Chereads / My name 's Hero / Chapter 10 - Partner Rahasia

Chapter 10 - Partner Rahasia

Ibrahim memasuki rumah dinas dengan setengah berlari, seperti mengejar waktu.

"Lama banget sih, Mas!"

Jendral karismatik itu berjengkit kaget mendengar suara yang tiba-tiba terdengar, persis saat membuka pintu ruangan kerjanya.

Hero tengah duduk santai di sofa tunggal, di pojok ruangan yang bernuansa serba cokelat. Matanya menyorot kesal kearah kakak sepupu yang datang melebihi waktu yang dia janjikan.

"Kamu bikin mas kaget aja, Bar," sahut Ibrahim sambil menutup pintu. Kakinya berjalan kearah meja kerja yang berbahan kayu jati, lalu mengambil sesuatu dari dalam laci.

Hero memperhatikan semua gerakan Ibrahim sambil bersandar pada punggung sofa. Badannya mulai tegap, ketika petinggi polisi itu berjalan mendekat sembari membawa amplop besar sewarna kayu.

"Di dalam situ ada beberapa foto seseorang. Lihat dan ingatlah satu persatu wajah mereka." Ibrahim meletakkan amplop tersebut diatas meja, lalu mengisi bagian kosong pada sofa. Mereka duduk bersisian.

Hero mengambil amplop tersebut, kemudian membuka dan mengeluarkan beberapa foto yang ada di dalam.

Satu demi satu dilihatnya tumpukan foto yang ada dalam genggaman secara saksama.

"Dibalik foto ada nama-nama mereka," terang Ibrahim kemudian.

Hero membalik lembar foto, lalu membaca nama yang tertulis disana, berikut data pribadi. "Mereka siapa, Mas?" tanya lelaki itu sembari membalik lembar foto berikutnya. "Darto, Badai, Hermawan dan ... Markus." Hero mendongakkan wajah. Menatap serius raut muka Ibrahim.

"Aku mencurigai mereka sebagai tangan kanan Mr. X. Aku sudah mengirim data-data mereka ke ponselmu. Pelajarilah."

"Kenapa aku, Mas? Bukannya sudah ada tim khusus untuk menangani kasusnya si Mr. Ini? Lagian aku juga sibuk." Hero menghempaskan amplop itu pada sofa sehingga membuat foto itu berserakan. Pandangan mata lelaki yang memiliki ingatan kuat itu menatap lurus ke depan dengan sayu. Wajahnya muram seperti menanggung beban.

Ibrahim mendesah lelah. Sebagai satu-satunya orang terdekat Hero, polisi tampan itu tahu bila adik kesayangannya tengah menyembunyikan sesuatu. "Kamu kenapa? Ada masalah di kampus? Nggak biasanya kamu ogah-ogahan begini?"

"Nggak. Cuma capek aja." Hero kembali meletakkan punggungnya pada sandaran sofa. Kepalanya menengadah, sambil memejamkan mata.

Ibrahim mendengkus pelan, senyuman tipis terulas pada wajahnya. "Ditolak cewek?"

Mata Hero seketika terbuka, menengok cepat kearah Ibrahim, lalu menatap kakak sepupunya itu dengan sinis. "Nggak ada cewek! Apalagi cewek agresif, manja, sok populer! Nggak ... nggak ada!" sembur Hero dengan kesal.

Ibrahim mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menahan senyum. "Cantik?"

"Manis."

"Oh ... nggak bakal bosen buat dilihat itu. Pendiam?"

Hero mendengkus. "Kalau lagi nggak ngomong."

"Namanya?"

"Na‐‐‐O ... Shit!"

"Bahasa, Bar!" tegur Ibrahim kesal, sembari menggeleng berulang kali.

Hero menyugar rambut panjangnya sambil mengumpat dalam hati. Berbicara dengan pimpinannya reserse memang harus hati-hati, kalau tidak mau semua yang jadi rahasia terungkap tanpa disadari.

"Bar." Ibrahim menyentuh pundak sepupu kesayangannya pelan, dengan sedikit tekanan. "Mas butuh bantuanmu."

Hero menatap pundaknya sebelum melarikan pandangan ke wajah Ibrahim. Keningnya berkerut dalam. "Bantuan apa, Mas?"

Ibrahim melepas tangannya dari pundak Hero. Duduk agak membungkuk, kedua siku bertumpu pada masing-masing paha, dengan jari tangan saling bertaut. Ibrahim mulai menjelaskan.

" Hampir setahun ini Mas memburu Mr. X. Pimpinan tertinggi 'BLACK ORCHID", organisasi mafia internasional. Mereka terkenal kejam dan tak mengenal ampun bagi musuh maupun anggotanya sendiri. Berbuat kesalahan, artinya mereka bakal dihabisi tanpa ada pembelaan. Hukum bagi mereka adalah pimpinannya, Mr. X! Apa yg jadi perintahnya itulah Hukum!

Perdagangan manusia, penyeludupan sekaligus pemasok senjata-senjata militer secara ilegal untuk daerah-daerah berkonflik, memproduksi sekaligus mengedarkan Narkotika. Mr. X sangat berkuasa! Kejahatan di depan mata, tetapi kami seperti 'Tidak Memiliki Kekuatan' kala berhadapan dengan sindikat mereka. Identitas Mr.X, kami tidak memiliki data apapun. Polisi seperti memburu bayangan. Tidak sedikit nyawa polisi yang menjadi korban demi untuk membongkar dan membabat habis jaringan-jaringan mereka. Mas harus bisa membawa Mr. X ke meja hijau. Mas nggak mau pengorbanan mereka sia-sia, Bar!"

Hero menghela napas panjang sebelum membalas ucapan Ibrahim. "Aku harus ngapain, Mas? Aku bukan polisi, nggak punya wewenang untuk menangkap penjahat."

"Kamu punya kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Allah menitipkan itu ke kamu, bukannya tanpa maksud. Segala sesuatu yang kita miliki, sejatinya bukan untuk dijadikan HAK, justru kita berkewajiban untuk membuatnya menjadi bermanfaat bagi banyak orang. Membantu orang lain yang kesusahan dengan apa yang kita miliki. Membuat mereka yang tertindas dan teraniaya, memiliki harapan baru untuk hidup lebih baik dari sebelumnya, Bar."

"Oke."

"Oke?"

"Oke, aku bantu. Kasih fotonya dan akan kubereskan itu si X dengan tanganku sendiri."

"Nggak boleh jumawa dengan kelebihan kita. Tetap harus waspada dan cermat dalam bertindak, karena setiap kekuatan pasti punya kelemahan. Allah tidak pernah menciptakan sempurna untuk semua hambanya." Ibrahim terdiam sejenak. "Mr. X selalu memakai topeng tanpa ada satu orangpun tahu seperti apa rupanya?" paparnya kemudian.

"Tidak pernah lepas topeng? Tidur? Buang hajat? Making Love?"

"Kenapa bawa-bawa make love?" Ibrahim menoleh kearah Hero, sambil memicingkan mata. "Ada sesuatu yang ingin kamu bagi ke Mas?"

"Apa? Aku nggak bawa apa-apa." Hero berdiri sambil berputar, kedua lengannya terangkat ke udara. "See?"

"Lagi jatuh cinta aja banyak gaya," gumam Ibrahim dengan nada mengejek.

Mata hitam Hero menyorot tajam kakak sepupunya. Tangannya terulur, tepat di wajah Ibrahim.

Ibrahim menepis tangan Hero. "Apa?" desis Ibrahim sambil balas menatap tak kalah tajam.

"Foto Mr. X!"

"Kamu nggak nyimak semua omongan Mas tadi? Kepolisian tidak memiliki data apapun tentang Mr. X! foto, rekam medis, mutasi rekening, ID Card, catatan kriminal, semuanya zonk! Dia seperti tidak pernah dilahirkan!"

"Dimana BIN, Mas? apa agen- agen mereka tidak mampu mengendus jejaknya?"

"Hubungan polisi dengan BIN tidak seakrab kamu dan Mas. Kami saling bersaing untuk mendapatkan informasi di lapangan dan proyek-proyek anti teror. Agen polisi tidak mampu menembus hingga ke ring satu. Semua Agen gugur dengan kondisi yang mengenaskan. Itu sebabnya Mas berharap besar padamu, Bar."

Hero mendekat kearah orang nomor satu di Bareskrim Polri itu. Meninju pelan bahu kanannya sebelum membawa tubuh tegap berseragam itu ke dalam rengkuhan. "Aku akan selalu mendukungmu, Mas. Apapun masalahmu akan jadi masalahku, apapun keputusanmu akan jadi keputusanku juga. Dimanapun kamu berdiri maka aku akan berada tepat disisimu. Kita akan saling bergandengan, saling menguatkan."

Butuh waktu sejenak bagi mereka untuk saling menguatkan lewat pelukan, hingga Ibrahim melepas dan memberi jarak bagi keduanya.

"Sepertinya kamu butuh partner kerja, Bar."

"Aku?" tunjuk Hero kearah dadanya. "No ... No! Aku lebih aman bekerja sendiri. I don't need it."

"Yes, You do, Bar dan Mas tahu siapa orang yang paling tepat untuk bisa bekerjasama dengan lelaki keras kepala sepertimu."