"Jadi, dia yang selama ini kau sembunyikan dariku?!" Dora menatap wajah suaminya penuh kekecewaan.
Sama seperti Karin, Setyo juga tidak pernah mengungkap identitas asli mantan pasangannya. Bukan tanpa alasan Setyo melakukan hal tersebut. Dia hanya ingin mengubur Karin dalam-dalam dengan tidak mengingat bahkan menyebut namanya lagi. Sialnya, mereka kembali bertemu setelah enam tahun berpisah.
Setyo mengangguk samar. Betapa malang nasib Dora, saat tahu suaminya masih menyimpan perempuan lain di hati. Mungkinkah ia akan meninggalkan Setyo setelah ini? Sedang, Dora begitu mencintainya.
"Percayalah. Meskipun kami bekerja dalam satu kantor, tapi kami tak pernah berhubungan baik. Karin juga selalu menghindariku dan berbicara seperlunya saja. Foto itu hanya kusimpan sebagai kenang-kenangan," ucap Setyo menenangkan istrinya.
Antara Setyo dan Karin memang tidak ada apa-apa lagi. Selain keduanya jarang ngobrol, Karin juga kerap menjauhi Setyo. Kendatipun, bukan berarti Setyo akan kehilangan rasa. Dia berdalih agar Dora tidak berpikiran macam-macam.
Kini, perhatian Dora tertuju pada foto pernikahannya bersama Setyo di dinding kamar. Musibah dalam rumah tangga memang selalu ada. Namun, ini merupakan yang paling parah. Di mana Dora harus menerima kenyataan bahwa suaminya telah bertemu dengan mantannya kembali. Mirisnya lagi, mereka satu pekerjaan. Rasanya ingin Dora melarikan diri dari sini, bahkan kalau bisa ia mati saja.
"Keterlaluan kamu, Mas! Aku kecewa sekali. Aku tidak ingin melihat wajahmu. Pergi!"
Selagi Setyo mulai dingin, Dora malah membuat keributan baru. Sedikit pun ia tak percaya kalau pria itu sudah tidak mencintai Karin. Melihat bukti nyata tadi, cukup meyakinkan hati Dora, kalau suaminya masih mengingat-ingat perempuan itu.
"Hei, Dora. Jangan begitu. Mas kan sudah minta maaf," balas Setyo semakin bingung.
Semua yang ada di dalam hati Dora, ia ucapkan begitu saja tanpa filter.
Dora tak mau tahu. Dia mendorong tubuh Setyo sekuat tenaga agar keluar dari kamar. Dora butuh waktu untuk sendiri. Dia ingin berteriak sekencang-kencangnya sambil menyembunyikan wajah di balik bantal. Dora enek memandang wajah si pembohong itu. Perih. Baru kali ini Dora mendapati suaminya betul-betul menyimpan perempuan lain. Selama ini dia hanya mengkhawatirkan saja.
Sebenarnya Setyo bisa saja membungkam mulut Dora dan menyembunyikannya dalam pelukan. Atau, Setyo juga mampu mendorong balik tubuh istrinya tersebut. Namun, saat ini Setyo mafhum bahwa Dora benar-benar terguncang. Ia belum pernah mendapati istrinya bertingkah seperti singa hutan.
Tak ingin berlama-lama di sisi Dora, akhirnya Setyo bangkit dan berlari ke luar kamar. Gegas Dora membanting pintu, lalu menguncinya rapat-rapat. Berharap Setyo tak akan pernah kembali lagi.
"Bajingan!" Terdengar teriakan Dora dari bilik.
Setyo memilih untuk mengendarai mobilnya menuju sebuah tempat yang dianggapnya mampu menenangkan hati. Ia selalu merasa damai saat berada di sana. Terlebih tempat itu memang menyisakan sebuah kenangan manis. Tidak peduli, kalau hari beranjak malam.
***
FLASH BACK ON
"Sayang, coba lihat! Burung-burung itu saling mengasihi," ucap Karin pada seseorang di sebelahnya.
Tidak ada kebahagiaan selain bersua mesra dengan sang tajuk hati di bibir Danau. Dan, begitulah yang sedang dialami oleh sepasang insan tersebut. Mereka merengkuh satu sama lain. Mengagumi pahatan Tuhan yang kini bisa dimiliki.
Dua manusia itu adalah Karin dan Setyo. Danau kerap menjadi pilihan untuk menyuarakan kerinduan. Tentu saja mereka tidak hanya berdua. Ada sekawanan burung, ikan-ikan di dalam danau, barisan semut dengan remahan roti di punggungnya, dan masih banyak makhluk-makhluk lain yang juga ikut meramaikan suasana Danau.
Setyo tersenyum. Alunan merdu suara Karin menyentuh hingga ke jantung. Netranya bergerak, mengikuti arah telunjuk Karin. Memandang dua ekor burung yang entah sedang membicarakan apa. Sejurus kemudian, tangannya membelai surai lembut milik wanita itu.
"Burung-burung itu seperti kita, Sayang. Saling menyayangi dan melindungi," balas Setyo sambil mengulas senyum.
Karin bersandar pada bahu kokoh milik kekasihnya. Tidak pernah barang sedetik pun ia jenuh, setelah menjalani hubungan bertahun-tahun. Baginya, Setyo semakin menawan saja. Wanita itu sangat risau apabila Setyo jauh dari dirinya.
"Apakah kau berjanji akan menjagaku selalu?" Karin mengangkat kepalanya. Mencari titik serius di wajah Setyo.
"Aku berjanji, Sayang. Lihatlah! Apa pernah aku melalaikanmu selama ini? Aku selalu menjagamu dengan baik,"
Seketika pikiran Setyo terbang ke masa depan yang sama sekali belum ia jalani. Saat di mana ia dan Karin akan bersatu di cakrawala. Memadukan cinta yang telah mereka rangkai mula akar hingga kembang.
"Oh, Setyo. Aku sangat menyayangimu,"
CUP!
Bibir Karin menempel di dahi kekasihnya.
FLASH BACK OFF
Tes…
Setyo tersadar dari lamunannya tentang peristiwa beberapa tahun silam. Tak lain dan tak bukan, tempat yang ia tuju adalah sebuah danau. Lapak yang dulunya kerap ia kunjungi bersama Karin.
Album kemesraan bersama wanita berparas ayu itu kembali berputar. Setyo duduk sambil menyandarkan dagunya di atas kedua lutut. Sebelah tangannya melempar tanah-tanah kering ke dalam air. Membuat para ikan beramsumsi bahwa telah datang makanan kepada mereka.
Nahasnya, lelehan cream menetes entah dari mana dan mendarat di dahi Setyo. Persis di tempat Karin menciumnya saat dalam kenangan tadi. Setyo tersentak kaget. Ia mengusap keningnya dan mendapati benda lembut bewarna cokelat kehitaman.
"Ah! Kurang ajar!" Buru-buru Setyo mengusap jemarinya ke tanah.
Pikirannya tentang Karin mendadak terhenti. Semua itu disebabkan oleh kotoran burung yang jatuh entah dari mana. Setyo mendongak. Ia duduk persis di bawah sebuah pohon. Agaknya, hewan itu sedang buang air besar dari atas sana.
Jijik sekali. Aroma tak sedap menyeruak ke hidung Setyo. Belum lagi tangannya yang ikut ternodai oleh kotoran burung. Membuat Setyo semakin menggeliat kesal. Nasibnya benar-benar sial hari ini. Sudah dimarahi istri, tertimpa kotoran burung pula.
Setyo melirik benda berkepala bulat di pergelangan tangannya. Ia gegas bangkit, begitu mendapati jam sudah membidik angka 11. Tidak terasa, 60 menit telah berlalu. Dan, waktu itu ia habiskan hanya untuk mengingat masa lalunya bersama Karin. Sesekali Setyo menyesali perbuatan kejinya waktu itu.
Saat ini Setyo sudah mendaratkan bokong di jok kemudi. Tak lupa ia meraih tisu dan kembali mengusap jidatnya yang terkena kotoran burung tadi. Setelah itu, ia membelah keheningan Kota. Bayang-bayang amarah Dora senantiasa menghantui.
***
"Ini semua gara-gara si Jalang itu! Entah kenapa dia harus menjadi dosen baru di tempat suamiku bekerja. Ah, atau jangan-jangan di sengaja, supaya bisa kembali bersua dengan Setyo. Keterlaluan!"
Setelah membiarkan Setyo tidur di luar tadi malam, kini Dora berusaha untuk memberi pelajaran pada Karin. Dia sudah menghubungi Gunia. Keduanya membuat janji temu saat jam makan siang di kampus.
Kebetulan sekolah yang diajar Dora sedang mengadakan acara. Jadi, tak ada masalah jika dia tidak turut hadir di sana. Dora lebih memilih untuk menemui sosok Karin melalui Guina. Perempuan itu harus tahu bahwa mantan suaminya sudah memiliki istri baru.
"Guina!" Dora berteriak dari kejauhan saat melihat sosok perempuan itu.
Merasa namanya terpanggil membuat Guina melenggang dengan cepat. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Memastikan keadaan. Jangan sampai ada Karin di kantin ini. Bisa ketahuan kalau dia sudah menceritakan semuanya.
"Tunjukkan padaku wanita yang bernama Karin itu. Aku harus memberinya pelajaran sekarang juga," ucap Dora tak ingin berbasa-basi.
Sejenak Guina menarik napas, lalu duduk di kursi kantin. Ia mendapati wajah Dora sudah memerah seperti kepiting rebus.
"Memangnya ada apa, Bu? Apakah Ibu sudah melihat foto Karin di ponsel Pak Setyo?" tanya Guina penasaran.
"Ya, sudah. Bahkan, Karin juga merupakan mantan istri Setyo,"
"APA?!" Sekujur tubuh Guina menegang.
***
Bersambung