Chereads / HE COMES BACK / Chapter 4 - TRAGEDI ATAS RANJANG

Chapter 4 - TRAGEDI ATAS RANJANG

FLASH BACK ON

Untuk pertama kalinya sepasang pengantin baru tersebut merasakan sensasi yang luar biasa. Malam ini, Karin dan Setyo berhasil menikmati syurga dunia.

Namun kejanggalan mulai terjadi. Kurasa sudah ada 20 menit Setyo memompa kepunyaan sang istri. Lalu, kenapa hanya ada air bening yang keluar? Mana darah yang selalu ditakuti oleh setiap pengantin baru itu? Setyo menunggu sesuatu yang tak kunjung datang.

Umumnya, orang-orang memercayai bahwa darah akan keluar bersamaan dengan selaput dara yang robek akibat ditusuk oleh organ vital lelaki. Namun hal itu tidak dirasakan oleh Setyo. Pria itu mendadak heran. Ia menghentikan aktivitasnya di saat dirinya dan juga Karin belum mencapai kepuasaan.

"Terus, Sayang," Karin jelas tidak terima.

"Dengan siapa kau pernah bermain sebelum diriku?"

Deg!

Kenikmatan yang dirasakan oleh Karin lantas lenyap begitu saja. Sorot mata Setyo memancarkan api. Bukan hanya wajahnya yang merah padam, dadanya pun ikut naik turun mengendalikan napas yang tak teratur.

"Maksudnya?" tanya Karin sembari mengubah posisi tubuh.

Keduanya saling bersitatap dengan keadaan bugil di atas tempat tidur. Karin merupakan wanita pertama Setyo setelah ibunya, betapa ia sangat menyayangi perempuan itu. Haruskah kepercayaannya ia cabut saat tak mendapati darah yang keluar saat malam pertama mereka?

"Karin, aku kecewa. Kau sudah tidak perawan,"

Krak!

Akibat ucapan Setyo, perempuan di hadapannya jadi tersulut emosi. Bagaimana mungkin Setyo bisa menghakimi diri Karin sedemikian rupa? Padahal Setyo tahu keseharian Karin. Kapan dan dengan siapa Karin keluar pun, tak pernah luput dari pantauan Setyo. Di mana akal lelaki itu?

"Apa maksudmu berkata demikian?" tanya Karin frustasi.

Pedang Setyo tidak setegak tadi. Perlahan birahinya mulai berkurang, tergantikan oleh kekecawaan serta amarah yang menggebu-gebu. Ia merasa tertekan. Apalah arti hubungan yang begitu panjang jika Karin bermain di belakang.

"Pakai bajumu!" seru Setyo yang juga meraih kembali pakaiannya yang tercecer di atas lantai.

Karin tak kunjung bergerak. Lebih baik ia memikirkan perkataan suaminya barusan. Mungkin Setyo mendadak teringat pekerjaan, makanya moodnya memburuk secara tiba-tiba.

"PAKAI BAJUMU, KARIN!"

Plak!

Mungkin Setyo lupa siapa dirinya saat ini. Dengan teganya ia membentak Karin dan langsung memukul bahu wanita itu agar segera turun dari ranjang. Karin terperangah. Tampak warna kemerahan dengan cap lima jari di sana, rasanya begitu pedas.

Cepat-cepat Karin menuruti perkataan Setyo untuk memakai baju. Ia yang tidak tahu apa-apa lantas saja meneteskan air mata. Perbuatan Setyo sungguh menyakiti fisik, juga hatinya.

"Ayo, ikut aku keluar!" pria bertubuh jenjang itu menyeret Karin dengan paksa.

Karin dihardik tanpa ampun. Pria berbadan tegap itu menyeret hingga ia terpelanting di permukaan lantai. Seketika Karin memegang perutnya yang nyeri akibat hentakan tersebut. Teriakan histerinya diacuhkan oleh Setyo.

"Perempuan tidak tahu diri!" Setyo berhasil membawa tubuh istrinya di ruang tengah.

Keadaan semakin gaduh tatkala dua pasang telinga yang mendengar pertengkaran hebat tersebut ikut nimbrung. Kedua orang tua Setyo begitu terkejut saat mendapati kedua mempelai yang baru saja dinikahkan tadi pagi, kini membuat ulah. Ayah dan Ibu Setyo memerhatikan wajah biru Karin serta air mata yang tercucur deras.

"Ada apa ini?" ucap seorang pria tua dengan nada panik.

Karin menarik napas lega barang sejenak. Membangkitkan tubuh meskipun kepalanya terasa begitu nyeri. Ia berharap mendapat pembelaan dari ayah mertuanya atas tuduhan keji Setyo.

"Karin sudah tidak perawan. Dia bermain gila dengan pria lain di belakangku,"

Deg!

Tes

Tes

Tes

Atmosfir ruangan mendadak dingin. Temaram lampu ruang tengah kian meredup, membuat mata sembab Karin tersamarkan. Orang yang mendengar kabar menjijikkan seperti itu lantas saja berkeringat dingin.

"Benarkah itu, Karin?" ayah Setyo memejamkan mata seraya menarik napas dalam.

Apa-apaan ini? Kenapa timbul api di malam pertama dirinya dengan sang suami? Karin bermonolog, menyumpahserapahi Setyo yang sudah memfitnahnya tanpa bukti kuat.

"Tidak. Aku berani bersumpah demi apapun jika aku masih perawan," balas Karin yang tidak terima dengan ucapan suaminya.

"Kau jangan berbohong, Karin! Kau bahkan sama sekali tidak mengeluarkan darah,"

Amarah Setyo terus membeludak. Beradu dengan kekecewaannya dengan sang istri. Tak peduli jika harus membongkar masalah ranjang di depan orang tuanya. Pria itu ingin Karin mendapat balasan terhadap pengkhianatan yang telah ia lakukan.

Dada sepasang insan lanjut usia tersebut berdebar kencang. Ritme jantung yang tidak teratur membuat sang wanita nyaris pingsan. Sakit sekali saat tahu bahwa putra satu-satunya menikahi gadis tapi bukan perawan. Ibu Setyo serasa dihujam oleh batu besar.

"Sudah, jangan pikirkan menantu kurang ajarmu itu lagi," ayah Setyo menggendong tubuh istrinya masuk ke kamar. "Setyo. Usir saja perempuan murahan itu," sambungnya sebelum benar-benar pergi.

"Tanpa ayah suruh, aku juga sudah tahu harus melakukan apa," Setyo bermonolog.

Sudah lima tahun membangun hubungan yang berakhir dengan pernikahan. Setyo justru tidak mudah menerima semua kenyataan pahit ini. Kejadian tak terduga di malam pertama mereka sungguh menyayat hati. Tanpa izin, Setyo kembali menyeret Karin dan menggiringnya ke beranda rumah.

"Pergi kau istri Jahannam!"

Bugh!

Karin masih saja dengan kebingungan yang melanda saat Setyo mendorong tubuhnya sehingga ia kembali terpental. Wanita itu merasa bahwa ia tidak pernah berzina dengan siapapun selama ini. Ia benar-benar terhina. Setyo sudah menganggapnya sebagai perempuan tidak punya harga diri.

"Kau mengusirku yang tidak bersalah ini?" teriak Karin sambil mencoba bangkit.

Rinai hujan perlahan turun membasahi bumi, bersamaan dengan air mata Karin yang juga ikut menetes. Satu dua tetangga mulai menampakkan diri, memastikan siapa yang membuat keributan tengah malam begini.

"Apa? Pergi kalian semua! Jangan ikut campur urusan rumah tangga orang," Karin mencibir. Malu sekali rasanya dihardik di hadapan khalayak publik.

Mendengarnya, Setyo jadi terkekeh geli. Ia mengatakan pada orang-orang itu agar tetap menonton perseteruan pengantin baru tersebut. Tak lupa ia kembali menuduh Karin sebagai gadis tidak perawan. Membuat Karin merasa semakin terhina dan diinjak-injak.

"Ya ampun. Sudah tertipu dong si Setyo dengan anak itu,"

"Miris sekali. Baru juga menikah,"

"Usir saja,"

Sahut-sahutan para emak rempong mulai terdengar. Mereka masih saja terus menonton aksi gila tersebut. Karin disudutkan. Semua orang menghadiahinya dengan caci maki dan juga tatapan membunuh.

"Pergi kau perempuan tidak tahu diri. Aku menyesal sudah merestui hubungan kalian,"

Tiba-tiba saja ayah Setyo kembali keluar sesaat setelah menenangkan istrinya yang sudah tidak berdaya. Seperti dirajam belati, pak tua itu sungguh tak menyangka bila pernikahan putranya hancur sebelum mencapai 24 jam penuh.

"Asal kalian tahu, aku tidak pernah melakukan apapun di belakang Setyo," sementara orang yang membuat pembelaan, malah semakin ditertawakan.

Agaknya ayah dan ibu Setyo lebih percaya pada putranya ketimbang dara yang barusan menjadi menantunya tersebut. Hati Karin semakin perih, merasakan tamparan caci maki dari orang-orang yang sebenarnya tidak tahu kebenarannya.

Mungkin memang tak ada yang memercayai Karin saat ini. Ia sendiri pun tak mengerti mengapa darah yang kata orang akan keluar saat malam pertama, rupanya tak kunjung ada. Karin tidak dapat memberi bukti apapun. Percuma ia meyakinkan dengan mulut, toh, mereka juga enggan peduli.

Setelah berpikir panjang sambil tetap mendengarkan hinaan dari banyak mulut, Karin akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah yang kata Setyo akan mereka tempati selama beberapa hari ke depan sembari menunggu rumah pribadi mereka selesai dibangun. Menjadi korban fitnah zina tak pernah ia bayangkan sebelumnya, apalagi kalau yang melakukan adalah pria yang begitu ia cintai.

"Jangan pernah kau injakkan kaki di rumah ini lagi," ucap lelaki yang terpaut usia tujuh tahun dengannya itu.

Karin berlari sekencang mungkin. Satu dua orang ada yang melemparnya dengan kerikil. Ia terjebak dengan sensasi malam pertamanya dengan Setyo. Jika bukan karena ingin mempertahankan harga diri, maka Karin akan terus menetap di sana sebab merasa memang dirinya tidak bersalah.

Karin bermonolog. Kenapa malam pertamanya menjadi duka? Tubuhnya semakin menggigil tersiram derasnya hujan. Ia membisu di jalanan. Hingga entah bagaimana, badannya seolah terhuyung ke depan lalu ambruk di permukaan aspal. Sepasang mata Karin terpejam, selanjutnya ia tak lagi dapat merasakan apa-apa. Wanita malang itu pingsan di tengah hantaman badai.

FLASH BACK OFF

Cecair bening itu kembali mengembun di kantung mata, saat album buruknya bersama Setyo kembali berputar. Mantan suaminya tersebut bukan hanya menyakiti hatinya, namun ia juga berhasil membuat harga diri Karin hilang di depan banyak orang.

Karin tahu dan masih ingat betul, lima hari seusai kejadian pilu tersebut keluarga Setyo mendadak hadir di rumahnya. Membuat ayah dan ibu Karin tersulut emosi. Sebuah bukti kuat telah menyadarkan mereka. Namun yang namanya perih mendarah daging, maka tak mudah bagi Karin untuk memberi ruang maaf. Pada akhirnya, wanita itu malah mengajukan gugatan cerai.

Setyo melabuhkan jemarinya pada punggung tangan Karin. Menyesal telah menghardik wanita yang teramat dicintainya kala itu. Ada kepingan rasa yang tak tersusun, kehilangan pasangannya. Begitulah jiwa Setyo yang selama ini tak dapat melepas bayang-bayang Karin. Rupanya alam masih begitu baik karena telah mempertemukan keduanya lagi. Dan, Setyo benar-benar menyadari, bahwa ia harus berjuang untuk mendapatkan tali hatinya kembali.

"Tidak perlu! Kau tahu? Aku ini sudah bersuami bahkan memiliki dua orang anak," untuk sekejap, Karin membiarkan wajah Setyo memucat.

"APA?"

Krak!

***

Bersambung