Tak tanggung-tanggung Guina membongkar semuanya. Meskipun Karin pernah berkata bahwa dia dan Setyo tidak memiliki hubungan apapun sewaktu di café satu minggu lalu, tapi bukan berarti Guina akan percaya begitu saja.
Wanita itu menceritakan saat ia tak sengaja melihat Setyo memandangi foto Karin di ponselnya. Guina juga menggambarkan tatapan intens Setyo setiap kali berhadapan dengan Karin.
Dora sudah sangat panas sekaligus penasaran dengan sosok wanita yang berhasil merebut perhatian suaminya. Bukan sembarang menjatuhkan spekulasi. Dora percaya pada ucapan Guina, karena Setyo pernah menyebut nama Karin sebelumnya. Ya, meskipun laki-laki itu berkata bahwa Karin yang ia maksud adalah seorang bocah cilik.
"Kurang ajar si Setyo! Bisa-bisanya dia bermain gila denganku,"
Jantung Dora kembut. Kedua kakinya lemas, sulit untuk berdiri. Dora merasa dicurangi, dikhianati, dan dizalimi. Apa salah dan dosanya sehingga Setyo bisa berpaling? Dora selalu berusaha menjadi istri terbaik meskipun dibalut dengan sikap posesif.
"Barangkali keduanya menjalin hubungan yang tidak kita ketahui," ucapan Guina semakin memperkeruh keadaan.
Sadar tidak sadar, Guina telah menghancurkan hubungan sepasang suami istri tersebut. Jahat. Hanya karena merasa iri dengan pencapaian Karin, Guina sampai tega merusak nama baiknya di depan Dora. Padahal, selama ini wanita itu tak pernah sedikit pun mencari perhatian Setyo. Guina saja yang tidak tahu, kalau Setyo selalu mengejar-ngejarnya.
"Lihat saja apa yang akan kulakukan dengan perempuan ular itu! Kabari aku jika ada info terbaru." Dora beringsut menuju mobilnya. Mendengar perkataan Guina, semakin mencabik-cabik seisi hatinya.
Sementara itu, si pembawa berita tampak tersenyum puas. Kali ini Karin benar-benar berada dalam bahaya. Memangnya, siapa dia bisa selalu berada di atas? Ada kalanya seseorang mendapati musibah. Dan, Guina sudah berhasil menciptakan masalah itu tanpa sepengetahuan Karin. Biar saja dia yang diuber-uber oleh Dora.
***
Dora menghentakkan kaki di sepanjang perjalanan menuju pintu rumah. Bibirnya panjang. Hatinya meracau. Segala jenis makian sudah ia lontarkan. Hari beranjak sore, pertanda bahwa suaminya psti sudah pulang. Gegas Dora mendobrak pintu tanpa permisi. Tidak peduli jika ia kehilangan sopan santun. Toh, Setyo juga sudah bermain gila di belakangnya.
"Setyo!" teriak Dora yang melihat suaminya duduk di sofa ruang tengah.
Merasa namanya dipanggil, membuat kepala Setyo mencari sumber suara. Apa tadi? Setyo? Apakah dirinya sedang tidak salah dengar? Seumur-umur, tak pernah Dora memanggilnya tanpa embel-embel Mas.
Apa yang sebenarnya terjadi? Setyo masih termangu. Menanti istrinya memulai kata-kata.
"Dasar kau pengkhianat! Sejak kapan kau simpan perempuan itu di hatimu, hem?" Dora yang semakin tersulut api, tidak segan-segan menyorot tajam netra suaminya. Tubuh keduanya saling menempel.
"Apa maskudmu?"
Secepat kilat Setyo memundurkan langkah saat merasa kesulitan menarik oksigen. Aura tidak sedap terpancar di wajah Dora. Perempuan itu bak wong kesetanan dengan matanya yang merah menyala.
"Sejak kapan kau berhubungan denga Karin? Siapa perempuan itu?"
Dora mendesah kecewa. Ia menjambak rambutnya sendiri dengan kedua tangan. Ia kira, Setyo adalah sosok pria baik-baik. Seseorang yang tak akan berani menyakiti hati istrinya sendiri.
"Bukannya sudah kukatakan kalau Karin itu adalah anak kecil yang kutemui beberapa minggu lalu?"
Dora tersenyum miring. Sudah ketangkap basah pun, Setyo masih sempat-sempatnya berlagak bodoh. Apa dia kira Dora itu anak kecil yang bisa dibohongi?
"Keterlaluan! Sini ponselmu,"
Tanpa izin Setyo, Dora langsung merebut benda pipih yang berada di saku kemeja suaminya. Setyo tersontak kaget. Tidak mengerti apa yang akan dilakukan wanita itu. Namun, Setyo teringat kalau ada sebuah gambar rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat.
Deg!
Tamat riwayat Setyo.
Apa Dora sudah mengetahui semuanya?
"Dora, apa yang sedang kau lakukan? Kembalikan ponselku!" Setyo mulai panik.
Dan, terjadilah acara rebut-rebutan hp antara sepasang suami istri tersebut. Keduanya tak ubah bocah kecil yang sedang memperebutkan mainan. Setyo yang sudah ketakutan, lantas tak ingin Dora menguntit seisi ponselnya.
"Sini! Kalau kau tidak menyimpan sesuatu, pasti kau tak akan sepanik ini,"
Dora dengan sekuat tenaga menahan agar ponsel itu tidak jatuh dalam genggaman suaminya. Ia berputar-putar seperti gasing. Menyulitkan Setyo mengikuti pergerakan Dora. Selanjutnya, Dora menilik bagian tengah selangkangan suaminya. Tanpa pikir panjang, ia langsung menendang dengan keras onderdil milik Setyo. Membuat sepasang netra Setyo membulat seketika.
Bugh!
"Aduuuuuuuh…" Setyo limbung di lantai.
Dora melanjutkan misinya guna mengecek ponsel Setyo. Dia berlari menuju kamar, lalu mengunci pintu rapat-rapat. Gegas ia membuka handphone yang ternyata tidak dikunci. Mata Dora jelalatan mencari foto yang dimaksud.
Tap!
Jantunnya berhenti berdetak sementara waktu.
Benar kata Guina, kalau Setyo menyimpan foto Karin di ponselnya. Tak membuang waktu, perempuan itu terus menscroll layar handphone. Dan, alangkah terkejutnya ia, saat mendapati beberapa foto Karin yang lain di sana.
Sakit.
Sakit sekali.
Diam-diam Setyo telah mengkhianati istrinya sendiri.
Di dalam kamar, Dora bersandar pada daun pintu. Tubuhnya tumbang. Ia menangis sejadi-jadinya. Benar kata orang, seketat apapun kita menjaga pasangan, kalau memang ia niat selingkuh, maka hal itu tetap akan ia lakukan. Dora meneteskan bulir-bulir air mata penuh haru. Tak disangka, kalau sosok yang ia percaya rupanya seorang pendusta.
Di sisi Lain, Setyo mencoba untuk bangkit dan mencari keberadaan Dora di kamar. Ia sempat melihat wanita itu menyembul ke dalam sana. Ia perlahan bangkit, meski bagian bawahnya terasa sangat ngilu. Dora benar-benar tidak punya hati. Padahal, dirinya sendiri akan merasa rugi apabila Setyo kehilangan benda pemuas birahi kaum hawa itu.
"Buka pintunya, Dora!"
Dor dor dor!
Setyo menunggu di balik pintu.
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu berdecit. Setyo langsung memasukkan kepalanya. Ia mendapati Dora yang sudah penuh dengan genangan air mata.
"Ini apa?!" Dora menunjukkan layar yang diisi dengan sebuah foto.
Deg!
Setyo memejamkan mata. Seluruh jemarinya membentuk lipatan. Tidak ada yang membuat dirinya benar-benar takut, selain ketahuan menyimpan wanita lain di hati.
"Jelaskan padaku ini apa!"
Dora berdiri dengan napas terengah-engah. Matanya sembab seperti kue apem. Bukti sudah kuat. Tidak ada alasan bagi Setyo untuk berbohong. Apalagi sampai mengatakan bahwa Karin yang ia temui adalah seorang anak kecil.
"Duduklah dulu. Kita bisa menyelesaikannya dengan cara baik-baik," ucap Setyo yang sudah kehabisan akal.
Sikap Setyo perlahan mendingin di tengah deru amarah istrinya. Sudah tertangkap basah. Mana mungkin dia bisa mengelak lagi. Sial! Seharusnya Setyo lebih teliti dengan memberi sandi ponselnya. Ia terlampau teledor dan anggap sepele, karena Dora tak pernah mengecek handphone suaminya. Ya, meskipun semua itu Dora lakukan atas dasar perintah Setyo. Lelaki itu mengatakan bahwa sesama pasangan seharusnya saling percaya. Lihatlah! Ternyata, dirinya sendiri yang menjadi pengkhianat.
"Dari mana kau tahu bahwa itu adalah wajah Karin, hem?" tanya Seto seraya menggiring istrinya untuk duduk di sisi ranjang.
Lagi, Dora terisak keras.
"Itu tidak penting! Sekarang jelaskan padaku, sejak kapan kau memiliki hubungan dengan wanita jalang itu." Sejujurnya Dora ingin sekali menggampar wajah suaminya. Namun, ia tak boleh melakukan itu karena was-was, kalau Setyo akan kabur. Sehingga membuat ia gagal memperoleh informasi.
"Dora. Maafkan aku yang tidak pernah jujur selama ini. Sebenarnya, Karin itu adalah mantan istri yang selalu kusembunyikan darimu." Mata Setyo sayu. Ia sudah pasrah bila Dora akan menjadikannya kambing guling saat ini juga.
***
Bersambung