Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 18 - Kebanggaan

Chapter 18 - Kebanggaan

Seusai momen tersebut, Willy menunggu Ard dan Guru Rixa mandi, lalu berangkat bersama ke sekolah. Dalam perjalanan, Ard tampak kehilangan jiwa karena sedang menjalani hukuman dari sang ibu. Sedangkan Guru Rixa, ia justru tersenyum lebar dan menyemangati Ard dengan nada seolah tanpa dosa.

"Jika aku mengungkapkannya, maka itu bisa membuatmu bertekad untuk menjadi lebih baik, bukan?" tanya Guru Rixa sembari mengelus kepala Ard dengan tangan kanan.

"Seperti yang diharapkan dari Wali Kelas kebanggaan 1-C. Pemikiran Anda memang luar biasa!" ujar Willy sembari tersenyum lebar.

"Hoho! Benar! Teruslah puji aku, anak muda! Aku ini memang bisa diharapkan!" pinta Guru Rixa dengan percaya diri, sembari menyilangkan kedua lengan.

"Kecuali dalam asmara," sanggah Willy.

Seketika, Willy kabur karena dikejar oleh Guru Rixa. Sedangkan Ard, ia tertinggal dan memilih untuk berjalan santai. Ketika sedang berjalan, Ard mendengar teriakkan dari belakang. Seusai terlihat, ia terkejut karena Dyenna menaiki sepeda sembari berteriak untuk menyingkir. Kala itu, Dyenna mengalami masalah perihal remnya yang blong, sehingga lajunya menjadi tak terkendali.

Dengan cepat, Ard menangkap tubuh Dyenna dan melepaskannya dari sepeda. Sedangkan sepeda yang dinaiki Dyenna, menjadi oleng dan tercebur ke sawah. Di momen itu, Ard dan Dyenna dilihat oleh banyak orang. Kemudian, Ard menurunkan Dyenna dan menanyakan keadaannya.

Akibat perasaan takut yang besar, Dyenna terkulai lemas dan berusaha memperbaiki nafasnya. Seketika, Ard terkejut dan bingung dalam melakukan tindakan. Kala itu, Dyenna sempat berpikir bahwa dia akan menabrak sesuatu akibat kecelakaan tersebut. Kemudian, Ard meminta Dyenna untuk menguatkan diri dan menyebutkan bahwa dia sudah aman. Sembari masih memperbaiki nafas, Dyenna mengangguk kecil dan berterima kasih.

Lalu, Ard menghela nafas dan tersenyum tipis, serta menanyakan kemampuan Dyenna untuk berjalan. Untuk kedua kalinya, Dyenna mengangguk dan mulai berdiri. Kemudian, Ard bergegas mendekati sepeda milik Dyenna dan mengambilkannya. Sembari tersenyum tipis, Ard mengungkapkan bahwa ia akan memperbaiki sepeda di sekolah. Tanpa pikir panjang, Ard pun mulai berjalan cepat sembari membawa sepeda Dyenna.

Ketika sedang membawakan sepeda Dyenna yang kotor, Ard dilihat oleh banyak murid di area dalam sekolah. Dengan segera, Ard membawa sepeda Dyenna ke arah ruang klub miliknya. Seusai mengamankan sepeda, Ard dipanggil oleh Petugas Sekolah yang mengikutinya. Petugas Sekolah meminta Ard, untuk segera membersihkan lumpur yang berceceran di area sekolah.

Sembari tersenyum lebar, Ard menerima permintaan Petugas Sekolah untuk bertanggung jawab. Dengan cepat, Ard mengambil alat-alat kebersihan dan mulai membersihkannya. Dikala Willy menunggu kedatangan Ard di kelas, ia terkejut karena Ard sedang membersihkan halaman sekolah.

"Bajingan itu-- kenapa dia membersihkan halaman sekolah?! Dia tidak terlambat, kan?! Tunggu sebentar. Lumpur? Astaga! Apa lagi yang dia bawa kemari?!" tanya Willy dengan kesal.

Ketika Willy bertanya-tanya perihal yang terjadi, desas-desus Ard kembali tersebar di dalam kelas. Dalam obrolan itu, Willy mendengar bahwa Ard telah menyelamatkan Dyenna dari insiden rem blong di sepedanya. Namun, terdapat obrolan negatif mengenai Ard yang sengaja merusak sepeda Dyenna dan bertindak heroik.

"Begitulah. Terlebih, bukankah konyol jika ini disebut kebetulan? Dia melakukan itu di hadapan banyak orang, agar diakui sebagai pahlawan," ujar salah satu siswa.

Seketika, Willy beranjak dari kursi dan melayangkan pukulan pada siswa yang mengatakan hal tersebut, hingga membuatnya terjatuh ke samping. Ketika melihatnya, mereka terdiam kaku dan bertanya-tanya perihal yang terjadi.

"Hei. Apa yang kalian ketahui dari bajingan kebanggaanku? Masa lalunya? Sayang sekali. Kalian tidak lebih baik dari makhluk itu. Dia jauh lebih baik dari kalian," ujar Willy sembari mengepal tangan kanan dan menatap tajam.

"A-Apa yang kau lakukan, sialan?!" tanya rekan dari siswa tersebut sembari mempersiapkan kepalan tangan kanannya untuk memukul Willy.

Ketika siswa tersebut akan melakukan pukulan, tangannya justru ditahan dari belakang oleh Xion. Seketika, mereka terkejut dan menduga bahwa Xion bersekongkol dengan Willy. Seusai mendengar dugaannya, Xion mencengkeram pergelangan tangan siswa tersebut hingga membuatnya meronta kesakitan.

Dengan ekspresi datar, Xion meminta mereka untuk mencukupkan tindak kekerasan. Namun, salah satu rekan lainnya menyanggah dengan menyebutkan bahwa Willy lah yang memulainya. Tanpa pikir panjang, Xion memukul Willy hingga mengejutkan mereka.

"Impas. Sekarang bubar," pinta Xion sembari menatap tajam.

Kala itu, empat siswa yang membicarakan Ard pergi keluar kelas dengan perasaan kecewa, karena pukulannya diwakilkan oleh Xion. Kemudian, Xion menegur Willy untuk lebih mengendalikan diri dalam melakukan tindak kekerasan. Sembari tersenyum tipis dan mengusap pinggir bibir, Willy mengungkapkan bahwa ia tak ingin mendengar hal tersebut, dari orang yang memiliki temperamen lebih rendah darinya.

Di saat bersamaan, Dyenna memasuki kelas dan membuat mereka menatap sembari terdiam beberapa saat. Kemudian, Xion menegur Willy untuk kembali ke tempat duduk sembari menunggu Ard. Tanpa pikir panjang, Willy menuruti teguran Xion dan memantau Ard dari balik jendela.

Sedangkan Dyenna, ia memiliki permasalahan dalam memberikan hadiah untuk Ard, sebagai ganti rasa bersalahnya. Ketika masa kecil, Dyenna menanyakan hal yang disukai oleh Ard. Dengan ekspresi polos, Ard mengungkapkan bahwa ia menyukai segala hal yang ada di dunia, mulai dari yang terkecil hingga terbesar.

"(Bodoh. Permintaanmu itu membuat otakku panas. Setidaknya tunjukkan egomu dengan jelas. Apa yang paling kau inginkan di dunia ini?)" tanya Dyenna dalam hati sembari tertunduk.

Satu jam kemudian, seluruh murid telah memasuki kelas dan guru pun memulai pelajaran. Seusai jam pelajaran pertama, pelajaran berikutnya ialah Kelas Seni di Ruang Seni. Kala itu, terdengar keluhan dari beberapa siswa karena menganggap Kelas Seni ialah pelajaran yang membosankan. Kemudian, salah satu siswa menggerutu bahwa mereka akan diminta untuk melukis patung atau buah-buahan seperti di film.

"Dasar. Memangnya kau berharap apa? Melukis wanita seksi?" tanya teman dari siswa tersebut sembari tersenyum sinis.

"Boleh juga idemu, anak muda," sanggah Guru Rixa sembari berpose di atas meja, dengan bentuk pakaian yang tampak menggoda.

Seketika, mereka terkejut hebat karena Guru Rixa justru menjadi model seksi untuk dilukis. Kala itu, Guru Rixa mengenakan kostum polisi berwarna merah marun, dengan desain kancing yang terbuka lebar. Sehingga, hal tersebut menampilkan belahan melonnya, dan sertai rok hitam Glossy yang ketat. Sebelum pelajaran melukis dimulai, Guru Rixa mengingatkan mereka untuk melukis sebaik mungkin. Jika lukisan dirasa jelek, maka nilai mereka akan dikurangi dan diberi hukuman.

"Lelaki jantan adalah dia yang melukis dengan profesional dan penuh perasaan! Jika 'mengeras' dalam 3 menit, kalian bukan apa-apa selain amatiran dan anak kemarin sore!" tegur Guru Rixa sembari mengeluarkan cambuk.

"(Tunggu sebentar! Bukankah itu punya Kak Amy?! Kenapa dia membawanya kemari?!)" tanya Ard dalam hati.

Tanpa menunda lebih lama, mereka langsung mempersiapkan diri dan mulai melukis. Dikala siswa lain berusaha mati-matian, Willy justru merasa sangat puas dan menikmati proses dalam melukis Guru Rixa. Ketika Willy mengalihkan pandangan pada Ard, ia terkejut karena Ard justru menutup mata dengan kain hitam. Seketika pula, Willy menampar pelipis kanan Ard dan menanyakan hal yang dilakukannya. Sembari menyilangkan kedua lengan, Ard mengungkapkan bahwa pria jantan tidak boleh melihat hal vulgar.

"Bakar dulu 'kitab suci'-mu baru bicara, bajingan!" bantah Willy dengan nada rendah.