percaya diri.

DI WAKTU YANG SAMA DI APARTEMEN HERO.

Bar, kamu yakin bisa handle ini sendirian?" Ibrahim menatap Hero penuh keraguan. Sorot matanya terlihat cemas. "Mas akan kasih kamu beberapa agen untuk melindungi," putusnya kemudian.

Keduanya tengah duduk saling berhadapan di meja makan yang tidak ada hidangan apapun di atasnya.

"Nggak usah, Mas. Aku nggak bebas nanti kalau mau ngapa-ngapain. Lagian Cuma mindah-mindahin barang doang. Kecil itu, tinggal kedip-kedip juga kelar," tolak Hero dengan gaya bercanda, guna meredam kecemasan kakak sepupunya yang terkadang berlebihan. Tubuhnya terlihat santai dengan punggung yang bersandar pada kursi sembari menatap jahil wajah Ibrahim yang terlihat lucu saat khawatir.

"Memangnya kamu mau ngapain, Bar? Jangan bertindak sesukamu! Jalani apa yang sudah jadi rencana awal. Ini operasi berbahaya! Nggak boleh gegabah. Nyawamu taruhannya!" Raut muka jendral tampan itu seketika berubah tegang. Rahangnya yang kokoh terlihat mengeras, dengan tatapan tajam menusuk tepat ke manik hitam milik adik kesayangannya.

"Oke," jawab Hero cepat. Ujung jari telumjuknya mengetuk-ngetuk meja secara berirama dengan pandangan yang masih belum teralihkan dari sang Jendral.

"Oke? Kamu pikir Mas ini temanmu! Apa nggak ada kata yang lebih baik dari sekedar oke?"

"Siap Delapan-Enam, Komandan!" sahut Hero dengan tegas. Tubuhnya ditegakkan sambil memberi hormat kepada Ibrahim.

"Nggak Lucu, Bar!" sungut Ibrahim sembari memalingkan muka. Menggerutu dalam hati.

"Siap! Saya bukan pelawak, Ndan!" Hero masih ingin menggoda pimpinan tertinggi Bareskrim Polri ini. Kalau bukan dirinya adalah adik kesayangan si Jendral, sudah bisa dipastikan salah satu tulang rusuknya akan patah, oleh jurus mematikan sang pemegang sabuk hitam tersebut.

Ibrahim berdecak malas, menanggapi kelakuan Hero yang kadang kala bikin dia hipertensi. "Pakai ini." Lelaki berbadan tegap itu mengulurkan sebuah rompi anti peluru kehadapan Hero. "Kamu bisa berpindah tempat dengan cepat dan meremukan baja hanya dengan memikirkannya saja, tetapi kamu bukan Superman! Tubuh mulusmu itu masih bisa ditembus oleh peluru!"

Hero menerima dengan setengah hati sambil bersungut-sungut. Egonya tersentil saat kemampuannya dikecilkan, apalagi diperbandingkan dengan Superman! Manipulatif sekali kakak sepupunya itu!

Hero segera berdiri lalu mengenakan rompinya, saat itu juga di depan Ibrahim. Polisi berkarisma itu tersenyum puas melihat sikap penurut si keras kepala.

"It's time to rock and roll, Brother."

"Ingat kata mas, Utamakan keselamatanmu! Jangan menganggap enteng musuh, selemah apapun dia, ketika kamu merendahkan musuh maka saat itu juga takdir kekalahanmu mulai berjalan. Tetap waspada, Bar! Hubungi mas langsung, bila ada kendala. Jangan bertindak tanpa sepengetahuanku, mengerti?"

"Sangat amat mengerti, Komandan!" Hero bersikap siaga sambil meletakkan tangan kanannya pada kening. Senyuman tengil menghiasi wajahnya yang manis menawan.

"Akbar! Serius!" hardik Ibrahim kesal.

"Sangat amat serius sekali, Komandan!"

"Kamu ma‐‐‐‐" Ucapan Ibrahim mendadak terhenti. Dia belum sempat menyelesaikan kalimat, Hero telah menghilang dari hadapannya dalam sekedip mata. "Allah akan melindungimu, Dude. Selamat bertugas!" Doanya dalam lirih, sambil menatap lurus bingkai fotonya dengan Hero diatas dinding apartemen.