Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 10 - Harapan yang terkabul

Chapter 10 - Harapan yang terkabul

Dalam momen makan malam itu, Amy menanyakan Ard perihal permintaannya. Seketika, Ard terkejut karena teringat bahwa ia lupa melakukannya. Seusai mendengar jawaban Ard, Amy tersenyum lebar dan mengeluarkan cambuk, serta mengayunkannya dengan cepat pada Ard. Seketika, Ard menghindar sembari menggigit daging lobster di mulutnya.

Kemudian, Ard lari ke pintu keluar dan dikejar oleh Amy yang masing memegang cambuk. Ketika akan membuka pintu, pintu terbuka lebih dulu dan cambuk Amy mendarat pada wajah seseorang. Seketika, mereka terkejut karena yang terkena ialah sang ayah. Kala itu, mereka tak menduga jika ayah pulang dari luar kota tanpa memberi kabar.

"Selamat malam. Bagaimana kabar kalian?" tanya ayah sembari tersenyum lebar.

Sembari menatap dengan ekspresi datar, Ard dan Amy melihat barang-barang yang dibawa ayah. Kemudian, Ard berteriak pada ibu, bahwa ayah berulah lagi dalam membawa banyak Merchandise dari konser idol favoritnya. Dengan cepat, ibu keluar sembari membawa cambuk milik Amy. Seketika, ayah melarikan diri karena dikejar oleh ibu.

"Sudah tua, tapi konsisten dalam menjadi Wota. Kuharap dia sadar dengan umurnya," gerutu Ard sembari menguyah daging lobster dan memandang jauh.

Sembari tersenyum lebar, Amy meminta Ard untuk ikut sadar. Ia pun menegur untuk segera mencari kekasih dan berhenti 'mengokang' di usia dini. Sembari menatap dengan ekspresi datar, Ard membantah Amy dengan menyebutkan bahwa ia tak ingin mendengar teguran tersebut, dari orang yang ditinggalkan pasangannya karena selalu bermain kasar.

Seketika, Amy menggembungkan kedua pipi dan mengangkat cambuk, serta mengayunkannya pada Ard. Disaat bersamaan, Amy membantah Ard dengan menyebutkan bahwa hal yang dilakukannya bukanlah kekasaran, melainkan bentuk kasih sayang.

Dengan cepat, Ard kembali menghindar dan meminta Amy mencukupkan gurauannya. Seketika, Amy menghela nafas dan mengeluhkan bahwa ia rindu dalam mencambuk Ard. Sembari menatap sinis, Ard mengingatkan Amy bahwa dia bukanlah "M". Seusai momen tersebut, mereka memutuskan untuk kembali ke dalam rumah dan melanjutkan makan malam.

Beberapa lama kemudian, ayah dan ibu kembali ke rumah. Ketika menyadari kedatangan mereka, Ard dan Amy menyambut dengan mengucapkan selamat datang. Dengan tampilan yang babak belur, ayah duduk di salah satu kursi meja makan dan mengambil porsi.

Seusai momen makan malam, Ard dan Amy memutuskan untuk tidur. Sedangkan ayah membantu ibu dalam membereskan dapur. Ketika baru merebahkan tubuh di kasur dan menarik selimut ke sekujur tubuh, Amy justru ikut tidur bersama Ard. Seketika, Ard tersadar dan menyeret Amy dengan menggenggam kerah belakang. Ard pun mengembalikan Amy ke kamar dan menguncinya dengan kunci duplikat.

Ketika akan kembali, pintu kamar Amy jatuh ke depan karena dirusak secara sengaja. Seketika, Ard berbalik sembari menatap sinis, sedangkan Amy tersenyum lebar.

"Ah, terserahlah. Keras kepalamu membuatku lelah," gerutu Ard sembari berbalik dan berjalan ke kamar.

"Kenapa tidak? Lagipula kita saudara kandung," ujar Amy sembari tersenyum lebar dan ikut ke kamar Ard.

Kala itu, Ard membiarkan Amy untuk tidur satu kasur di kamarnya. Beberapa saat kemudian seusai berbaring di kasur, Amy melakukan keisengan pada ujung 'tombak' milik Ard. Seketika, Ard terbangun dan memukul kepala Amy dengan tamparan tangannya. Kemudian, Amy pun terbangun dan mengeluhkan rasa sakitnya.

"Rasa sakitmu tak sebanding denganku yang dipermainkan olehmu! Jangan main-main dengan tombak yang kujaga untuk sosok di masa depan!" tegur Ard dengan kesal.

"Eeh? Padahal kau suka memainkan tombakmu sendiri. Tak adil," keluh Amy dengan ekspresi cemberut.

"Ini pelatihan! Harus dipastikan siap pakai dan tahan lama!" bantah Ard sembari bertolak pinggang.

"Mau mencoba bertempur sungguhan?" tanya Amy sembari tersenyum lebar.

Seketika, Ard terdiam sembari menatap sinis beberapa saat. Kemudian, Ard memukuli Amy beberapa kali dan menegurnya untuk sadar. Namun ketika dipukuli, Amy justru mengeluarkan desahan yang dapat memancing kesalahpahaman. Ayah dan ibu yang mendengar desahan Amy, bergegas ke kamar Ard dan penasaran dengan yang terjadi. Kala itu, mereka melihat Amy yang tengkurap di lantai sembari diinjak dan diikat dengan kabel listrik.

"Bisakah kalian tenang sehari saja? Ini sudah malam!" tegur ibu sembari menatap sinis.

"Jika begitu bawa wanita ini ke gunung berapi terdekat," balas Ard dengan ekspresi datar.

"Menjualnya ke om-om kaya lebih menguntungkan. Dengan begitu aku bisa membeli lebih banyak Merchandise," sanggah ayah sembari tersenyum tipis.

Seketika, ibu mengeluarkan cambuk dan melayangkannya pada wajah ayah. Sembari menyeret ayah, ibu meminta mereka untuk segera tidur. Seusai momen tersebut, mereka mencukupkan gurauan dan mulai tidur. Beberapa lama kemudian, Ard terbangun karena mendengar isak tangis seseorang. Ard pun terkejut karena Amy memeluknya dengan erat dari belakang dan menyadari bahwa yang menangis adalah Amy.

Dengan ekspresi sinis, Ard menanyakan mimpi buruk yang dialami Amy. Namun, Amy justru menggeleng dan semakin membuat Ard bingung. Sembari melawan isak tangis, Amy mengungkapkan rasa syukur. Dikarenakan, Ard telah berubah total dari bentuk di masa lalunya. Amy pun mengungkapkan, bahwa ia cemas jika bentuk itu menetap pada Ard hingga dewasa.

"Yah ... Jika tak ada gadis setan itu, kurasa bentuk ini tak akan pernah lahir. Bahkan bentuk itu akan sirna karena dunia yang membencinya," ujar Ard sembari menatap tembok.

"Maaf. Karena diriku yang penakut ini, aku menjauhkan diri darimu. Padahal seharusnya aku hadir dan selalu mendukungmu dalam menjalani hidup dengan bentuk itu. Tapi ...." lanjut Amy sembari mempererat pelukan.

"Hal itu tak bisa dijadikan sebagai rasa bersalah. Satu-satunya kesalahan adalah bentuk itu hadir di dunia ini. Hal yang wajar ketika dunia mengetahuinya dan memilih menjauh. Cukupkan air matamu dan segeralah tidur," tegur Ard sembari tersenyum tipis.

Seusai mendapat teguran Ard, Amy berusaha menghentikan tangisnya dan percaya. Ia menaruh harap begitu dalam, agar kegelapan itu tak kembali. Dalam hatinya, Amy pun bertanya-tanya perihal yang harus dilakukan jika insiden tersebut terjadi lagi. Sembari tersenyum tipis, Amy memilih untuk mencukupkan keraguan dan memilih untuk tidur. Sedangkan Ard, ia mendapati kalimat yang menghantui pikirannya.

[Walau bentukmu baru, tetap tak menutup kemungkinan untuk tidak menyakiti sekitar, Ard.]

[Karena badai itu masih ada di dalammu.]

"Kau benar. Badai yang berlalu pasti selalu kembali. Hei, Rita. Apa yang harus dilakukan untuk menghabisi bajingan di dalam ini. Meskipun kupukuli berkali-kali, dia tetap keras kepala," tanya Ard dalam hati sembari tersenyum tipis dan menatap langit di luar jendela.

"Ah. Masih bangun," ujar Willy dari luar jendela kamar Ard.

"Eh?" gumam Ard dan Willy bersamaan sembari terkejut.

Seketika, Ard dan Willy berteriak bersamaan karena tak menduga dengan yang dilihat oleh masing-masing dari mereka.