Berbagai rasa menyambangi jiwa Guina.
Mantan suami?
Tubuhnya seketika menegak dengan netra membelalak. Otak Guina begitu sulit mencerna satu kalimat dari bibir Dora. Perempuan itu memijat pelipisnya berulang kali. Kalau saja di sini sepi, pastilah Guina sudah menjerit-jerit. Menyuarakan keterkejutan.
"Mantan suami bagaimana maksudnya? Secara, Karinkan istrinya Ronald. Mereka memiliki dua orang anak,"
Namun, apa daya. Guina bukan tipikal orang yang gampang terpengaruh sebelum ada bukti kuat. Hingga ia berasumsi, bahwa Dora telah mengarang cerita. Guina tahu betul, kalau Karin istri sah dari Ronald dan tidak terikat dengan pria lain.
"Kau mengaku sebagai sahabatnya, tapi kau tidak tahu bagaimana latar belakang perempuan itu," Dora melipat tangan di atas dada. Kesal dengan respon Guina.
"Karin tidak pernah membahas laki-laki lain kecuali Ronald,"
"Berarti temanmu itu tidak jujur. Seharusnya dia mengatakan, kalau dia sudah pernah menikah sebelum bersama suaminya yang sekarang. Kau bisa tanya Setyo secara langsung, jika tidak percaya dengan ucapanku,"
Astaga…
Apakah benar yang dikatakan oleh Dora?
Guina menarik napas dalam berulang kali. Berharap jiwanya tidak terguncang menerima kenyataan ini. Kalau memang betul Karin adalah mantan istri Setyo, berarti Karin pernah menjadi janda sebelum menikah dengan Ronald. Kenapa bisa? Apa yang telah terjadi dengan Karin? Dan, apakah Ronald tahu Setyo adalah mantan suami Karin. Secara, antara dirinya dan Setyo kan teman akrab sewaktu kecil. Guina bermonolog.
"Karin tidak memberitahuku, kalau dia pernah menjadi seorang janda,"
Sulit untuk menerima kebenaran ini. Guina butuh waktu untuk memastikan apakah yang diucapkan Dora benar, atau hanya sekadar bualan semata.
"Sudahlah. Terserah mau percaya atau tidak, karena aku datang ke sini bukan untuk meyakinkanmu. Aku ingin bertemu Karin. Tunjukkan padaku yang mana orangnya," Dora mengibas surai pendeknya ke belakang.
Guina meraih ponsel di dalam saku. Ia gegas melihat jadwal mengajar seluruh dosen Ilmu Komunikasi. Tak butuh waktu lama, Guina menemukan nama Karin beserta jam dan ruangan yang akan ia masuki saat ini.
"Ayo ikut saya, Bu. Karin akan mengajar sebentar lagi," ucap Guina, lalu berdiri.
Dora harus siap dengan segala konsekuensi yang ia terima setelah menemui Karin nanti. Ia tidak sudi membiarkan wanita itu berada di dalam hati Setyo. Tidak. Hal itu tak akan pernah terjadi. Dora akan melakukan segala cara agar Karin dan Setyo berpisah. Kalau bisa, Karin keluar saja dari kampus ini.
"Tiga menit lagi Karin akan masuk ke ruangan itu, Bu." Guina melayangkan telunjuknya ke arah ruangan yang berada 100 meter di depan mereka. "Saya kembali ke kantor. Tolong jangan sertakan nama saya di sini, ya," sambunya sambil memohon.
Dora mengangguk. Sesaat kemudian, ia ngeloyor ke depan ruangan dan menunggu Karin di sana. Tempat ini sepi, karena seluruh mahasiswa masih sibuk belajar di dalam. Memudahkan Dora untuk bebas berbicara dengan Karin.
Guina segera berlari menuju tempat persemayamannya. Namun, di tengah perjalannya ia malah berjumpa dengan seseorang yang dihindari. Guina menangkap netra Karin yang tengah menatapnya heran. Tidak biasanya Guina datang ke fakultas, karena kesehariannya hanyalah di kantor saja.
Guina menyunggingkan senyum tipis. Ia semakin mempercepat langkah. Khawatir kalau Karin akan bertanya ia habis dari mana.
Tatkala Karin sudah sampai di depan ruangan yang akan ia ajar, tiba-tiba saja Karin dicegat oleh sosok perempuan tidak dikenal. Karin mengernyit. Belum pernah dia berjumpa seseorang di hadapannya itu sebelumnya.
"Maaf. Ibu ini siapa, ya?" tanya Karin penuh sopan. Ia mencoba mengingat penggalan-penggalan peristiwa masa lalu. Barang kali saja mereka pernah bertemu.
Melihat paras ayu Karin, membuat hati Dora semakin panas. Ia meracau dalam hati. Pantas saja Setyo masih terngiang-ngiang. Rupanya wajah Karin terlampau menawan. Ia juga memiliki kesopanan yang baik.
Namun, Dora tak akan luluh mengingat perempuan itulah penyebab ia dan Setyo bertengkar. Bahkan Dora sampai mengusir suaminya tidur di ruang tamu. Dora menyorot tajam netra Karin. Membuat wanita di hadapannya jadi semakin kikuk.
"Saya Dora. Istri Setyo," ucap Dora memperkenalkan diri.
Deg!
Apalagi ini?
Meskipun kaget, tapi Karin berusaha untuk tetap tenang. Ia menarik kedua sudut bibir.
"Oh. Ada apa ya, Bu?" tanyanya pada perempuan yang kelihatan sudah berumur lanjut itu.
Dora mencibir dalam hati. Kenapa Karin tidak kaget?
"Hei, Karin! Aku minta padamu agar jangan pernah mengganggu suamiku lagi! Gara-gara ulahmu, kami jadi bertengkar hebat." Dora menunjuk-nunjuk wajah mantan istri suaminya tersebut.
Dari mana wanita itu tahu nama dan latar belakangnya? Apa yang sebenarnya sudah terjadi?
"Maaf. Saya tidak mengerti maksud Ibu,"
Karin menjauhkan diri dari pintu ruangan. Jaga-jaga agar perdebatan kedua hawa tersebut tidak sampai terdengar ke dalam.
"Tidak usah berpura-pura bodoh. Intinya, aku tidak mau kau berhubungan dengan Setyo. Kalian itu hanya sebatas mantan suami istri. Pasangan sahnya saat ini adalah aku," seru Dora seraya mengikuti langkah Karin.
Mendengar semua ucapan Dora sontak membuat jantung Karin kembat-kembut. Napasnya berderu hebat. Kalau tidak sedang di lokasi formal, pasti Karin sudah menjambak rambut wanita itu. Biar botak sekalian. Apa maksudnya mengatakan Karin sebagai pengganggu hubungannya dengan Setyo? Cih! Selama ini, Setyolah yang kerap berusaha menarik perhatian Karin. Dasar perempuan aneh! Tidak punya urat malu dia.
"Saya tekankan kepada Anda, bahwa saya tidak pernah mengusik Setyo barang sedikit pun. Silahkan tanya pada orang-orang yang mengenal kami berdua. Anda salah jika beranggapan seperti itu. Permisi!" Gegas Karin meninggalkan Dora dan masuk ke ruangan tempat ia mengajar.
Perasaannya spontan tidak enak. Bahkan, Karin tak sempat menampilkan senyum terbaiknya saat memasuki ruangan. Padahal dia tidak pernah meninggalkan hal itu sebelumnya. Menciptakan tanda tanya di kepala para mahasiswa. Mereka mafhum, mungkin dosennya sedang kelelahan atau punya masalah lain.
Di luar sana, Dora tampak semakin geram melihat tingkah Karin. Seenak jidatnya saja meninggalkan pembicaraan yang belum selesai. Dora kian jijik. Ia bertekad untuk melanjutkan perdebatannya dengan perempuan itu di lain hari.
"Lihat saja kau Karin. Berani-beraninya tidak menghormati istri atasanmu," geming Dora menyombongkan diri.
***
Petang sebelum pulang ke rumah. Karin berdiri tepat di sisi pintu mobil atasannya. Siapa lagi kalau bukan si Setyo sang Kepala Jurusan Ilmu Komunikasi. Sengaja Karin menunggunya di sana. Ia ingin membabat habis permasalahan yang ia alami hari ini bersama Dora.
Senyum mengembang terbit di wajah Setyo, saat ia melihat sosok yang dicinta termangu di sana. Meskipun sedang berdiam diri seperti patung batu, tapi kencantikan Karin tiada pernah pudar.
"Karin. Kau sedang apa? Ingin bertemu denganku, ya?" Setyo kegirangan.
Pria itu mesem-mesem sendiri. Kupu-kupu bertebaran di perutnya. Ia bahagia. Tak pernah Karin melakukan hal ini sebelumnya.
"Setyo, ada hal yang ingin kubicarakan kepadamu." Perkataan Karin semakin membuat deguban jantung Setyo mengencang.
"Kau merindukanku? Ah! Atau, kau sudah memaafkan aku?" Cepat-cepat Setyo mencengkram erat jemari Karin. Ia gemas dengan wanita itu.
"Jaga sikapmu, Setyo!"
Plak!
Namun, bukannya ikut membalas rengkuhan itu, Karin malah memukul keras tangan pria di hadapannya. Setyo sungguh keterlaluan. Dia sudah berani bertindak sebelum tahu apa yang akan disampaikan oleh Karin.
"Aku menunggumu hanya untuk mengadukan, bahwa istrimu menemui aku. Dia meminta agar aku jangan pernah mengganggu suaminya, tanpa tahu bahwa suaminyalah yang sebenarnya kerap menguntitku. Keterlaluan! Apa yang sudah kau bicarakan dengan dia? Kau kembali menuduhku tanpa data?"
"HAH! DORA MENEMUIMU?"
Sekujur tubuh Setyo menegang. Anggapan bahwa Karin merindukan serta memaafkannya mendadak pupus.
***
Bersambung