Ganendra menggelengkan kepala gusar. Dia tak tahu, mengapa dia malah mengagumi keindahan wajah istrinya itu. Ganendra bangkit dan membuka penutup makanan yang baru saja diantarkan oleh pelayan. Aroma sedap langsung menyerang indra penciumannya.
Perutnya sudah lapar, tetapi dia sengaja menahannya. Dia ingin menunggu Gayatri terbangun lalu sarapan bersamanya. Entah apa yang merasuki pikirannya hingga menginginkan hal itu.
Perlahan Ganendra mendekat lalu duduk di pinggir ranjang. Mengamati wajah Gayatri yang masih terpejam. Sesaat dia terpesona, karena semakin dekat semakin kuat wajah itu menghipnotisnya. Dia tak dapat memungkiri perasaan itu lagi.
"Hei, bangun. Ini sudah siang. Apa kamu mau tidur terus sepanjang hari?"
Tak ada pergerakan dari Gayatri, membuat Ganendra kesal setengah mati. "Kamu ini orang atau kerbau, sih?" imbuhnya.
Ganendra mengulurkan tangan, mencoba menyentuh bahu Gayatri untuk membangunkannya. Namun, gadis itu tetap bergeming. Ganendra mencoba mengulanginya lagi hingga tiga kali. Gayatri tetap terlelap, tak merasa terganggu sama sekali.
Ganendra semakin putus asa. Dia mulai memikirkan cara lain untuk membangunkan Gayatri. Perlahan, dia mendekatkan wajahnya. Bibir mungil gadis itu menjadi sasaran Ganendra. Entah mengapa dia ingin sekali melakukan sesuatu pada Gayatri.
Cup!
Ganendra mengecup sekilas bibir Gayatri. Namun, gadis yang baru kemarin menjadi istrinya itu tetap tak terjaga. Dia pun mengulangi lagi kecupan itu. Semula dia hanya ingin mengecupnya sekilas, tetapi entah mengapa begitu bibir mereka bersentuhan, ada dorongan dalam diri Ganendra untuk memperdalam ciumannya.
Mula-mula ciuman lembut, tetapi lama-kelamaan semakin panas dan menuntut. Ganendra tak dapat lagi menahan gairahnya yang semakin memuncak.
Gayatri tersentak dan langsung terjaga dari tidurnya saat dia merasa sesuatu yang lembut menguasai bibirnya. Kilasan kejadian saat Ganendra memaksanya membuat Gayatri langsung membuka mata. Sontak dia memekik karena terkejut melihat wajah Ganendra yang begitu dekat. Reflek dia mendorong wajah laki-laki itu.
Gayatri gelagapan saat menyadari dia berada di atas ranjang. Dia menelisik baju yang dia pakai, terlihat masih lengkap. Bahkan jilbab masih membungkus rambutnya. Namun, dia merasa takut, jantungnya berdetak tidak keruan melihat Ganendra dalam posisi tadi. Dia merasa bersyukur saat suaminya itu segera menjauhkan diri dan duduk di sofa.
Gayatri benar-benar takut jika Ganendra kembali melakukan kekerasan padanya. Dia merasa seluruh tubuhnya sakit hingga terasa lemas untuk bergerak. Namun, sekuat tenaga dia mencoba untuk bangun dari tidurnya.
"Aduh ...."
Rintihan itu lolos begitu saja dari bibir Gayatri, tak tertahan lagi. Wajah cantik tetapi pucat itu terlihat meringis menahan sakit. Ganendra langsung menjauhkan diri dari Gayatri begitu mendengar rintihan istrinya itu. Dia merutuk dalam hati, merasa kesal sekaligus malu karena telah ketahuan berbuat mesum pada gadis itu.
Ganendra memperhatikan ekspresi Gayatri yang terlihat kebingungan. Dia tersenyum penuh kemenangan dalam hatinya sambil mengingat lagi rasa manis bibir yang baru saja dia sesap.
"Apa yang Mas lakukan? Kenapa aku tidur di sini? Bukannya semalam aku tidur di sofa? Siapa yang mindahin aku?"
"Kamu demam. Aku yang mindahin kamu. Tadi aku sudah memanggil dokter. Cepat bangun dan mandi. Kita sarapan dan minum obatmu. Dasar menyusahkan!"
Ganendra mengomel lalu memainkan ponselnya. Sesungguhnya dia sedang merasa salah tingkah. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Gayatri.
Gayatri beringsut dari ranjang. Kepalanya terasa berat, badan juga terasa lemas. Apalagi bagian sensitifnya masih terasa sakit. Gadis itu berusaha untuk turun dari ranjang walaupun dalam hati merutuk kesal.
Saat mencoba berdiri dan melangkah, Gayatri kembali meringis. Bagian bawah tubuhnya terasa sakit untuk melangkah. Tubuh langsing itu limbung dan hampir saja jatuh jika Ganendra tak sigap menangkapnya.
Kamu nggak apa-apa?" tanya Ganendra cemas. Dia kembali merasa bersalah. Gayatri pasti kesakitan karena ulahnya tadi malam.
"Aku nggak apa-apa. Lepasin aku! Aku mau ke kamar mandi sendiri."
Ganendra tak mempedulikan ucapan Gayatri. Dia membopong tubuh gadis berjilbab itu ke kamar mandi. Dia menurunkan Gayatri di atas kloset lalu memutar kran untuk memenuhi bath up dengan air hangat. Lalu menuangkan sedikit aroma therapy ke dalamnya.
"Kurasa hangatnya sudah pas. Kamu mau kubantu untuk berendam di sana?"
Gayatri memalingkan wajahnya. "Tidak usah. Aku bisa sendiri."
Gayatri menjawab dengan ketus. Dalam hatinya dia merasa heran melihat perlakuan Ganendra yang terlihat berbeda. Biasanya laki-laki itu bersikap memusuhi. Tadi malam juga dia mengambil paksa mahkotanya. Kenapa sekarang bisa bersikap manis begini?
"Maafkan perbuatanku tadi malam. Sungguh, aku menyesalinya. Sekarang izinkan aku menebus kesalahanku. Biarkan aku membantumu. Aku tak tega melihatmu kesakitan karenaku."
Gayatri melongo mendengar apa yang diucapkan suaminya itu. Seumur-umur itu adalah kalimat terpanjang yang diucapkan Ganendra padanya. Biasanya laki-laki itu hanya berbicara dengan kalimat-kalimat pendek yang bernada ancaman atau suruhan.
"Tidak perlu. Biarkan aku sendiri. Tolong ambilkan baju ganti dan handuk untukku saja."
Gayatri menolak bantuan Ganendra. Bagaimana bisa dia mandi dengan dibantu Ganendra? Laki-laki itu pasti akan melihat tubuhnya. Hanya membayangkan saja rasanya sudah malu.
Ganendra melangkah keluar, hendak mengambil apa yang dibutuhkan oleh Gayatri. Dia membuka koper dan mengambil baju ganti di sana. Sudut bibirnya melengkung indah saat tak sengaja tangannya memegang benda berwarna pink di sana. Laki-laki itu mengamati benda itu sekilas sebelum kembali menutup koper.
Gayatri masih bergeming, menunggu Ganendra membawakan pesanannya. Laki-laki itu datang beberapa menit kemudian.
"Ini baju gantinya. Aku taruh di gantungan, ya?"
Tanpa menunggu jawaban, Ganendra langsung menaruh baju ganti Gayatri, lalu keluar dan menutup pintu kamar mandi. Namun, dia tak beranjak dari depan pintu. Dia takut sesuatu terjadi pada Gayatri.
Beberapa menit berlalu, tak terdengar suara apa pun. Ganendra masih setia berdiri menunggu di balik pintu. Dia menajamkan telinganya. Dalam hati dia berharap Gayatri baik-baik saja, mengingat tadi saja dia hampir jatuh saat berdiri.
Ganendra tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Dia merasa ada yang salah dengan otaknya. Apa mungkin otaknya telah bergeser? batinnya heran.
Selama ini Ganendra tak pernah peduli dengan Gayatri. Namun, entah kenapa sekarang dia menjadi merasa seperti ingin melindungi gadis itu. Dia benar-benar tak ingin merasa jatuh cinta pada istrinya itu. Satu-satunya gadis yang pernah dia cintai hanyalah Anandita. Walaupun dia tak mengerti kenapa gadis itu malah kabur di hari pernikahan mereka.
Ganendra sendiri tak tahu perasaan apa yang sekarang tumbuh di hatinya. Sejujurnya dia merasa takut jika ternyata dia jatuh cinta pada Gayatri. Sekuat tenaga dia menepis perasaan itu. Dia menganggap bahwa semua itu hanyalah sebentuk rasa kasihan kepada Gayatri karena gadis itu sakit akibat ulahnya.
Ganendra menggelengkan kepala, mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran anehnya tentang Gayatri. Dia menolak perasaan yang baru saja tumbuh di dalam hatinya itu.
Tak seharusnya rasa itu ada, begitu pikirnya.