Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 12 - Mengubur mimpi

Chapter 12 - Mengubur mimpi

Seusai momen sarapan tersebut, Ard dan Willy berpamitan pada ayah, ibu dan Amy untuk berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan, Ard membentuk tatapan kesal karena hal yang telah dilakukan Willy. Sedangkan Willy, ia justru tersenyum lebar seolah tak merasa bersalah atas apa yang telah diperbuatnya. Sembari menatap sinis, Ard menanyakan kepuasan hati Willy seusai menjahilinya.

"Oh, sudah pasti! Lelaki mana yang tak kesal ketika melihat kawannya satu ranjang bersama wanita dengan spesifikasi bidadari surga? Jadi, teknik apa saja yang sudah kalian lakukan?" ujar Willy dengan rasa percaya diri.

"Teknik dalam berfotosintesis? Maksudmu teknik yang digunakannya dalam mencambukku ketika tidur?" tanya Ard sembari menunjukkan punggungnya.

Seketika, Willy terkejut karena ia melihat bekas cambuk dari amy yang berbentuk hati. Dengan rasa tak percaya, Willy menanyakan detil perihal Amy. Sembari menatap dengan ekspresi datar, Ard meminta Willy untuk memupuskan harapannya perihal Amy. Seusai mendengar teguran Ard, Willy justru membantahnya untuk tidak bercanda. Sembari tersenyum sinis, Willy berasumsi bahwa Ard hanya takut jika kakak kesayangannya direbut oleh pria lain.

"Sudah kuduga kepalamu itu terbuat dari beton. Kau pikir berapa kali aku berusaha keras agar Kak Amy mendapatkan kekasih sejati?" tanya Ard dengan tatapan sinis.

Seketika, Willy kembali ragu untuk mendapatkan Amy karena ungkapan Ard. Dengan berniat menyadarkan Willy, Ard kembali menegurnya agar menjauhi Amy. Namun, Willy tetap bersikeras dan menyatakan tekad bahwa ia akan mendapatkan hati Amy apapun yang terjadi.

Sembari menatap jauh dan tersenyum tipis, Ard mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan hati Amy, Willy tidak diharuskan untuk berusaha keras. Dikarenakan, Amy adalah sosok yang memiliki hati terbuka pada semua orang. Namun, bagi mereka yang pernah menerima hati Amy, justru menjaga jarak.

"Oi. Sebenarnya, Kak Amy itu terlahir dari apa?" tanya Willy dengan ekspresi takut.

"Beragam. Otaknya dari ubur-ubur benyek. Darahnya dari kotoran ikan paus. Sel-nya dari kotoran kuda laut. Organ dalamnya terbuat dari remasan karat jangkar," ujar Ard dengan gurauannya.

"Serius?! Ah, sialan. Jika mendengarnya dari mulutmu tak akan ada akhirnya. Akan kupastikan sendiri jika Kak Amy itu sosok seperti yang kubayangkan!" ujar Willy dengan semangat berapi-api.

"Kudoakan mentalmu," gerutu Ard dengan ekspresi datar.

Ketika sampai di sekolah, banyak murid yang kembali menatap Ard dengan ekspresi cemas. Begitupun dengan Willy, ia ikut cemas karena Ard masih dijauhi murid-murid di sekolahnya. Setiap langkah mereka, Willy mendengar berbagai perbincangan negatif mengenai Ard.

Seusai memasuki kelas dan duduk di kursi masing-masing, seorang guru wanita berkacamata mendatangi kelas 1-C dan mencari Ard. Seketika, seisi kelas terkejut dan penasaran dengan hal yang telah diperbuat Ard. Begitupun dengan Willy, ia menanyakan Ard dengan ekspresi kesal perihal yang dilakukannya. Namun, Ard membantah dengan kesal karena ia pun tak berbuat hal aneh.

Tanpa menunda lebih lama, Ard bergegas mengikuti guru tersebut ke ruang guru. Dengan perasaan penasaran dan gugup, Ard bertanya-tanya perihal yang terjadi. Ketika sampai, Ard disapa oleh Guru Rixa yang tersenyum ramah dan mempersilahkannya untuk duduk. Ketika duduk dan akan menanyakan yang terjadi, Guru Rixa memberikan sebuah formulir.

Sembari tersenyum tipis, Guru Rixa meminta Ard untuk mengisinya sesuai petunjuk yang tersedia. Kala itu, rasa penasaran Ard begitu besar dengan maksud dari permintaan Guru Rixa. Namun, Ard memilih untuk menurutinya tanpa bertanya lebih lanjut. Seusai mengisi formulir, Guru Rixa mengambil kembali formulir tersebut dan mengucapkan selamat pada Ard, atas resminya Klub Penanganan Hewan Liar.

"E-Eh? Guru Rixa. Anda ... tidak mengonsumsi alkohol, kan?" tanya Ard dengan ekspresi cemas.

Seketika, Guru Rixa terkejut dan tersenyum tipis. Lalu, ia melayangkan pukulan pada kepala Ard dengan perasaan kesal. Seusai menerimanya, Ard berusaha menahan sakit dari pukulan tersebut. Dengan ekspresi kesal dan memegangi kepalanya, Ard mulai menanyakan maksud dan tujuan dari Guru Rixa.

Kemudian, Guru RIxa kembali duduk dan menghela nafas. Ia pun mengungkapkan, bahwa dirinya hanya berubah pikiran dalam menangani permintaan Ard perihal pembuatan klub secara personal.

"Hei, Ard. Maukah ... kau memaafkanku? Kurasa tindakanku sebelumnya tidak seperti seorang guru, karena membatasi impian muridnya. Kurasa kau juga benar. Efek alkohol 3 tahun lalu, justru baru terjadi kemarin," pinta Guru Rixa sembari tertunduk malu.

Ketika mendapati momen tersebut, Ard kembali teringat dengan kalimat Dyenna.

[Walau kau sudah berubah menjadi anak baik, tapi tetap tak menutup kemungkinan bahwa kau akan menyakiti sekitar dengan sifatmu.]

"(Jadi ... ini maksudnya, ya? ego-ku membunuh senyum mereka. Kurasa hal ini memang tak seharusnya terjadi.)" ujar Ard dalam hati sembari tersenyum tipis.

Dikala Guru Rixa masih tertunduk, Ard memanggilnya dan membuat Guru Rixa menengok. Sembari tersenyum lebar, Ard memutuskan untuk membatalkan keinginannya dalam membuat klub secara personal. Seketika, Guru Rixa terdiam kaku dan menanyakan maksud Ard. Sembari tersenyum canggung, Ard mengungkapkan bahwa ia merasa malu karena sudah merepotkan Guru Rixa akibat ego-nya.

"Guru Rixa bisa membuang formulir itu. Aku akan berusaha mencari klub yang kuminati! Permisi," ujar Ard sembari bergegas kembali ke kelas.

Kala itu, Guru Rixa tak menyangka bahwa Ard mengurungkan niatnya dan mengungkapkan rasa bersalah. Ketika melihat momen tersebut, Guru Torva menghampiri Guru Rixa dan berdiri disamping kirinya.

"Kau yakin jika anak itu adalah 'dia'?" tanya Guru Torva tanpa menatap Guru Rixa.

"Dia jelas orang yang berbeda, meski kita melihatnya 100 kali. Kurasa kala itu pun bukan karena keinginannya. Dia dilanda bencana," balas Guru Rixa sembari melihat Formulir Pembuatan Klub milik Ard.

Kemudian, Guru Torva menatap Guru Rixa perihal tindakan selanjutnya dalam menghadapi penolakan Ard. Sembari memejamkan mata beberapa saat, Guru Rixa mengungkapkan bahwa ia akan mencoba membujuk Ard agar ia mau menerima permintaan maafnya. Seusai dari ruang guru, Ard kembali duduk dan ditanyakan oleh Willy perihal hasilnya.

Sembari tersenyum tipis, Ard berbohong pada Willy dengan menyebutkan bahwa Guru Rixa meminta bantuan dalam mensortir berkas murid-murid SMA Hylze.

"He~ makhluk sepertimu bisa juga dipercaya oleh guru, ya? Aku terkesan," gerutu Willy sembari tersenyum sinis.

"Oh, tentu saja! Tidak seperti dirimu yang bejat dan sekarang tak dipercaya masyarakat," balas Ard sembari tersenyum sinis.

"Kau ingin kublokir dari daftar pelanggan?" tanya Willy dengan ekspresi datar.

Seketika, Ard menggenggam tangan kanan Willy dengan kedua tangannya, dan memohon ampun serta menarik kalimatnya. Kala itu, jam pelajaran pun dimulai hingga tiba waktu istirahat. Ketika waktu istirahat tiba, Ard teringat dengan permintaan Amy. Tanpa menunda lagi, Ard langsung mendekati Xion dan meminta waktunya. Seketika, Xion terkejut dan murid lain pun kembali membuat desa-desus negatif.

Dengan perasaan kesal, Xion menarik Ard secara paksa hingga membuat keadaan terbakar. Willy yang ditinggal, bergegas mengikuti mereka untuk mengetahui yang terjadi. Sedangkan Gant, ia kembali mendatangi Guru Rixa hingga membuatnya panik karena insiden sebelumnya.