Darrel melirik heran pada Ilene yang kembali memakai lingerie dari Diandra. Keningnya berkerut melihat penampilan Ilene yang terlihat berbeda. Meski ia tidak sepenuhnya normal, namun dapat Darrel akui tidak ada cacatnya pada tampilan seorang Ilene Maharani. Gadis itu cantik, bahkan sangat cantik jika dibandingkan dengan Melinda. Seluruh tubuhnya mengkilap bak porselen, postur tubuhnya terlihat ideal dibanding wanita lain kebanyakan. Tapi tentu saja, cantik dan bertubuh indah saja tidak cukup untuk membuat Darrel tertarik. Meski bagi pria di luar sana menganggap penampilan Ilene malam ini sangat menggoda, ia sama sekali tidak bergeming. Pria itu hanya menatap sekilas ke arah Ilene lalu kembali menatap ponselnya.
Darrel hanya bingung kenapa Ilene bertindak sangat aneh hari ini. Gadis itu bahkan menyalakan aroma therapy di kamar mereka. Apa yang sebenarnya Ilene rencanakan?
Darrel semakin bingung saat Ilene malah merias wajah malam-malam seperti ini. Ia mencoba mengalihkan perhatiannya dari segala hal yang dilakukan Ilene. Sikap dingin dan kasar yang ia lakukan beberapa terakhir tentunya bukan tanpa alasan. Darrel hanya ingin Ilene menyerah padanya lalu meminta untuk berpisah. Ia tidak bisa jika ia yang menceraikan Ilene, itu akan sangat menyakitkan bagi Ilene jika ia bertindak seperti itu. Ia yang telah memulai semuanya, tidak mungkin ia menceraikan Ilene begitu saja.
Rasa penasaran yang terlanjur menggerogotinya membuat Darrel akhirnya tidak tahan lagi lalu membuka mulut, "Kenapa kamu pakai baju tipis itu lagi?" Tanya Darrel tajam.
Ilene menengokkan wajahnya saat mendengar suara Darrel. "Kenapa memangnya, Mas? Bukannya sayang jika baju ini hanya tergeletak di lemari?" Tukas Ilene acuh,
"Kenapa juga kamu berdandan di jam seperti ini?" Lanjut Darrel, alisnya berkerut samar menandakan keheranan yang sangat di wajahnya.
"Ya lagi mau aja, memang gak boleh Mas? Memangnya kamu tergoda dengan penampilan seperti ini?" Sindir Ilene pedas.
Darrel mendengus mendengar pertanyaan Ilene yang sengaja menyindirnya. "Jangan ngaco!" jawabnya kemudian dengan nada ketus.
Ilene tidak mengacuhkan ucapan Darrel lalu kembali menghadap cermin untuk melanjutkan riasannya yang tertunda.
Darrel hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ilene. Ia sedikit terusik karena Ilene telah berani menyinggung dirinya. Untuk beberapa alasan, ia merasa telah direndahkan. Darrel melirik ke arah samping nakas tempat dimana Ilene selalu menyimpan air minum untuk mereka. Darrel segera meminum segelas air putih itu dalam sekali teguk untuk meredakan emosinya. Namun aneh, air ini seharusnya menyegarkan tenggorokannya, tapi kenapa ia merasa terbakar setelah meminum air ini?
Panas. Darrel merasakan panas yang luar biasa seketika menyerang tubuhnya. Ia mencoba melonggarkan kancing kemeja atasnya untuk meredakan panas di tubuhnya, namun tidak berhasil. Tubuhnya semakin memanas dengan gelenyar aneh yang ia rasakan. Kenapa ini? Ada apa dengannya?
Kepalanya terasa berputar, Darrel mengerjap menatap Ilene. Tiba-tiba seluruh pandangan Darrel terhadap penampilan Ilene seketika berubah. Baju tipis dan menerawang yang Ilene pakai membuat Darrel tidak bisa memalingkan wajah. Entah kenapa Ilene terlihat menggairahkan, entah kenapa ia ingin menyentuh tubuh indah Ilene lalu menyesap seluruh aroma gadis itu. Dan entah bagaimana tiba-tiba wajah Ilene berganti dengan wajah Melinda yang nakal.
Ada apa dengannya?
Darrel menggelengkan kepalanya cepat berusaha menghilangkan bayangan itu, namun seluruh kerja syarafnya seolah berhenti. Ia menginginkan sesuatu dari tubuh itu.
Tanpa sadar ia menghampiri tubuh Ilene lalu mendekapnya dari belakang. Ilene terlihat terkejut saat merasakan sentuhan dari Darrel. Mata bulat Ilene melebar mendapati Darrel mengendus aroma tubuhnya dari belakang.
"Mas?" tegur Ilene lalu menengok ke arah Darrel.
Bukannya menjawab, Darrel malah memilih memandangi wajah Ilene. Bibir merah Ilene begitu menggoda, dalam beberapa detik Darrel segera menangkup bibir merah itu lalu mencecapnya lembut. Dari kecupan lembut, Darrel merubah sentuhannya menjadi pagutan yang lebih intens. Ilene terbelalak menghadapi sikap Darrel yang berubah menjadi agresif. Darrel terus memberikan sentuhan bertubi-tubi pada bibirnya, pria itu memberikan gigitan kecil hingga Ilene membuka mulutnya lebih lebar. Lidah Darrel membelit, tidak mau diam. Benda itu berlari menjelajah ke seluruh area mulut Ilene tanpa ampun.
Melihat Ilene yang terengah, Darrel melepaskan bibir mungil itu, namun hanya sejenak. Ia hanya memberi kesempatan beberapa detik untuk Ilene mengambil nafas lalu setelahnya ia kembali menangkap mangsanya. Darrel tidak tahu apa yang merasuki tubuhnya, ia merasa seluruh tubuhnya terbakar oleh gairah. Seumur hidup, tidak pernah ia merasakan hal yang sedang terjadi. Namun anehnya ini menyenangkan, ia semakin bersemangat menyentuh keseluruhan tubuh indah di hadapannya.
****
Ilene terhenyak saat tiba-tiba Darrel menghadiahinya kecupan bertubi-tubi. Ia tidak pernah menyangka jika kerja obat yang ia bubuhkan untuk Darrel bekerja begitu hebat dan cepat. Darrel memberikan sentuhan-sentuhan yang membuatnya terbang ke awang-awang. Mereka masih berpakaian lengkap, tapi Darrel sudah membuat tubuhnya gemetar oleh gairah. Seluruh tubuhnya terasa panas saat kulit mereka saling bersentuhan. Ilene mengalungkan kedua tangannya di leher Darrel, meminta Darrel memperdalam pagutan mereka.
Tangan Darrel sepertinya mulai tidak mau diam, dengan nakalnya ia menyentuh dada Ilene yang telah mengeras. Ilene mengerang halus membuat hawa nafsu Darrel semakin meningkat. Ia menyingkirkan seluruh kain yang menutupi tubuh indah Ilene. Ilene merunduk, merasa malu karena tubuhnya di tatap begitu dalam oleh seorang pria. Refleks, Ilene menutupi dadanya dengan kedua tangan.
Darrel menggeleng tidak suka mendapati sikap Ilene. Dengan gemas, ia menyingkirkan kedua tangan yang menghalangi pemandangan gunung indah di hadapannya. Tatapan Darrel segera berubah buas, Ilene bergidik tatapan Darrel seperti singa yang tengah kelaparan.
Tanpa pikir panjang, Darrel segera menangkup kedua buah berharga milik Ilene dengan rakus. Secara bergantian Darrel mencecap pucuk indahnya dengan lembut. Erangan halus Ilene berubah menjadi racauan tak terkendali. Tubuhnya melengkung, menahan segala ledakan kenikmatan yang ia rasakan. Gila, ia bisa gila jika Darrel terus mempermainkannya seperti ini. Pria itu bahkan menggambar jejak merah di area tubuh Ilene, jejak kepemilikan yang tidak bisa dihapus dalam beberapa hari.
Ilene semakin menggila saat Darrel menjelajah lagi ke area bawah. Ia mendesah karena pria itu sepertinya belum puas menyiksanya. Darrel membuang kain yang menutup area kewanitaan Ilene ke sembarang arah dengan cepat. Sejenak pria itu seperti terpana melihat daerah inti Ilene yang memerah menawan.
Darrel terlihat menelan ludah lalu setelahnya ia mengusap daerah itu bagai barang berharga, tubuh Ilene semakin melengkung. Ilene merasa tubuhnya tidak menjejak bumi lagi, ia melayang merasakan sentuhan Darrel yang tiada habisnya. Apa ini? Apa ini sentuhan seorang pria? Ia menatap Darrel, dengan tidak tahu malunya Ilene malah meminta sentuhan lebih. Sentuhan Darrel telah menguasai pikirannya untuk bertindak nalar. Beruntung Darrel tidak banyak bicara dan hanya berusaha mengabulkan keinginannya, pria itu mengusap area itu lebih lama dengan jari jemarinya yang lembut. Ilene semakin merasa melayang, sentuhan Darrel membuatnya candu, ia menginginkannya lagi dan lagi.
Namun Ilene harus mendesah kecewa saat Darrel tiba-tiba menghentikan gerakannya disana. Ilene menengadah tidak suka pada pria itu, dengan isyarat panca inderanya ia bertanya, ada apa?
Mata Ilene terbelalak saat Darrel tiba-tiba mengarahkan tangannya untuk menyentuh pusaka milik pria itu. Ia bergidik merasakan benda itu telah tegak berdiri dengan kokohnya. Ia mengira-ngira seberapa besar kiranya benda itu, apa benda itu akan muat di dalam miliknya? Ilene tidak yakin.
Melihat Darrel tersenyum menyeringai, Ilene sadar bahwa malam ini mereka akan melakukannya. Melakukan malam pertama yang selalu ia dambakan. Namun ternyata, malam pertama yang sering digemborkan oleh orang-orang ternyata tidak seindah itu. Ilene merasa ketakutan dan gelisah saat mengetahui milik pria itu yang baginya sangat besar. Ia begitu gugup saat baru pertama kali merasakan benda penting bagi seorang pria. Apa ia siap? Ilene menelan ludah. Siap atau tidak, inilah yang ia inginkan!