SEBELAS.
Untuk kamu pemilik motor sport hitam. Maaf, motor kamu aku sita! Mau diambil? Hubungi aku di no 082313099666. NADIA
Hero membaca tulisan pada secarik kertas harum berwarna pink untuk yang kelima kali! Otak eidetiknya mewujudkan gambaran seorang gadis manis dengan tinggi 155 cm, berat badan kisaran 45 kg, rambut ikal hitam sepunggung dengan wajah bulat telur dan hidung mancung, mata hitam bulat serta bibir bawah sedikit tebal-seksi, berkulit sawo matang, khas Indonesia. Terakhir dan paling bikin lelaki berkuncir itu sebal adalah bicaranya sedikit ceriwis!
"Baca apa ngeja sih Lo, lama amat?" Fahri yang sedari tadi duduk disamping Hero sembari mengamati kelakuan aneh sahabatnya. Dia mengambil kertas yang ada di genggaman Hero. "Siapa sih Nadia? Mantan yang nggak terima Lo putusin?"
Hero diam tak menjawab, sibuk dengan pemikirannya sendiri.
"Eh, bukannya Lo itu Jomblo dari zaman abu-abu? Atau jangan-jangan ini cewek, mantan Lo waktu SMP?"
Hero menatap Fahri namun, tetap diam.
"SD?"
Mata Hero mulai melotot tajam.
"Sorry, Cuy." Fahri mengatupkan kedua tangannya. "PAUD? Auw ... sakit Ro!" Fahri mengelus kepalanya yang terkena getok ranting kayu. Entah darimana datangnya, tiba-tiba saja tangan Hero menggenggam sebuah ranting kayu berukuran kecil. Posisi mereka saat ini tengah berada di dalam Pajero sport nya Fahri dengan pintu tertutup rapat, yang sedang parkir di depan kampus di bawah pohon besar.
"Lo hubungi Nadia, minta itu cewek balikin motor gue."
"Lah kenapa gue?"
Hero menghela napas sebelum memberi sedikit penjelasan. "gue benci drama! Lo anggep aja motor gue punya Lo, terus Lo pura-pura jadi gue, suruh dia balikin itu motor secepatnya! ngerti 'kan maksud gue?"
"KAGAK! Auw ... iye, iye ngerti! Duh, bocah! untung sakti coba kalau kagak, gue bales sepuluh kali lipat, nyahok Lo!"
"Udah ngomelnya?"
"Watdefak! Lo kira gue emak-emak yang kurang duit belanjaan?!
"Sekarang telepon itu cewek!"
Fahri menatap malas Hero sambil mengulurkan tangannya.
"Apa?"
"HP Lo!"
"Pake punya Lo aja. 'Kan elo yang telepon."
"O ... tidak bisa, Hero!"
"Nadia cantik."
"Oke. Pakai Hp gue."
Sudah dua kali dihubungi namun, hanya nada sambung yang terdengar. ketiga kalinya barulah suara merdu cewek menyapa dan sukses bikin Fahri deg-degan, membayangkan wajah cantik si empunya suara, bocoran info dari Hero.
Terdengar pembicaraan singkat diantara keduanya. Hero mewanti-wanti, agar Fahri bicara seperlunya dan dilarang Modus! Alhasil tidak butuh banyak menit untuk menuntaskan misi ambil alih motor tersebut.
Pembicaraan singkat antara Fahri dengan Nadia nyatanya berdampak pada jantung Hero yang berdegup kencang, tanpa tahu apa sebabnya. Dampak paling gila lainnya, ketika mobil Pajero yang mereka tumpangi, perlahan naik, tidak lagi menyentuh tanah! Melayang hingga setinggi lutut orang dewasa.
"O ... shit! Mobil gue naik. Ro! Lo apain mobil gue?!" teriak Fahri panik sesaat setelah memutus teleponnya.
Hero yang kaget mendengar teriakan sahabatnya itu, segera sadar lalu menetralkan degup jantungnya dengan mengambil napas dalam-dalam lalu dihembuskan pelan-pelan. Perlahan namun pasti, mobil itupun kembali turun, hingga ke empat rodanya kembali menyentuh bumi, tepat di posisi semula.
"Lo gila?!" Fahri menengok ke segala arah dengan cemas dan wajah pucat, lalu menghembuskan napas lega, ketika tahu bahwa tidak ada seorangpun yang melihat hal ajaib tersebut.
"Aman ... aman," cicitnya sambil mengelus dada.
"Sorry, gue kelepasan," sesal Hero sambil mengusap kasar wajahnya yang sedikit bercambang.
Fahri menggelengkan kepala sambil menepuk dua kali bahu sahabatnya yang terlihat bingung itu, entah karena apa. "It's Okay. Next time you should be able to control emotions."
"Will be my try. Thanks."
Untuk sesaat tak ada yang berbicara diantara mereka, sampai kemudian Hero yang membukanya.
"Oke. Gimana hasilnya? Kapan motornya mau dibalikin?"
Fahri mendengkus pelan sebelum menjawab, "Nadia minta ketemuan. Buat mastiin kalau gue nggak ngibulin itu cewek."
"Harus gitu ketemuan?" kening Hero bertaut. Keheranan.
"Lo 'kan tadi pesen, supaya gue ngomong dikit, to the point. Gue iyain aja-lah biar cepet kelar urusan, katanya dilarang modus?"
"Iya, tapi – "
"Udah, gue yang ketemuan kok Lo yang repot sih? Gue ikhlas-ikhlas aja kok gantiin Lo buat ketemu sama si cantik Nadia," potong Fahri cepat.
"Dasar Modus! Kalau cantik, ikhlas. kalau jelek?"
"Nggak mungkin lah. Suaranya aja bikin geter-geter jantung gue, apalagi pas tahu mukanya, mbeh ... kayaknya gue kudu beli Inhaler nih, buat jaga-jaga kalau lupa napas, terpesona sama cantiknya," kekeh lelaki tampan yang memiliki deretan mantan melebihi jari tangan.
"Dimana ketemuannya?" tanya Hero cepat, demi memutuskan khayalan manis Fahri. Rasanya ada yang nyeri di hati lelaki manis itu, saat mendengar sahabatnya yang playboy memuji Nadia. Perasaan yang aneh, seperti tidak rela!
"Di Grey Cafe. Minggu siang. Jamnya nanti nyusul katanya."
"Kok Lo nggak minta sekarang aja ketemuannya, biar cepat kelar?"
Fahri mengangkat kedua bahunya sambil mencebik, kemudian menghidupkan mesin mobil. "Lo mau gue anter ke mana? Rumah dinas? Apartemen? Atau Lo Teleportasi aja biar cepet?" suasana tiba-tiba hening, tanpa ada jawaban. " Ro, Hero?" panggil Fahri sambil menengok ke samping kirinya dan ... kursi itu kosong?!
"Busyet dah! Gue berasa temenan ama Jin! Pamit dulu napa? Ngilang kagak bilang-bilang! Bikin emosi aja! Apa gue pasang kryptonite aja di mobil? biar dia lemah kayak Superman. Lah berasa Lex luthor gue!" gerutu Fahri sambil menjalankan mobilnya, meninggalkan kampus.
Sebuah nada pendek terdengar berdenting dari ponsel Fahri, pertanda ada pesan yang masuk. Menggunakan tangan kiri, lelaki flamboyan itu meraih ponsel di atas Dash board dan membuka pesan dengan suaranya.
Hubungi gue segera kalau Nadia udah tentuin waktunya!
"BODO AMAT, DAH ... BODO AMAT!"
Suasana Grey Cafe, siang menjelang sore, pada hari minggu begini, sudah mulai tampak ramai. Cafe Instagramable ini, di gandrungi oleh generasi milenial yang selalu eksis di setiap kesempatan dengan membagikan semua momen di kehidupannya.
Replika awan-awan berwarna putih menggantung cantik di atas, dengan atap yang berwarna biru, menggambarkan pemandangan langit yang cerah. Tanaman beraneka jenis dan bunga-bunga yang bermacam warna, ditanam di dalam pot berbagai bentuk dan ukuran.
Semua tanaman ditata sedemikian rupa di seluruh ruangan cafe dua lantai ini dengan sangat artistik, sehingga para pelanggan yang datang, merasa seakan-akan mereka bersantai sambil bersantap ataupun hanya minum, seperti di dalam sebuah taman yang asri dengan atap terbuka. Pemandangan yang menyegarkan mata sekaligus menceriakan hati siapapun yang memasukinya.
Seorang gadis manis dengan rambut ikal dikuncir ekor kuda ala Ariana grande, terlihat beberapa kali menatap jam tangannya dan juga melihat kearah pintu masuk dengan kening berkerut dan tatapan tajam. Sesekali kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri, melihat ke seluruh penjuru ruangan lantai satu, sambil mengetuk-ngetukkan ujung sepatu pantofelnya pada lantai secara bergantian.
"Dasar ngaret! Mana HPnya nggak aktif. Awas aja kalau nggak dateng, bakalan gue lelang itu motor terus di sumbangin ke Palestina!"