Fahri yang mendengar ancaman Hero, seketika merinding. Lilis yang berdiri di depan Fahri, bergidik ngeri, sambil melirik lelaki beraura dingin itu, yang tengah menatap tajam kekasihnya.
Fahri sangat faham bila Sahabat SMA nya mampu bersabar menghadapi semua tingkah jahilnya namun, Hero akan benar-benar nekat saat kesabaran itu mulai di ujung batas. Fahri melihat tanda-tanda itu pada wajah sahabatnya saat ini.
" Lis. Gue anter Lo pulang sekarang!" putus Fahri dengan tegas. Tingkahnya yang selalu cengengesan , cenderung jahil, seketika berubah menjadi serius dan tegang.
"Kok manggil Lo-Gue sih, Yang?" Lilis merajuk, mengira sang kekasih hanya berpura-pura serius di depan Hero.
"Sekali lagi berisik, kita selesai!" ancam Fahri dengan rahang yang telah mengetat. Mendengar rengekan Lilis bukannya senang, justru membuat lelaki yang mengaku belum pernah jatuh cinta ini merasa muak.
Dengan wajah masam dan bibir mencebik, Lilis menghentakkan kedua kakinya di atas rumput secara bergantian. Tubuh tinggi semampainya kemudian berbalik arah, berjalan menjauhi sang kekasih dan kedua temannya tanpa berpamitan.
"Sorry, Bro," sesal Fahri sambil menepuk pelan lengan Hero, kemudian bergegas menyusul langkah kekasih main-mainnya itu dengan wajah marah.
Hero mendesah panjang sambil mengusap kasar rambutnya yang sepundak. Menghadapi wanita yang bawel dan manja sungguh sesuatu hal yang Hero benci. Lelaki itu sungguh-sungguh akan mengirim Lilis dan Fahri ke Alas Roban jika tidak segera pergi dari hadapannya!
"Ro." Suara lembut Prisilla menyadarkan Hero akan kehadirannya yang sempat terabaikan, oleh ulah pasangan menyebalkan barusan.
"Sil. Sorry ... sorry. Duduk gih." Hero segera merapikan beberapa buku yang berantakan di sebelahnya.
Prisilla tersenyum, tangannya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan oleh tiupan angin. "Makasih, Ro." Gadis itu mendudukkan dirinya tepat di samping sang pujaan. "Gue ganggu Lo nggak?" lanjutnya dengan hati berdebar-debar. Sedekat ini dengan Hero selalu membuat jantung Prisilla tidak sehat.
Hero menggeleng dengan senyuman tipis menghiasi wajahnya yang sedikit bercambang. "Lo nggak berisik. Gue suka."
Perut Prisilla seketika bergejolak, jantungnya berdebar kencang. Melihat senyuman Hero ditambah kata 'suka' yang terucap dari mulut lelaki berparas menarik itu, hampir membuat Prisilla terduduk lemas.
Benarkah Hero suka dengan dirinya? Pertanyaan itu mulai menggangu fungsi otak pintarnya. Otak yang sudah penuh dengan "Hero" sejak pertama berkenalan. Pesona lelaki sejuta talenta itu, benar-benar membahayakan bagi kesehatan pikiran Prisilla.
Beberapa percakapan ringan mulai menghiasi interaksi keduanya. Mereka berdua sama-sama tidak suka banyak bicara, sama-sama suka membaca dan sama-sama suka ketenangan. Anehnya, ketika mereka bertemu dan berbincang, seolah dunia baru, tercipta bagi keduanya. Hingga keasyikan itu terusik oleh suara-suara super berisik, tidak jauh dari tempat mereka duduk.
"Demi apa, akhirnya Lo masuk juga kemari? Tapi ini serius 'kan Lo pindah?" suara bernada tinggi seorang gadis berambut sebahu berwarna cokelat dengan full make-up, berjalan sembari merangkul seorang gadis yang berpenampilan tidak jauh ber beda.
Semula Hero tidak menggubris keberadaan ketiga gadis yang tengah berjalan semakin mendekat ke tempatnya . Hingga sebuah suara yang terdengar ceria, membuat nya seketika menengadah. Matanya yang tajam langsung mencari si pemilik suara itu.
Mata Hero membola, saat manik hitamnya menemukan si pemilik suara. Menatap lekat gadis yang berjalan di tengah, diapit dua gadis lainnya. "Dia di sini? Kuliah di sini?" bisik hatinya. pikirannya seketika melayang ke masa dimana dirinya pertama kali melihat dan berinteraksi dengan gadis manis yang baru saja melintas di hadapannya.
"Ro." Hero berjengkit saat jemari Prisilla menyentuh pelan lengannya. "Maaf," cicit gadis itu saat melihat reaksi Hero. "Gue panggil beberapa kali tapi Lo diem aja. Ada apa?" tanya Prisilla sedikit cemas.
"Hah, Lo ngomong apa tadi? Sorry, gue nggak denger." Hero mengalihkan pandangannya. Menatap Prisilla dengan gestur yang kikuk.
"Lo lihat apa sampai melotot begitu?" ulang Prisilla dengan nada dingin. Hatinya terasa perih, kala melihat lelaki yang diam-diam di cintainya itu memandang gadis lain dengan sorot mata berbinar dan raut wajah yang seketika bahagia. Jauh berbeda dengan beberapa saat yang lalu. Saat melihat kekasih Fahri yang juga merupakan gadis cantik dan seksi.
"Gue melotot? Masak sih?" elak Hero dengan sedikit sangsi. "Apa iya seperti itu?" ucapnya dalam hati. Ada sedikit rasa tidak nyaman sekaligus malu, ketika Prisilla yang mengungkapkannya.
"Sebenarnya Lo kena‐-‐"
Ucapan Prisilla terhenti, tepat di saat tiga orang gadis dengan suara berisik tadi, lewat dihadapannya.
Perasaan tidak suka tiba-tiba muncul di hati, saat melihat ketiga gadis itu melewatinya. Rombongan gadis yang bahkan tidak di kenalnya, dan merekapun tidak mau repot-repot menoleh kearahnya dan Hero.
Prisilla spontan melirik ke samping kanannya. Hati Prilla seketika mencelos, tatkala melihat Hero tengah mencuri pandang kearah si gadis berpenampilan modis yang berjalan di tengah. Mata lelaki itu berbinar-binar. Sebuah senyuman yang jarang terulas dari bibir Hero, kini muncul menghiasi wajahnya yang sangat manis. Prisilla terbakar cemburu!
"Nadia!" teriakan seorang lelaki tiba-tiba terdengar dari arah samping tiga gadis tersebut. Sang empunya nama berpaling kearah sumber suara. Dahinya berkerut disusul dengan senyuman lebar yang muncul dari wajahnya yang oval.
Lambaian tangan yang mengisyarakatkan untuk mendekat, dari lelaki itu, dibalas dengan anggukan cepat dari sang gadis.
Terlihat ketiga gadis tersebut terlibat sedikit perdebatan. Sampai akhirnya ketiganya membelokkan langkah kaki mereka menuju ke tempat dimana lelaki itu berada. Di sebuah Gazebo yang terdapat beberapa mahasiswa di dalamnya.
Hero memperhatikan itu semua. Perasaan tidak senang tiba-tiba muncul dalam hati, ketika melihat gadis yang di kenalnya mendekat ke arah tiga orang mahasiswa yang tidak di kenalnya.
Akan tetapi entah karena apa, tiba-tiba kedua kaki gadis bernama Nadia itu tidak dapat di gerakkan. Langkahnya terhenti, kakinya seperti menempel pada tanah.
Gadis manis pemilik tinggi 155 cm itu tidak mampu menyeimbangkan tubuh berisinya sehingga limbung, dan membuat teman yang merangkulnya ikut terjerembap.
Namun anehnya, tubuh keduanya tertahan diudara, nyaris menyentuh tanah.
Perlahan namun pasti, tubuh mereka kembali berdiri tegak, seperti ada dorongan halus yang membantu kedua gadis itu agar tidak terjatuh.
Kejadiannya berjalan cepat, tetapi kedua gadis itu menyadari keganjilan tersebut. Mereka berdua meyakini bahwa ada kekuatan gaib yang menolong.
"Nad, Lulu. Kalian nggak papa 'kan?" gadis yang satunya lagi berucap sambil memeriksa tubuh kedua temannya dengan raut wajah kuatir.
Kedua gadis itu kompak menggeleng pelan. Wajahnya masih terlihat pucat pasi. Mereka berdua serempak menarik lengan temannya dengan cepat, kemudian bergegas meninggalkan tempat kejadian.
Di waktu yang sama, Hero pun memutus pandangannya dari ketiga gadis tersebut, sambil menghela napas lega. Senyum manis terkembang di wajah rupawannya.
Prisilla yang mengamati semuanya, semakin merasakan sakit di dada, lalu memutuskan untuk beranjak dari bangku kayu. Meninggalkan Hero yang masih saja tersenyum tanpa menyadari kepergiannya.
Sementara itu di parkiran kampus, ketiga gadis tersebut telah berada di dalam sebuah sedan mewah.
"Nad, itu tadi pasti ulah hantu penunggu pohon tua, yang sering di bicarakan sama anak-anak kampus. Gue yakin!"