Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Masquerade f(x)

Samawa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8k
Views
Synopsis
SMA Dandelion yang nyaris tak terdengar memiliki sisi buruk, tetapi siapa sangka dibalik itu semua terdapat oknum biadab. Masquerade, merupakan sebutan untuk asosiasi rahasia yang terdiri dari empat remaja dan mereka harus menyembunyikan identitas asli dari orang luar ataupun warga sekolah. Asosiasi tersebut terbentuk karena tujuan yang sama. Balas dendam. Mereka akan membalas seperti yang telah dilakukan oleh pelaku kepada keluarga masing-masing, yaitu kematian. Hebatnya lagi metode yang digunakan adalah balas dendam dengan tangan pelaku itu sendiri. Mereka menyebutnya stimulus.
VIEW MORE

Chapter 1 - Kejutan Tak Terduga

Amera mendongakkan kepala menatap keluar pintu saat namanya disebut dari speaker sekolah. Kelas yang dalam keadaan belajar seketika berhenti dari kegiatan mereka. Amera berdiri dari kursinya dan berjalan ke depan kelas.

"Ibu, saya permisi karena mendapat panggilan," ucap Amera pada wanita yang duduk di kursi samping papan tulis.

Guru itu tersenyum mengangguk, mengizinkan anak muridnya untuk izin dari kegiatan belajar. Tidak heran jika perempuan bernama Amera selalu mendapat panggilan dari pihak sekolah. Gadis dengan rambut bergelombang panjang itu adalah salah satu siswi kesayangan sekolah. Berkat dirinya SMA Dandelion dikenal dan dikagumi banyak orang. Amera berulangkali mengharumkan nama sekolah karena prestasinya. Semua guru selalu membanggakan perempuan pemilik mata monolid eyes tersebut.

Pemilik nama asli Amera Casandra, orang sering memanggilnya Amer atau Amera. Memiliki adik perempuan yang juga satu sekolah dengannya. Keduanya hanya berbeda satu tahun. Sebagai kakak harusnya Amera melindungi dan menjaga adiknya. Namun, ia gagal menjadi kakak yang baik. Perempuan bernama Luna Casandra memilih untuk mengakhiri hidupnya. Ia bunuh diri karena tekanan sekitar yang ia hadapi.

Gadis berusia tujuh belas tahun tersebut baru saja mendapatkan tawaran untuk kembali mengikuti olimpiade yang dilakukan setiap tahun sekali. Tentu saja ia menerimanya dengan senang hati. Tahun lalu ia berhasil membawa kemenangan sebagai juara satu dan tahun ini ia mendapat kepercayaan untuk ikut kembali.

Amera berpikir jika panggilan barusan berkaitan dengan olimpiade yang akan ia ikuti. Namun, ia dibuat terkejut dengan kehadiran para orang tua di ruangan kepala sekolah. Di antara mereka terdapat kedua orangtuanya.

Amera masuk setelah mendapat persetujuan, entah kenapa mereka menatapnya dengan tatapan dingin. Amera berdiri di samping kursi kedua orangtuanya. Matanya melirik ke arah kanan, di sana terdapat sepasang suami istri yang ia tidak ketahui siapa.

"Kita akan bahas masalahnya setelah kedatangan putra dari Bapak Jordi," ucap kepala sekolah.

Amera benar-benar dibuat kebingungan dengan yang terjadi ruangan itu. Ia tidak merasa melakukan kesalahan apapun, lalu kenapa kedua orangtuanya berada di sekolah?

Semua orang di dalam ruangan, spontan menoleh ke arah pintu. Seorang laki-laki yang sangat Amera kenal datang dengan wajah datarnya. Kemudian ia menatap dua orang yang merupakan orang tuanya.

"Kenapa Mama sama Papa ada di sini? Padahal Kenzo gak ada buat rusuh di sekolah hari ini," ucapnya kebingungan.

"Diam kamu, Kenzo!" bentak wanita di sana.

Kenzo terkejut dengan bentakan barusan. Begitupula dengan Amera yang berada di sana.

"Kamu benar-benar kelewatan!" bentaknya lagi dengan air mata yang mengalir di pipi.

Kenzo terdiam, bingung dengan yang terjadi, "Kelewat—"

"Diam!" sentak kepala sekolah menghentikan ucapan Kenzo.

Kenzo terdiam, matanya menatap wanita yang tengah menangis di sampingnya. Amera yang berada di depan mereka memperhatikan dengan wajah tidak mengerti sama sekali. Tidak sengaja ia bertemu dengan manik mata milik Kenzo yang juga sedang menoleh padanya.

Laki-laki bernama lengkap Kenzo Jordian merupakan sumber rusuh di SMA Dandelion. Itulah mengapa Amera sangat kenal dengan laki-laki onar tersebut. Kebiasaan Kenzo yang selalu membuat masalah dan berakhir di ruang kepala sekolah dengan kedua orangtuanya. Namun, kali ini ia dipanggil bukan karena hal yang sama.

Amera segera memutuskan pandangannya dari lelaki itu.

Kepala sekolah menarik napas dalam, menatap dua siswanya bergantian. Sedangkan dua orang yang ditatap, tidak tahu apa kesalahan yang mereka lakukan.

"Amera, saya benar-benar kecewa sama kamu. Saya pikir kamu punya pemikiran yang luas, pemikiran cerah untuk kedepannya, tapi malah sebaliknya."

Amera sama sekali tidak menjawab, bahkan ia tidak tahu kemana arah pembicaraan pria dengan kacamata tersebut.

"Kenzo, yang kamu lakukan kali ini sudah tidak bisa dimaafkan. Ah, bahkan wajah kamu sama sekali polos seperti tidak melakukan apa-apa."

Amera menatap Kenzo, apa kesalahan laki-laki itu?

"Sepertinya kalian berdua berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Karena mungkin kalian belum melihat apa yang saya dapatkan!" ucapnya seraya menunjukkan layar ponsel yang memutarkan sebuah video.

Kenzo dan Amera mendekat ke layar ponsel. Keduanya dibuat terkejut dengan video yang diputar.  Seorang laki-laki dan perempuan yang sedang melakukan hal selayaknya suami istri. Di awal video terekam jelas wajah Amera yang memasuki ruangan bernama kamar tersebut. Yang sebelumnya juga Kenzo masuk ke kamar yang sama.

Amera mengeleng keras, menjauhkan wajahnya dari ponsel. Jantungnya berdegup keras, dengan kaki bergetar hebat.

"Bukan! Itu bukan Amer," lirih Amera berjongkok di hadapan Bundanya, "Bun, itu bukan Amer. Amer sama sekali gak lakuin hal itu!" jelasnya dengan memohon. Berharap kedua orangtuanya percaya dengan ucapannya.

Namun, tidak ada respon dari wanita tersebut. Ia tetap memasang wajah dingin dan enggan untuk menatap putrinya.

Amera beranjak ke arah sang Ayah, "Ayah percayakan sama Amera?" ucap Amera menangis sesenggukan.

Harapan Amera pupus seketika, setelah satu tamparan keras mendarat di pipinya dengan sempurna. Semua orang yang berada di ruangan itu terhenyak dengan yang terjadi. Amera menahan tangisnya dengan tangan menyentuh bekas tamparan. Bibirnya terangkat ke atas, tersenyum tipis dan berdiri dari hadapan sang Ayah kemudian berjalan ke tempat awal ia berdiri.

Tangannya bergerak mengusap pipi yang basah karena air mata. Amera berusaha untuk tetap tegar dan kuat di hadapan mereka. Ia tidak memiliki satu orangpun yang percaya dengan yang ia katakan. Tidak ada, kecuali laki-laki yang kini sedang menatap malang dirinya.

"Kalian semua percaya hanya dengan sebuah video itu?! Benar jika dua orang yang masuk di ruangan itu adalah kami berdua, tapi melakukan hal itu, itu tidak benar!!" teriak Kenzo tidak terima karena dirinya merasa dijebak oleh seseorang. Sebejat apapun kelakuan dirinya, Kenzo sama sekali tidak pernah berbuat hal itu. Bahkan dengan perempuan bernama Amera, ia tidak pernah berkomunikasi atau saling sapa. Kenzo hanya tahu Amera yang selalu disebut namanya oleh semua guru karena prestasinya.

"Lalu kenapa kalian berdua masuk di kamar yang sama?" ucap kepala sekolah menatap tajam ke arah Kenzo.

Kenzo diam, ia tidak tahu menjawab apa. Bahkan Amera yang masuk di kamar itu Kenzo sama sekali tidak tahu.

"Kejadian terjadi di saat kalian sedang melakukan party yang salah satu angkatan kalian selenggarakan. Dan video ini adalah bukti hal bejat kalian berdua!"

"Tapi kita tidak melakukan hal itu!" sentak Kenzo emosi.

"Kita akan buktikan dengan tes," sahut wanita yang sedari tadi diam menahan rasa malu dan kecewa atas kelakuan putrinya.

Amera menatap Bunda-nya, harapannya kembali bangkit untuk mendapatkan kepercayaan.

"Jika hasil tes terbukti benar, maka mereka akan dikeluarkan dari sekolah dan untuk olimpiade yang akan diikuti oleh Amera akan digantikan oleh orang lain!" tegas kepala sekolah.