Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 11 - Lidah Penghancur Ikatan

Chapter 11 - Lidah Penghancur Ikatan

Baru lima menit memejamkan mata, ayah dan ibu Ard kembali terbangun. Dengan perasaan kesal memuncak, sang ibu berjalan cepat ke kamar Ard sembari membawa cambuk. Disaat bersamaan, Amy terbangun dan terkejut dengan kedatangan Willy. Ketika melihat pintu kamar Ard terbuka, Willy bergegas turun dan pergi dari rumah Ard.

Kemudian, Ard mendapati cambuk beberapa kali dari sang ibu, sembari ditegur untuk tidak berisik. Sedangkan Amy, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya sendiri agar terhindar dari masalah. Seusai dicambuk, Ard diperingatkan untuk terakhir kali sebelum ia dipaksa tidur di teras depan.

Dengan nada lemas, Ard mengiyakan dan meminta maaf atas keributannya. Sembari menggerutu, sang ibu mulai kembali ke kamarnya. Kemudian, Ard bangun perlahan dan bergerak ke tepi jendela.

"(Willy, sialan! Apa yang dilakukannya dengan memanjat rumah orang pada malam hari?! Ah, sial. Dia melihatku tidur dengan Kak Amy. Bajingan itu akan mengajukan 100 pertanyaan esok hari.)" ujar Ard dalam hati sembari mengusap kepalanya dan menahan rasa sakit.

"(Maaf, kawan. Aku tak melihat apapun.)" ujar Willy dalam hati sembari masuk ke rumah.

Malam yang panjang, berganti menjadi pagi yang hangat. Pagi itu, Willy datang ke rumah Ard dan berniat berangkat bersama. Dikala masih berdiri di depan rumah, Willy melihat waktu di jam tangan dan sudah menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit. Ketika Willy tak melihat tanda-tanda aktivitas Ard di kamarnya, ia mengeluarkan bom asap dari ransel dan melemparnya ke kamar Ard lewat jendela.

Seketika, kaca jendela pecah dan bom asap pun mulai mengeluarkan asapnya. Seusai ruangan dipenuhi oleh asap, Ard mendapati batuk dalam tidur dan langsung terbangun. Dengan ekspresi terkejut dan batuk beberapa kali, Ard bertanya-tanya perihal kedatangan asap tersebut. Sedangkan Willy, ia tersenyum lebar karena berhasil membangunkan Ard.

Disaat bersamaan, Ard membuka jendela agar asap keluar. Ketika tersadar dengan kehadiran Willy, Ard terkejut dan menatap tajam.

"Woi, sialan! Ini ulahmu?!" tanya Ard sembari batuk beberapa kali.

"Tepat! Cepatlah! Kita sudah mau terlambat!" seru Willy sembari tersenyum lebar dan bertolak pinggang.

"MAAAATIIIIII!" seru Ard sembari menggenggam pemukul Baseball dan melompat ke arah Willy.

Seketika, Willy menghindar dan menegur Ard bahwa yang dipegangnya adalah benda berbahaya. Dengan ekspresi kesal, Willy menanyakan maksud Ard yang menyerangnya. Sembari menatap sinis, Ard justru balik bertanya perihal yang dilakukan Willy, dalam melempar bom asap padanya. Dengan ekspresi kesal, Willy mengungkapkan bahwa Ard tidur terlalu lama.

Sedangkan Amy, ia terkejut ketika mengetahui kamar Ard penuh asap. Dengan segera, ia mengambil kipas raksasa dan mengayunkannya dalam kamar Ard. Seketika, asap yang memenuhi ruangan pun keluar dari kamar Ard.

"Lagipula-- eh?" ujar Willy dengan kalimat terpotong karena terkejut melihat gumpalan asap yang keluar seperti ditiup oleh sesuatu.

Seusai membersihkan asap, Amy mendekati jendela dan melihat Ard sedang bersama Willy. Disaat bersamaan, Willy kembali terpaku dengan pesona dari Amy. Dengan perasaan canggung, Willy menyapa Amy dengan mengucapkan selamat pagi. Sembari tersenyum hangat, Amy membalas sapaan dari Willy. Kemudian, ia memanggil Ard dan meminta untuk bergegas ke sekolah.

"Kau datang hanya untuk ini?" tanya Ard sembari menatap sinis.

"Sembarangan! Ini hanyalah tindakanku sebagai kawan yang baik agar temannya tidak terlambat ke sekolah!" bantah Willy dengan kesal.

Tanpa menunda lebih lama, Ard memutuskan untuk segera mandi dan sarapan. Sedangkan Willy, ia dipanggil dan diminta oleh Amy untuk sarapan bersama. Seketika, Willy terkejut dan mencoba bertindak profesional dengan menolak tawarannya. Seusai mendengar jawabannya, Amy tersenyum tipis dan melangkah ke meja belajar Ard. Ketika melihat perilakunya, Willy merasa heran karena Amy tak mengatakan apapun.

Secara tak terduga, Amy kembali dan melempar sesuatu padanya. Kemudian, Willy terkejut karena yang dilempar Amy adalah pesawat kertas. Tanpa pikir panjang, Willy menangkap pesawat kertas dan membongkarnya, serta melihat suatu tulisan di dalamnya.

[Jika kau mau bergabung bersama kami, kita akan berkencan sore ini <3. -Amy]

Seusai dibaca, Willy mendapat hentakan kuat hingga membuat hidung dan mulutnya menyemburkan darah. Kala itu, Willy tergeletak lemas dan tak menyangka dengan kekuatan dari surat ancaman tersebut.

"Jika ini bukan mimpi ... Aku akan pensiun dari berjualan 'prasasti'," gumam Willy sembari menatap langit.

Dikala masih tergeletak, Amy menghampiri Willy sembari tersenyum hangat dan memberikan handuk. Dengan jarak yang begitu dekat, Willy memutuskan untuk tak sadarkan diri, karena pesona Amy diduga terlalu kuat.

"Ah, dia pingsan. Saatnya ambil kendali," gumam Amy sembari tersenyum lebar.

Ketika masih tak sadarkan diri, Amy mengangkat Willy dan memikulnya di bahu kanan. Kemudian ia membawanya masuk, serta dilihat oleh ibu dan ayah di ruang makan. Sembari menatap sinis, ibu menanyakan hal yang diperbuat Amy kali ini. Dengan senyum lebar, Amy mengungkapkan bahwa ia hanya menemukannya tergeletak di depan rumah.

Lalu, Amy menanyakan seragam SMA Hylze milik ayah agar dapat dipinjamkan pada Willy. Sembari tersenyum tipis, sang ayah mengungkapkan bahwa seragamnya ada di lemari dalam kamar. Seusai terkonfirmasi, Amy mengambil seragam SMA Hylze milik ayah dan berjalan ke kamar miliknya.

"Amy! Jangan nodai anak orang! Aku khawatir dia sudah bertunangan!" tegur sang ayah dari luar kamar.

"Tak apa! Dia masih merah muda!" balas Amy sembari memakaikan seragam pada Willy.

Seusai mengganti seragam, Amy kembali memikul Willy dan menaruhnya dengan posisi duduk di kursi meja makan. Dengan tatapan sinis, sang ibu menanyakan hal yang sudah dilakukannya pada Willy.

"Tak ada, kok. (Ah~ pipinya lucu sekali! Anak remaja memang terbaik!)" balas Amy sembari bergumam dalam hati dan menusuk kecil pipi Willy menggunakan telunjuk kanan beberapa kali.

Lima menit kemudian, kedua mata Willy berkedut dan ia mulai tersadar. Lalu, sang ibu menyajikan susu cokelat hangat untuk Willy. Ketika tersadar, Willy terkejut karena ia sudah ada di dalam rumah Ard. Kejutan pun berlanjut, karena Amy ada di sebelah kiri sembari tersenyum hangat. Seketika, Willy dibuat kaku dan bingung dalam mengambil tindakan. Sembari tersenyum tipis, sang ibu meminta maaf karena Amy sudah menjahili Willy.

Sembari tersenyum canggung, Willy justru balik meminta maaf karena merasa sudah merepotkan dan mengganggu waktu mereka. Kemudian, Amy menopang dagu dengan kedua tangan dan menegur Willy, bahwa mereka tak merasa terganggu. Sang ayah pun menyanggah, dengan mengungkapkan rasa kagumnya karena Ard memiliki seorang teman.

Seketika, Willy menggaruk kecil belakang lehernya dan balik memuji perihal Ard. Dikala mereka berbincang, Ard selesai mengenakan seragam dan mengambil sarapan. Belum sempat mengambil nasi, Ard dikejutkan oleh sang ibu yang menarik piring dari tangan Ard.

"Tak ada porsi untuk anak yang suka menonton asmara dewasa," ujar sang ibu sembari menatap tajam.

"(Maaf, Ard. Ini pembalasan untuk nikmatmu kemarin)" ujar Willy dalam hati sembari tersenyum tipis.