Pagi beranjak siang. Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, akhirnya perempuan berambut gonjes itu tiba di sebuah gedung tempat suaminya bekerja. Ekspresinya kelihatan begitu arogan. Sesekali surai pendeknya meliur-liur diterpa angin.
Dora. Rupanya perempuan itu tak hanya tinggal diam saat Setyo menyebut nama sosok lain dua malam lalu di meja makan. Dora berupaya mencari informasi tentang sang pemilik nama Karin melalui teman-teman Setyo. Namun, tak ada satu orang pun dari mereka yang mengetahui. Hanya ada satu tempat lagi, yakni kampus. Karenanya, hari ini Dora memutuskan untuk mengorek berita di lapak keseharian suaminya tersebut. Nekat sekali.
Dora terus berjalan. Hentakan high heelnya terdengar nyaring saat beradu dengan lantai marmer korido kantor jurusan. Ia tidak memberitahu pada Setyo. Lagipula, tujuannya datang bukan untuk menemui laki-laki itu.
Dari kejauhan, seorang wanita terlihat mengembangkan senyum ke arah Dora. Ya, Dora kenal itu siapa. Gegas Dora menuju perempuan yang juga ikut menghampirinya itu. Tanpa salam sapa dan membalas senyum, Dora memulai obrolannya.
"Guina. Apakah di sini ada seseorang yang bernama Karin?"
Deg!
Senyuman Guina mendadak luntur saat Dora menembaknya dengan pertanyaan seperti itu. Guina tidak boleh gegabah. Ia meyakini pasti sedang terjadi sesuatu.
"Karin merupakan dosen baru di jurusan Ilmu Komunikasi, Bu. Beliau juga teman akrab saya sewaktu kuliah. Ada apa, ya?"
Tak hanya sekali Dora datang ke kantor jurusan. Beberapa kali dia hadir guna mengantar makan siang untuk suaminya. Oleh karena itu, Dora dikenal banyak dosen-dosen lain dan para mahasiswa. Berhubung Guina merupakan sekretaris Setyo, maka Dora juga ikut mengenal wanita single itu.
"Benar dugaanku, kalau sosok Karin itu bukanlah seperti yang diceritakan oleh Setyo." Ekspresi Dora berubah kecut. Ia membatin dalam hati.
"Oh, ya? Coba jelaskan bagaimana keseharian perempuan itu di sini,"
Perkataan Dora semakin membuat Guina penasaran. Kurasa ini sudah memasuki ranah internal. Untuk apa Dora mengetahui kegiatan Karin?
"Seperti dosen pada umumnya, Bu. Karin mengajar di beberapa kelas dan jurusan," balas Guina hati-hati.
"Apakah dia sudah memiliki suami?"
"Sudah. Bahkan dua orang anak,"
"Loh! Sudah berkeluarga rupanya." Lagi-lagi Dora berbicara sendiri.
Keberadaan Dora ditangkap oleh banyak mata. Beruntung Setyo sedang tidak melintasi koridor kantor jurusan. Kalau tidak, pasti Setyo akan malu karena tujuan wanita itu datang hanya untuk bertanya perihal Karin.
"Apakah Karin dekat dengan Setyo selama di sini?"
Deg!
Benar dugaan Guina. Pasti ada sesuatu yang mengundang Dora untuk mencaritahu sosok Karin. Parahnya lagi, dara berambut pendek itu menyangkutpautkan Karin dengan Setyo. Apakah Dora sedang menuduh Karin dan kepala jurusan itu berselingkuh?
"Oh, tentu tidak, Bu. Semua dosen di sini bersikap profesional." Guina membalas cepat.
"Kau punya fotonya?"
"Punya. Sebentar, Bu." Guina mengeluarkan ponsel dari dalam saku. Kepalanya agak menggeleng. Penasaran dengan apa yang sudah terjadi sebenarnya.
Guina menyerahkan benda pipih yang menampilkan gambar seorang perempuan berkulit putih di atasnya. Itu merupakan foto profil Whatsapp Karin.
Dora mengernyit. Sejurus kemudian alisnya tertekuk dan bibirnya mengkerut. Karin tak hanya cantik, memandang wajahnya membuat hati siapapun jadi terpana. Ada sensasi kelembutan di sana.
Buru-buru Dora menyerahkan kembali ponsel itu pada Guina. Hatinya semakin panas saat meyakini bahwa dirinya kalah ayu dengan Karin.
"Terimakasih," Dora melenggang pergi penuh angkuh.
Berbagai spekulasi muncul di kepala Guina. Apa yang sebenarnya terjadi antara Karin dan Setyo? Selama ini mereka tidak terlalu dekat. Bahkan, Guina jauh lebih akrab dengan Setyo daripada Karin. Lalu, kenapa harus perempuan itu yang dicurigai oleh Dora?
"Sebaiknya aku mencaritahu ada hubungan apa antara Setyo dan Karin," gumam Guina seraya memantapkan hati. Selanjutnya ia ngeloyor pergi. Melanjutkan perjalanan untuk masuk ke kantor yang sempat tertunda karena mendapati Dora mendadak datang.
***
"Aku sudah tahu siapa Karin yang Mas sebut saat kita makan malam kemarin,"
Baru saja Setyo menyembulkan diri ke dalam rumah setelah turun dari mobil. Pria itu menyentak kepala ke belakang. Ia dikagetkan dengan kemunculan istrinya dengan raut ala kepiting rebus. Sengaja Dora menunggunya pulang dengan berdiri di balik pintu. Berniat ingin melihat ekspresi terkejut dari suaminya.
"Dora. Apa-apaan ini? Suami pulang kerja bukannya disambut,"
"Aku sudah menyambut Mas dengan berjam-jam menunggu di balik pintu,"
Pekerjaan Setyo berjalan lancar, tapi bukan berarti ia tidak mengalami yang namanya pusing kepala. Dan, sekarang Dora malah membuat ulah. Sehingga Setyo tidak tahu di mana lagi ia bisa melabuhkan diri guna melepas penat.
Lagipula, kenapa Dora bisa berucap demikian?
"Jangan seperti itu. Sambutlah suami dengan penuh kehangatan." Setyo melanjutkan langkah menuju kamar. Tubuhnya harus segera dibersihkan.
"Mas berkilah! Jangan mengalihkan pembicaraan," ucap Dora kesal.
Agak gentar saat mendengar penuturan Dora barusan. Apa yang telah terjadi dengan istrinya itu? Setyo memang sudah menebak dari awal, kalau Dora tak akan berhenti sampai di sana. Namun, dia juga tak menyangka jika semuanya berjalan seperti air mengalir.
"Mas tidak tahu apa maksudmu," balas Setyo tak ingin ambil pusing.
"Aku ke kampus dan mencari sosok Karin di sana. Rupanya dia seorang dosen baru. Apa Mas sudah jatuh cinta dengan wanita bersuami itu?"
Deg!
Sial.
Kenapa Dora bisa tahu tentang Karin?
Setyo menyugar rambut ke belakang. Ia bahkan sampai berdecak kesal, kemudian menghentikan langkah. Pasti ada yang sudah meberitahu Dora perihal Karin.
"Oh, hahaha. Karin si dosen baru itu? Ya, memang ada. Namun yang Mas maksud kemarin bukanlah dia. Melainkan anak kecil yang ditinggal oleh ayah dan ibunya. Hahaha. Kau lucu sekali, Sayang." Setyo memaksakan diri untuk tertawa keras. Sengaja ia mengelabui istrinya agar wanita itu tidak terus-terusan curiga. Dalam hati Setyo memohon maaf pada Dora karena sudah berbohong.
"Jangan bersilat lidah!" Mata Dora menyorot tajam.
"Mas berkata jujur. Kalau tidak percaya, ya sudah,"
Setyo memalingkan wajah. Ia menyembunyikan senyum kecutnya dari Dora. Pria itu melanjutkan perjalanan menuju kamar. Berhadapan dengan Dora, sama saja dengan mencari mati. Setelah ini, Setyo harus mencaritahu dari mana istrinya bisa menemukan informasi tentang Karin.
Sementara itu, Dora tampak diam tak mengikut. Ia menimbang-nimbang perkataan suaminya barusan. Apa benar kalau yang dimaksud Setyo adalah Karin si bocah yatim piatu itu?
Dora tak lagi merespon. Namun, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus mencaritahu siapa sosok Karin dan adakah hubungannya dengan Setyo.
***
Petang ini Karin ditemani Guina menunggu suaminya datang menjemput. Kedua dara itu duduk di halte kampus. Karin sedang malas membawa mobil. Karin tidak mood untuk menghadapi hiruk pikuk jalanan. Belum lagi kalau ada pengendara yang bertengkar karena tak sengaja bertabrakan.
"Eh! Itu suamiku sudah datang,"
Karin gegas bangkit dari duduknya. Ia melambai ke arah mobil hitam yang ditunggangi oleh Ronald. Sekilas Karin teringat kepulangannya bersama Setyo kemarin. Untung saja Ronald sedang tidak berada di rumah. Membuat Karin bisa mengatakan kalau dia mengendarai taksi online.
"Sayang. Apa kau sudah menunggu lama?"
Seorang pria bertubuh jenjang keluar dari mobil. Ia menghampiri istrinya dan mengusap lembut puncak kepala ibu beranak dua itu.
Sedang Guina tampak kaget dengan kemunculan wajah Ronald. Seketika ada sosok lain yang hadir kembali di hatinya. Guina tertegun. Lamat-lamat ia memerhatikan wajah lelaki itu.
"Guin. Aku duluan, ya. Terimakasih sudah menemani," ucap Karin sambil menepuk bahu Guina.
"E- em. I- iya, Karin," balas Guina penuh gugup. Tak lepas tatapannya dari paras tampan milik Ronald.
"Ya, Tuhan. Kenapa laki-laki itu begitu mirip dengan mantan kekasihku yang sudah meninggal?" Guina membatin dalam hati. Ia memutar leher. Menyaksikan hilangnya mobil hitam yang membawa Karin dan suaminya menjauh.
***
Bersambung