Chereads / Predestinasi Cinta Gayatri / Chapter 2 - Jalan Keluar

Chapter 2 - Jalan Keluar

Panji terus melangkah memasuki gedung, diikuti oleh Bayu dan Laksita. Semua orang melihat ke arah mereka sambil berbisik-bisik karena melihat keberadaan pengantin wanitanya. Panji tak tahu jika sedang menjadi pusat perhatian. Dia sudah merasakan hal itu semenjak berjalan keluar tadi. Namun, dia berusaha untuk tidak mempedulikan mereka.

Retno Pangestuti melihat dari jauh kedatangan Panji bersama calon besannya. Namun, dia bertanya-tanya dalam hati karena tak melihat Anandita. Noto yang melihat Retno perhatian perhatian pun mengikuti arah pandang sang menantu.

'Kenapa pengantin wanitanya tak terlihat?' pikir Noto. Dia merasa ada sesuatu yang tak beres yang tengah terjadi. Apalagi saat melihat Retno menghampiri Panji. Dia pun mengikuti perempuan itu.

Melihat Retno berdiri, Panji mengurungkan niatnya untuk menghampiri penghulu. Dia menuju sebuah sudut yang tak terlalu ramai oleh tamu dan memutuskan untuk membahas masalah mereka lebih dulu.

Panji diikuti langkahnya, diikuti Bayu dan Laksita. Mereka menunggu Retno dan Noto yang berjalan mendekat. Dahayu--adik kandung Noto--yang melihat mereka berkumpul ikut penasaran dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan mereka.

"Ada apa ini? Mana pengantin wanitanya?" tanya Noto sambil memandangi Panji, Bayu, dan Laksita secara bergantian.

"Pengantin wanitanya kabur, Romo," ucap Panji setengah berpikir. Dia tak menyangka Noto dan Dahayu akan menghampirinya.

"Apa? Kamu jangan main-main, Panji!" ancam Noto.

"Tidak, Romo. Panji tidak main-main. Romo bisa menanyakannya pada mereka," tunjuk Panji pada Bayu dan Laksita.

Kedua orang tua Anandita itu tak bisa berkutik. Mereka berani menghadapi berhadapan dengan Noto yang terkenal dan galak itu. Keduanya hanya bisa menundukkan wajah, tak berani mengangkatnya.

"Apa yang benar dikatakan Panji? Ke mana putrimu? Kenapa bisa kabur?"

Noto mengatakan itu sambil mengungkapkan Bayu tajam. Dia sungguh merasa kecewa mendengarnya. Apa yang dilakukan calon istri cucunya itu benar-benar telah mencoreng wajahnya.

"Maafkan kami, Romo. Kami mengaku salah karena tidak bisa mendidik putri kami dengan baik. Maafkan jika putri kami telah membuat Anda sekeluarga menjadi malu," ucap Bayu dengan sedikit gemetar.

Bayu sudah pasrah. Dia pikir, mungkin setelah ini kerja sama dan bantuan dari Panji pada perusahaannya akan berakhir. Dia tak bisa mencegah hal itu. Semua itu gara-gara pacar putrinya.

"Apa putrimu mengatakan sesuatu sebelum dia pergi? Mengapa kalian tak bisa mengawasinya? Kalian tahu, harga diri kami terinjak-injak karena ulah putri kalian."

Noto mengatakan hal itu pelan tapi penuh penekanan. Jelas, nasib keluarga mereka sudah di ujung tanduk. Tak mungkin pernikahan dilanjutkan. Hendak dibatalkan juga akan lebih.

Apa kata orang nanti jika pengantin wanita keluarga Noto kabur di hari pernikahannya? Apa sebegitu burukkah citra keluarga mereka, hingga pernikahan harus dibatalkan?

"Maafkan kami, Romo. Kami sudah menemukan keberadaan putri kami, tapi kami tidak menemukan. Sekali lagi, kami minta maaf. Kami tidak bermaksud mencoreng muka keluarga Anda."

Bayu mengatakan itu sambil berkali-kali memohon, memohon pada Noto agar mengampuni kesalahan putrinya. Dia sudah putus asa. Dia sudah pasrah atas apa pun resiko yang akan mereka terima.

Dahayu memperhatikan raut wajah mereka satu per satu. Tiba-tiba saja terbersit ide di benaknya. Dia pun menarik tangan sang kakak sedikit menjauh dari tempat itu.

"Kenapa, Dahayu?" Noto mengernyitkan kening, merasa heran dengan perlakuan adiknya.

"Ada yang mau aku dari. Penting ini," sahut Dahayu.

Dahayu mencatat langkah saat merasa mereka sudah siap dari Panji dan calon besannya. Dia sudah merasa yakin dengan rencana yang baru saja dia susun.

"Begini, Mas. Ganendra kan tidak mungkin nikah sama Anandita. Bagaimana jika pengantin wanitanya kita ganti saja?" usul Dahayu.

"Kamu jangan bercanda, Yu. Itu tidak lucu. Bagaimana bisa pengantin wanitanya diganti? Siapa yang akan menggantikannya?"

Noto mengatakan itu dengan sedikit tertawa. Dia berpikir usul Dahayu itu sedikit nyeleneh.

"Aku tidak bercanda, Mas. Bagaimana kalau pengantin wanitanya kita ganti dengan Gayatri saja?"

Noto kepala. Dia tak habis pikir dengan pemikiran Dahayu. Bagaimana mungkin dia akan menikahkan Ganendra dengan Gayatri--cucu angkatnya. Gadis yatim piatu yang diadopsi oleh putra Dahayu.

"Kamu nggak lupa siapa Gayatri, kan? Gadis itu tak jelas asal-usulnya," kilah Noto.

"Gayatri memang tak jelas asal-usulnya. Tapi aku berani menjamin dia gadis yang sangat baik dan penurut. Aku sangat mencintai dan tidak ingin kehilangan gadis itu. Aku berharap dia tidak akan menikah dengan laki-laki lain di luar sana. Aku rasa, Ganendra dan Gayatri, mereka berdua bisa menjadi pasangan yang serasi."

"Kamu terlalu berambisi. Bagaimana jika mereka menolak?"

Noto mengatakan itu karena merasa Dahayu tidak objektif dan hanya bertindak berdasarkan perasaannya saja. Bagaimana mungkin kedua cucunya itu akan dia nikahkan?

"Bagaimana, Mas? Kamu mau menyelamatkan harga diri kita, kan? Apa kamu mau membiarkan harga diri dan keluarga kita hancur karena pernikahan ini?"

Dahayu mendesak kakaknya. Dia tahu, keluarga mereka sedang diputar banyak orang karena kejadian itu.

"Waktu kita tidak banyak, Mas," tegur Dahayu karena melihat sang kakak hanya diam saja.

"Apa kamu pikir Panji akan menyetujui hal ini?" tanya Noto setelah berpikir.

"Jika dia punya cara lain yang lebih elegan untuk mengatasi hal ini, aku akan sangat menghargainya."

Dahayu mengatakan itu dengan penuh rasa percaya diri. Dia yakin kali ini Noto akan mengikuti kemauannya. Pun dengan Panji. Mereka semua tidak boleh membiarkan keadaan terus berlarut-larut. Harus ada tindakan tegas yang harus segera diambil untuk menyelamatkan harga diri dan martabat keluarga mereka.

"Baiklah. Aku setuju. Panggil saja Gayatri dan Ganendra. Kita perlu bicara pada mereka berdua."

Akhirnya Noto mengambil keputusan. Dia akan mengikuti rencana baru yang disusun oleh adiknya itu. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk mewujudkannya, tetapi dia yakin, semua akan berjalan dengan baik-baik saja.

Dahayu segera memerintahkan Panji untuk memanggil Gayatri dan Ganendra.

"Kita harus bergerak cepat agar bisa segera berlangsung, Panji. Temukan mereka lalu suruh ke sini cepat."

Itu yang dikatakan Dahayu saat menyuruh Panji. Meski dalam hati bertanya-tanya, tapi Panji memilih segera melakukan apa yang diminta oleh Dahayu.

Panji bisa dengan cepat menemukan Ganendra. Putranya itu masih duduk di tempat yang sama dengan tadi sewaktu dia ditinggalkan. Namun, Panji terpaksa mencari-cari keberadaan Gayatri di antara tamu-tamu yang hadir.

Panji tersenyum lega saat akhirnya dia menemukan keberadaan sang keponakan. Gadis manis itu sedang bercanda dengan teman-temannya di deret belakang. Dengan cepat Panji menghampirinya, tak ingin membuang waktu yang sangat berharga.

"Gayatri, ikut Paklik Kemana-mana, yuk! Kamu ditunggu sama Eyang Putri," ajak Panji setelah berada di dekat gadis itu.

Gayatri merasa bingung mengapa bapaknya Ganendra memanggil. Namun, dia hanya menuruti kemauan sang paman saat nama Eyang Putri yang dia sebut-sebut. Pasti ada sesuatu yang penting, begitu pikir Gayatri.