Suasana ruang tengah rumah Bella yang ber-AC dan dua sejoli itu yang saking berpelukan, seakan menberi kelengkapan satu sama lain. Udara dingin dari AC dan sensasi hangat yang mereka rasakan saat berpelukan merupakan perpaduan yang sempurna.
Bella dan Haikal sepertinya enggan untuk melepas pelukan satu sama lain. Mereka terus mendekat dengan erat, menyalurkan kehangatan dan ketenangan.
Entah apa yang membuat Bella yakin dengan hubungan ini. Namun, ia merasa bahwa ia harus bertahan demi dirinya dan juga Haikal. Demi perasaan mereka yang harus berbalas.
Tidak hanya Haikal yang akan gila jika ia tidak ada di sisinya. Beliau pun akan sama gilanya, atau bahkan jauh lebih gila jika Haikal tidak bersamanya.
"Tadi berantemnya karena apa?" tanya Bella masih dalam dekapan Haikal.
Haikal menggeleng. "Bukan masalah berat," jawabnya.
"Walaupun nggak berat, tetap aja akibatnya berat. Itu lihat muka lo sampai babak belur begitu."
Haikal tersenyum tipis karena ucapan Bella. Ia tahu bahwa Bella pasti sangat khawatir akan keadaannya. "Babak belur, kan, bukan berarti kalah," katanya.
Bella melepaskan pelukan mereka dan menatap kesal pada Haikal. "Sejak awal dua orang berantem aja, itu artinya mereka berdua udah kalah."
"Nggak papa kalah, yang penting bisa bikin lo khawatir."
Satu cubitan mendarat di pinggang Haikal. "Ada masalah apasih lo sama pinggang gue, Bel? Dicubit mulu perasaan."
"Lo jangan keseringan berantem, Kal. Lo udah kelas dua belas. Ingat orang tua lo, masa depan dan keluarga yang harus dibahagiakan."
"Mau lihat masa depan mah gampang, Bel."
Bella menaikkan alisnya. "Gimana?" tanyanya bingung.
"Tinggal lihat wajah lo," jawab Haikal enteng.
Mendengar jawaban yang diberikan Haikal, pipi Bella langsung bersemu merah. Ia memalingkan wajahnya dari tatapan Haikal. Haikal yang melihat itupun merasa senang karena berhasil membuat Bella salah tingkah.
"Lo lucu banget kalau lagi salting. Pipinya jadi merah," ejek Haikal.
"Dih! Siapa yang salting? GR lo!"
Haikal menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum. Sesaat kemudian, ia mendekat kepada Bella dan memeluk pinggang gadis itu. Ia juga menaruh kepalanya di ceruk leher Bella.
Bella awalnya terkejut akan hal itu. Ia tidak menyangka, sikap Haikal akan seberubah itu setelah mereka berpacaran. Setelah itu, Bella melingkarkan tangannya pada leher Haikal.
"Elus-elus kepala gue dong, Bel," pinta Haikal.
"Lakuin aja sendiri, kan, lo punya tangan," jawab Bella sambil tersenyum jahil.
Haikal meraih satu tangan Bella dan ditaruhnya ke kepalanya. Mau tidak mau, Bella harus melakukan permintaan Haikal tadi.
"Kalau sama cewek-cewek lain, lo manja begini juga, Kal?" tanya Bella menatap Haikal yang menutup matanya.
Haikal menggeleng. Dan itu memberikan sensasi geli di leher Bella. "Manjanya cuma sama lo," jawabnya.
Bella tertawa kecil. "Gue tau lo bohong."
Haikal semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Bella. "Kal, tadi di ruang BK dikasih sanksi apa?" tanya Bella.
"Yang pasti bukan didrop out," jawab Haikal masih dengan mata tertutup.
"Serius, Kal!"
"Cuma skors tiga hari."
Bella menampilkan ekspresi terkejutnya. "Skors? Tiga hari? Dan itu lo bilang cuma? Kal, tiga hari itu lama. Lo bakal ketinggalan banyak pelajaran di sekolah, Kal."
"Nanti belajar sama lo."
"Males. Ntar buku catatan gue rusak lagi," kesal Bella.
"Tinggal catat lagi."
Bella yang kesal karena jawaban dari Haikal pun langsung mengacak-acak geram rambut cowok itu.
Keadaan hening untuk beberapa saat. Mereka sibuk merasakan kehangatan dan kenyamanan dari aksi saling mendekap itu.
"Bel, nanti sore gue ada latihan basket. Lo nggak papa, kan, sendiri dulu?"
"Biasanya juga gue sendiri, Kal."
"Maksud gue, lo nggak papa, kan, nahan kangen dulu?"
"Kal! Apasih," kesal Bella dengan wajah bersemu merah. "Siapa juga yang bakal kangen sama lo!"
"Kalau kangen, jangan video call, ya! Telfon aja. Nama lo udah gue ganti jadi Jamal di kontak gue. Jadi, temen-temen nggak bakal tau."
Bella melototkan matanya mendengar penuturan Haikal. "Yang bener aja, Kal?"
"Bener," jawab Haikal. "Nanti gue bawain seblak langganan lo."
"Sama minuman matcha juga, ya?" pintanya dan diangguki Haikal.
Saat sedang asyik-asyiknya saling mendekap manja satu sama lain, suara pencetan bel membuat Bella menoleh ke belakang. "Siapa, Bel?" Bella menggeleng. "Nggak tau."
"Bella, ini Bunda, Sayang!" teriak Mina dari luar. "Bunda masuk, ya?"
Baik Bella dan Haikal, keduanya sama-sama menampilkan ekspresi terkejutnya. Mereka berdua panik.
Mereka melepaskan pelukan itu. "Kal, lo geser sana dikit, jangan deket-deket!"
Haikal menurut dan menggeser dirinya lebih jauh dari Bella. Mereka mengatur wajah se-cool mungkin dengan tatapan yang fokus pada televisi.
"Hayoooo ..., habis ngapain nih berdua-duaan?" tanya Mina saat sudah masuk ke dalam.
Bella dan Haikal saling tatap. "Main uno, Bun," jawab Haikal, asal.
"Unonya mana?" tanya Mina.
Haikal menatap Bella. "Bel, mana unonya?"
Bella yang diberi pertanyaan seperti itu oleh Haikal lantas menggeleng kecil dengan ekspresi terkejut. Apa-apaan Haikal ini? Masa malah bertanya padanya, pikirnya.
"Unonya aja nggak ada, lho," ejek Mina.
"Emm ..., ada ... ada kok, Bun. Bentar, ya, aku ambil," kata Bella gelagapan.
Haikal menahan tawanya karena Bella. Dan Mina, ia menahan senyumannya. "Maksudnya, kita baru mau main uno, Bun. Ya, kan, Bel?" tutur Haikal mencoba meyakinkan Mina.
Mina mengangguk-anggukkan kepalanya. "Berarti sebelum main uno habis ngapa-ngapain."
Bella menggeleng kuat. Haikal tidak sanggup menahan rasa gemasnya pada Bella. Andai saja Mina tidak ada di sini, mungkin ia sudah menggigit kuat pipi Bella.
"Bunda ke sini ngapain?" tanya Haikal mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa nanyanya begitu? Bunda ganggu quality time kalian, ya?"
"Salah ngomong lagi gue," batin Haikal.
"Eh, Bun, itu Bunda bawa apa?" tanya Bella juga mengalihkan pembicaraan.
Mina mengangkat tangannya dan tersenyum. "Bunda habis masak ayam bakar. Ini buat kamu," jawabnya dan memberikan piring berisi ayam bakar itu kepada Bella.
Bella berdiri dan menerima piring itu dengan senang hati. "Wah! Makasih banyak ya, Bun." Ia menghirup aroma dari ayam bakar itu. "Wangi banget, Bun," pujinya dengan mata berbinar.
"Jelas, kan, Bunda yang masak."
"Bel, mau, dong," pinta Haikal.
"Haikal! Di rumah masih banyak, kenapa minta punya Bella?"
"Bercanda, Bun."
"Bunda balik dulu, deh. Kalian lanjutin aja berduaannya. Jangan lupa pacaran, ya! Ntar kalau kalian udah siap, biar bunda nikahin," ucap Mina dan pergi meninggalkan mereka.
Mereka saling tatap. "Udah dapat restu, Bel," ujar Haikal. "Kapan?" lanjutnya, bertanya.
"Kapan apa?"
"Nikahnya."
"Jangan sampai mulut lo gue sumpel pakai ayam bakar, ya!"
"Enak dong disuapin Bella."
Bella sudah lelah dengan Haikal. Jadi, ia memilih pergi meninggalkan lelaki itu ke dapur. Namun, Haikal malah menyusulnya.