Adi segera membuka pintu kontainer, dibantu oleh salah seorang reserse. Pelan namun pasti pintu itu pun terbuka lebar. Adi segera masuk ke dalam, diikuti oleh dua orang polisi. Mereka memilih secara random tumpukan peti kayu berbentuk persegi panjang yang memenuhi hampir seluruh peti kemas, lalu membukanya secara paksa.
"Allahu Akbar! "
"Alhamdulillah!"
"Puji Tuhan!"
Seruan penuh kelegaan para anggota Bareskrim langsung bergaung, tatkala Adi mengangkat tinggi sebuah senjata api laras panjang.
Laksana sebuah beban berat yang terlepas dari pundak, seperti itulah perasaan yang kini meliputi seluruh tim Ibrahim.
Wajah- wajah berbinar disertai senyum kemenangan, menggantikan raut penuh ketegangan berbalut cemas para satuan khusus itu.
Ibrahim tersenyum lebar, sambil terus mengucap syukur lewat bibir. Matanya berkaca-kaca refleksi dari rasa bahagia yang membuncah. Langkah tegapnya mendekat secara perlahan kearah kontainer yang baru saja dibuka oleh Adi.
"Komandan, tangkapan kakap ini. HK M320 Grenade Launcher," teriak Adi dari dalam kontainer sambil bersiul kagum.
Ibrahim menerima uluran senjata jenis HK M320 dari tangan Adi. Polisi berumur paling muda itu langsung keluar dari kontainer saat melihatnya. Ibrahim memeriksa senjata di tangannya dengan saksama.
Senjata canggih yang dilengkapi dengan teknologi laser tersebut, mampu menemukan target dengan cepat pada malam hari. Peralatan tempur itu dirancang khusus untuk dapat melontarkan granat, sekaligus juga bisa digunakan sebagai senjata semi otomatis.
"Siapa sebenarnya Dia? Senjata ini bukan senjata sembarangan. Ini senjata penghancur yang biasa digunakan oleh NATO. Saat ini warga sipil tidak mungkin bisa memilikinya, apalagi diperjualbelikan secara bebas dan dalam jumlah sebanyak ini," ucap pimpinan Bareskrim itu sembari mengamati tumpukan peti berisi senjata mematikan tersebut.
"Mr. X memiliki akses yang tidak terbatas, Komandan. Koneksi yang dimiliki pria bertopeng itu tidak main-main. Mereka bukan orang sembarangan, mereka sangat berkuasa dan tersebar di penjuru dunia," seru Kristianto yang tiba-tiba muncul dari balik pintu gudang. Polisi berpenampilan mirip preman itu berjalan mendekati pimpinannya.
"Darimana saja kamu?" tanya Pramudya saat Kristanto melintas dihadapannya. Matanya menyelisik tubuh rekannya tersebut dengan sorot curiga.
"Dari menjalankan bagianku! Kamu pikir tikus-tikus yang ada di samping gudang ini tidak menggigit?" balas Kristianto dengan tenang, tidak peduli dengan tatapan menusuk Pramudya, sambil terus berjalan menuju ke kontainer kedua. Tidak jauh dari tempat Ibrahim berdiri.
"Bagaimana dengan yang ini, Ndan?" tunjuk Kris menggunakan senapan miliknya.
Ibrahim pun segera memerintahkan Adi untuk membuka kontainer yang ditunjuk oleh bawahannya itu.
Seperti yang pertama, Adi yang kali ini dibantu oleh Kristanto juga membuka tumpukan kotak kayu berisi senjata. Namun, dengan jenis yang berbeda.
"Woah ... Ndan, gimana kalau Corner shot ini kita ambil satu atau dua buat kenang-kenangan. Senjata langka ini, Ndan," teriak Kristanto dengan mata berbinar. Tangannya mengelus lembut Corner shot 40 mm Grenade Launcher yang baru diambil dari dalam peti.
Senjata spesial berbentuk 'L' dengan layar monitor kecil berada di siku moncong peluru.
Senjata berteknologi tinggi dengan desain tak biasa ini dapat menembak ditikungan dengan sudut 60°. Kamera beresolusi tinggi yang ditransmisikan ke komando pusat, memungkinkan operator untuk memindai area dimana target berada sebelum menyerangnya. Senjata ini cocok untuk pertempuran dengan medan perkotaan yang memiliki banyak gedung tinggi menjulang.
"Ambil saja, Kris." tantang Ibrahim sambil tersenyum tipis. "Nanti biar Pram yang akan membawamu gabung sama mereka," sambung Kabareskrim tampan itu sembari menengok kearah pojok gudang sebelah kiri, dekat dengan pintu. Terlihat di sana para anak buah Mr.X tengah duduk bersimpuh, tangan terborgol dengan pandangan menunduk, di bawah todongan pistol tiga orang reserse.
"Ck. Bercanda, Ndan ... bercanda," decak Kristanto sembari meletakkan kembali Corner shot 40mm itu ke tempat semula.
"Adi, periksa yang satunya!" Ibrahim menunjuk menggunakan kepalanya kearah satu kontainer yang tersisa dengan pintu yang masih terkunci.
Tidak seperti dua kontainer sebelumnya yang berisi senjata canggih, kontainer ketiga ini kosong, tidak ada isinya sama sekali.
"Kosong, Ndan," lapor Adi setelah pintu kontainer terbuka.
Ibrahim diam tak menjawab, matanya yang tajam memindai ruang dalam peti kemas yang terlihat luas tanpa ada satupun barang di sana.
Jendral bintang tiga itu tiba-tiba masuk ke dalam kontainer, diiringi pandangan heran anggota timnya. Mereka yang melihat aksi komandannya hanya diam mengamati tanpa ada yang berani bertanya. Namun, kerterpakuan para pasukan khusus itu berubah, tatkala suara nyaring Ibrahim memecahnya.
"Carikan beberapa Bor dan bawa kemari!"
Salah satu anggota polisi terlihat segera berlari keluar gudang. Tak butuh waktu lama bagi reserse itu untuk kembali dengan membawa dua peralatan Bor.
Setengah berlari, anak buah Ibrahim itu segera menghampiri komandannya, diikuti oleh Pramudya dan Kristanto.
"Kalian lihat di ujung sana," Ibrahim menunjuk ke pojok kanan atas kontainer, "Sana," jari telunjuknya bergeser ke pojok kiri atas, "di tengah dan dua di bawah!"
Ketiga reserse mendekati dinding peti kemas sambil mengamati titik-titik yang di maksud oleh pimpinannya tersebut.
"Siap, Ndan. Hanya ada Delapan pembautan dan tidak ada yang istimewa," ucap Pramudya sembari memandang Ibrahim dengan wajah datar. Ibrahim membalasnya dengan senyuman tipis.
"Kristanto, apa yang kamu lihat?" tanya Ibrahim kemudian. Kristanto yang tengah berjongkok sambil mengelus tempat baut itu dipasang segera berdiri.
"Sepertinya dinding ini baru saja dipasang, Ndan. Semua bautnya terlihat baru." Kristanto berjalan ke arah dinding bagian sisi kanan kemudian kembali berjongkok. "Di sini ada sedikit lengkungan. Sangat tipis dan hanya bisa diraba untuk memastikannya. Baut yang terpasang pada sisi ini dan juga yang ada di lantai terlihat sudah setengah berkarat. Ada dinding yang baru diganti, Ndan atau memang sengaja dipasang sebagai cover."
"Kamu terlalu bermain spekulasi, Kris. Teorimu sangat menggelikan," cibir Pramudya dengan raut wajah yang terlihat merendahkan teman satu timnya itu.
"Kalian bongkar dinding -dinding itu!" perintah Ibrahim dengan tegas. Matanya lalu menatap tajam Pramudya, kemudian berkata dengan nada tenang tetapi menguarkan aura dingin. "Lakukan perintahku tanpa ada protes yang tidak perlu, atau kamu aku anggap membangkang!"
"Siap, Komandan!"
Ketiganya lalu membuka baut-baut yang dicurigai oleh Ibrahim. Beberapa menit kemudian dinding itupun roboh setelah baut yang mengikatnya terlepas.
Ibrahim tersenyum lebar diiringi tepukan tangan serta suara riuh para tim Bareskrim polri, ketika melihat apa yang ada di balik dinding yang terlepas itu.
Tumpukan ganja kering yang dimasukkan ke dalam plastik lalu dipadatkan, memenuhi seluruh dinding peti kemas. Total ada dua dinding yang digunakan untuk menyelundupkan barang haram tersebut.
"Leo, Adi, amankan semua barang bukti. Pramudya bawa para tersangka dan kamu," Ibrahim menatap tajam Kristianto yang baru saja keluar dari kontainer, "kamu tahu apa yang harus kamu lakukan 'kan?"
"Siap. Lapan- enam, Komandan!" seru Kristianto cepat sembari memberi hormat. Senyum lebar tidak lepas dari wajahnya yang garang.
Ibrahim berbalik lalu bergegas melangkah menuju ke luar gudang. Beberapa mobil polisi telah ada di luar gudang, termasuk mobil pribadinya. Lelaki itu segera masuk ke dalam mobil setelah sebelumnya menyuruh sang ajudan yang berada di balik kemudi untuk keluar. Mengusap wajahnya yang lelah, Ibrahim lalu mengambil ponsel dari saku celana. Dia menghubungi seseorang lewat saluran pribadi yang tidak bisa disadap ataupun dilacak keberadaannya. "Ke markas sekarang!"