Tamparan keras mendarat sempurna di pipi Amera. Gadis itu baru saja sampai di rumah dan membuka pintu. Sebuah sambutan yang begitu mengejutkan untuknya. Candra–Ayah Amera sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan garang setelah menampar sang anak.
Ini lebih keras dari sebelumnya, Amera merasa jika tulang pipinya ikut tergeser. Dengan mata yang berkaca-kaca, Amera memberanikan diri menatap Candra.
"Masih punya wajah kamu? Setelah mempermalukan saya di sekolah!" bentak Candra.
Amera memejamkan mata sejenak, berusaha untuk tidak meluruhkan air dari matanya.
"Video itu bohong, Yah! Amer sama sekali gak lakuin itu!" jawab Amera setengah berteriak.
"Bohong katamu? Jelas-jelas di sana ada wajah kamu sama laki-laki brengsek itu!" sentak Candra.
"Terserah Ayah percaya atau tidak, yang jelas Amer gak lakuin itu. Besok Amer akan buktikan kalo video itu bohong!" balas Amera berlari menuju kamar bersamaan dengan luruhnya air mata.
Amera melewati sang Bunda yang tengah menangis di ruang tengah. Wanita itu pasti sangat kecewa dengan Amera.
Amera menutup pintu kamar dengan keras, meluruhkan semua tangisnya di balik pintu. Ia sudah menduga jika akan terjadi hal ini sesampainya di rumah. Bahkan, tamparan Candra yang pertama masih sangat terasa nyeri di wajahnya. Lalu lelaki itu kembali menampar kedua kalinya.
"Apa orang itu puas setelah gue dibenci kayak gini?" lirih Amera.
***
Tiga orang tengah berkumpul di salah satu rumah mereka. Yang kebetulan keluarga pemilik rumah sedang pergi ke luar kota. Suasana terasa tegang. Mereka adalah siswa dari SMA Dandelion. Hanya mereka bertiga yang tahu dengan apa yang terjadi di sekolah siang tadi. Seorang perempuan yang dituduh melakukan hubungan seks di sebuah kamar. Mereka tahu tempat itu, karena pada kejadian mereka ada di tempat yang sama.
"Kira-kira siapa yang kirim video itu ke kepala sekolah?" ucap salah satu di antara mereka yang sering dipanggil Jeje. Ia adalah pemilik rumah. Laki-laki dengan wajah misterius di kalangan warga sekolah. Matanya tajam dengan aura datar yang selalu ia tampilkan. Di sekolah, laki-laki berambut hitam legam itu terkenal pendiam dan cuek. Bahkan satu kelasnya, sering menganggap dirinya tidak ada. Namun, itu bukan masalah baginya.
Sifat aslinya hanya ia tunjukkan pada orang-orang tertentu saja, termasuk pada dua orang yang sedang duduk di hadapannya dan satu orang lagi yang tidak bisa hadir saat ini.
"Orang yang gak suka sama tuh cewek atau sama cowoknya," jawab laki-laki yang dipanggil dengan nama Al sembari terkekeh.
Laki-laki itu berhenti terkekeh. Di balik tatapan sinisnya, ia adalah laki-laki dengan sifat humoris. Namun, sifat itu ia sembunyikan dari orang-orang luar. Dibalik sifat humorisnya juga, Al memiliki simpanan kosakata yang pedas untuk ia lontarkan pada orang yang menurutnya menyebalkan. Fiisknya yang bisa di bilang lumayan dengan hidung mancung dan rahang tegas.
"Kalo dari latar belakang si cewek kayaknya enggak, deh. Orang dia aja baik, berprestasi pula," sahut Jeje melontarkan pendapat.
"Eits, karena dia berprestasi banyak orang yang gak suka dan iri sama dia. Iya gak, Zo?" balas Al menoleh pada laki-laki yang kini tengah melamun. Namun, laki-laki yang di panggil hanya diam saja.
"Bentar, deh, Kenzo yang dikenal biang onar sekolah pasti lebih banyak yang gak suka sama dia," sahut Jeje kembali bicara sembari melirik laki-laki yang melamun di sampingnya, "Kemungkinan delapan puluh persen orang benci sama dia," lanjut Jeje.
"Entahlah gue bingung dari pihak mana si pengirim video itu," jawab Zo akhirnya. Laki-laki itu memang lebih digemari dengan nama Zo dan ia tak masalah dipanggil dengan sebutan itu. Asalkan tidak melebihkan satu huruf 'o' di belakangnya. Salah satu daya tarik dari laki-laki ini adalah sebuah lesung pipi yang berada di pipi kanannya. Hal yang selalu dinantikan dari Zo ketika ia tersenyum atau tertawa. Kadar ketampanannya akan bertambah. Selain lesung pipi, ia juga merupakan manusia misterius kedua setelah Jeje di sekolah. Jika Al memiliki ucapan yang begitu pedas, Zo memiliki tatapan sinis. Walaupun ia tidak bermaksud menampilkan tatapan sinis itu pada orang-orang.
"Yang terpenting besok akan terungkap kebenarannya. Gak usah khawatir," ucap Al menenangkan.
Mereka bukan sekedar siswa di SMA Dandelion, tetapi juga stimulus. Namun, tidak ada satu orangpun yang tahu siapa sebenarnya mereka, kecuali mereka sendiri. Orang-orang hanya memandang mereka di satu sisi, tanpa tahu bagaimana mereka di sisi lain. Penuh rencana dan licik. Karena sebuah alasan masing-masing yang membuat mereka melakukan itu. Dari sebuah ketidaksengajaan yang kini telah menjadikan keempatnya layaknya saudara.
Mereka berempat memiliki tujuan masing-masing, dimana tujuan itu memiliki kesamaan satu sama lain, yakni balas dendam.
"Kita gunakan kesempatan ini buat lakuin rencana kita yang pertama," ucap Zo setelah lama diam dari ucapan sebelumnya.
Mereka bertiga saling pandang satu sama lain, memiliki pemikiran yang sama.
"Gimana sama Andra? Apa dia setuju?" sahut Al.
Andra adalah anggota dari mereka juga, tetapi malam ini ia tidak bisa hadir. Seseorang yang tidak ingin dijelaskan apa gendernya, kalian bisa menerka-nerkanya sendiri. Namun, ia adalah stimulus yang handal. Tinggi tubuhnya hampir sama dengan Al, dengan rambut bergelombang. Jika orang luar tahu siapa sebenarnya ia, mungkin mereka sama sekali tidak menyangka dan percaya. Karena Andra paling berbeda sendiri.
"Gue yakin dia bakal setuju," jawab Jeje menimpali.
"Ini adalah kesempatan emas buat kita," balas Zo.
"Oke, besok gue bakal bilang ke dia," ucap Al kemudian meneguk air minum di atas meja.
"Gue rasa, besok Andra gak sekolah. Mending malamnya aja atau bisa lewat ponsel," usul Zo.
"Oh iya juga, ya. Kayaknya langsung tatap muka, deh Zo. Gak aman kalo kita bahas lewat chat," timpal Jeje.
"Ide bagus!" sahut Al menyetujui Jeje.
"Besok lo ada niat bolos?" ujar Jeje yang entah ia tujukan pada siapa.
Al dan Zo menoleh ke arah Jeje yang sedang minum.
"Lo tanya ke siapa?" tanya Zo.
"Tanya, lo, lah, 'kan lo langganan bolos," tukas Jeje sembari meletakkan gelas kosong ke atas meja.
"Cih, sialan!" umpat Zo tidak terima, tetep memang benar jika ja sering bolos.
"Besok dia gak bolos, Je. Tapi gak sekolah," sahut Al tertawa.
Sontak Jeje ikut tertawa setelah mengingat siapa Zo.
"Lha, iya juga, ya. Al besok ikut gak sekolah, ya?" ajak Jeje dengan cengiran lebar.
"Gue, sih, ayo-ayo aja. Malah gue khawatir sama lo, Je," balas Al yang langsung dilempar tisu oleh Jeje.
"Kalian yakin tes besok hasilnya negatif?" tanya Zo tiba-tiba yang sontak membuat Al dan Jeje terdiam dan menatap laki-laki tersebut.