Chereads / Playboynya Untukku / Chapter 8 - Melampaui Sempurna Versinya Haikal

Chapter 8 - Melampaui Sempurna Versinya Haikal

Pagar dan pintu depan rumah Bella yang tidak terkunci membuat Haikal mudah untuk masuk ke dalamnya.

Haikal masuk ke rumah Bella dan langsung menuju ke ruang tengah. Di sana, ia mendapati Bella tengah menonton televisi sambil memakan sesuatu. Ia dengan jahilnya langsung berdiri di depan televisi untuk menghalangi penglihatan Bella.

"Sebelas dua belas sama maling," ujar Bella sambil menatap sinis pada Haikal.

"Natapnya bisa biasa aja? Gue pacar lo, bukan musuh lo!"

Bella memasang ekspresi jijiknya saat melihat Haikal. "Baru pacaran sehari udah sok keras!"

Haikal menghampiri Bella dan duduk di sebelah gadis itu. "Dih, kok gitu, Bel?"

"Ngapain lo ke sini?"

"Ngecek warga."

Bella mengangguk cuek dan kembali melanjutkan kegiatan menontonnya.

Haikal yang merasa kesal karena tidak diacuhkan oleh Bella pun langsung menutup wajah Bella dengan bantal sofa. "Lepas, Kal!" pintanya, yang sama sekali tidak digubris oleh Haikal.

"Kal, lepasin!"

"Kayak ada orang ngomong, tapi siapa?" gumamnya pura-pura tak dengar.

"Kal, gue susah napas." Ucapan Bella barusan berhasil membuat Haikal menghentikan kegiatannya.

Bugh.

Saat bantal sudah terlepas dari wajahnya, Bella melayangkan satu pukulan ringan ke lengan Haikal.

"Edan lo!"

Haikal mengambil wafer bekas gigitan Bella yang berada di tangannya. Lalu ia memakan wafer itu dalam sekali lahap.

Bella melayangkan tatapan kesalnya pada Haikal. Ia masih kesal dengan hal yang ia lihat di sekolah tadi.

"Bel, muka gue sakit," adunya.

Bella menunjuk wajahnya sendiri. "Lihat wajah gue? Peduli nggak? Nggak sama sekali!" ketusnya yang tentu saja penuh kebohongan.

"Bel, obatin," pintanya dengan nada yang sedikit manja.

Bella sedikit terkejut mendengar nada bicara Haikal barusan. Pasalnya, baru kali ini Bella mendengar Haikal berbicara seperti itu.

"Bukannya udah diobatin sama cewek lo?"

Haikal tertawa kecil. "Jadi, dugaan gue tadi bener? Yang tadi ngintipin gue di kebun belakang itu lo?"

Bella menyilangkan tangannya di depan wajah Haikal. "Bukan ngintipin!"

"Terus?"

"Nggak sengaja kelihat."

"Pakai acara jatuh segala lagi tadi. Untung nggak kelihatan wajahnya."

Bella mengambil satu wafer dan menggigitnya. Baru satu kali gigitan, wafer itu kembali diambil oleh Haikal dan dimakannya.

"Emang kenapa kalau kelihatan?"

"Nanti lo tertuduh sebagai pengagum rahasia gue."

"Dih, kepadean!" kesal Bella.

Saat Haikal hendak mengambil remot televisi di atas meja, matanya tak sengaja menangkap lutut Bella yang terluka. Ia mengamati lutut Bella dengan seksama.

"Awhh!" ringis Bella saat Haikal menyentuh lukanya.

"Perih?"

"Ya, iyalah!"

"Jatuh tadi, ya?"

Bella mengangguk. Sedetik kemudian, Haikal berdiri dan pergi meninggalkan Bella ke arah lemari. Lalu, ia kembali lagi dengan kotak P3K di tangannya.

"Kenapa belum diobatin? Itu darahnya keluar lagi. Ntar bisa infeksi, Bel."

"Soalnya nggak ada gebetan yang mau ngobatin lukanya di sekolah," sindir Bella.

"Bel, nggak gitu," belanya dengan nada yang sangat lembut.

Haikal turun untuk duduk di lantai dan berhadapan langsung dengan lutut Bella yang terluka. Ia langsung mengobati luka Bella dengan telaten.

"Keinjek tali sepatu lagi?" tanyanya dan langsung diangguki oleh Bella.

Haikal menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo dari dulu selalu nggak peduli tentang tali sepatu, ya. Dari TK sampai SMP, hampir setiap hari  gue iketin tali sepatu lo kalau lepas."

Bella menatap dalam Haikal. Ia sedih. Sedih karena momen itu tidak pernah terjadi lagi. Ia sangat merindukan saat-saat itu. "Kenapa sekarang udah nggak pernah lagi?"

Haikal terdiam. Ia menyelesaikan kegiatannya mengobati luka Bella terlebih dahulu. Setelahnya, ia kembali duduk di samping Bella dan menghadap gadis itu. "Nanti, ya," jawabnya sambil mengusap lembut rambut Bella.

Suasana menjadi canggung setelahnya. Jika tadi televisi yang menonton mereka, kini gantian, mereka yang menonton televisi dengan pikiran yang tidak fokus.

"Tadinya gue mau obatin muka lo, tapi ternyata udah diobatin duluan," ujar Bella memecah keheningan.

Haikal menoleh dan mendapati Bella yang tengah menatapnya. "Kebetulan gue belum sembuh. Kalau lo yang obatin, gue janji bakal langsung sembuh."

"Nih," lanjutnya. Ia menyerahkan kotak P3K itu kepada Bella.

Bella mengambil kotak P3K itu dan mulai mengeluarkan isi yang ia perlukan. "Deketan sini."

Haikal maju untuk lebih dekat dengan Bella. "Ini kedeketan, Kal."

"Gue kira lo mau cium, makanya tadi deket banget."

Tuk. Bella menyentil dahi Haikal yang untungnya tidak ada memar atau luka.

Bella mulai mengobati wajah Haikal dengan hati-hati. Sementara Haikal, ia asyik memandang wajah cantik Bella saat sedang serius seperti ini.

"Napas lo wangi, Bel."

Bella tidak menghiraukan ucapan Haikal. Ia terus melanjutkan kegiatannya.

"Bulu mata lo lentik."

Lagi dan lagi Bella tidak menghirauka ucapan Haikal.

"Rambut lo cantik." Ia menanggalkan ikatan rambut Bella. Bella yang kesal akan hal itu pun menekan memar Haikal dengan kapas yang dibasahi oleh alkohol. "Awhh! Sakit, Bel," ringis Haikal.

"Suka banget narik iketan rambut," kesalnya dan melanjutkan kembali kegiatannya.

"Kalau sempurnanya versi dunia lo nyaris, Bel, tapi kalau sempurnanya versi gue lo melampaui," ucapnya dengan menatap dalam manik mata Bella.

Aksi Bella terhenti akibat ucapan Haikal. Ia membalas tatapan Haikal tak kalah dalamnya.

Ia meraih tangan Bella yang berada di depan wajahnya. Digenggamnya tangan Bella dengan begitu lembut. "Lo benar-benar ciptaan tuhan paling spesial. Gue selalu berdoa agar bisa mendampingi ciptaan paling spesial itu."

"Makasih udah menemani setiap masa dalam hidup gue. Lo manusia yang tetap ada di samping gue dengan segala kekurangan gue."

"Kal ...."

"Maaf untuk masa SMA yang buruk, Bel, tapi gue bersumpah, ini semua demi lo. Kita yang asing, gue yang gonta-ganti cewek, itu semua demi lo."

Satu tetes air mata jatuh membasahi pipi Bella. Dengan sigap, Haikal menghapusnya.

"Nggak semua hal di dunia ini harus kita ketahui. Termasuk alasan gue ngelakuin itu."

Haikal menangkup pipi Bella dengan kedua tangannya. "Tapi lo tenang aja, ya! Karena gue udah janji bakal kasih tau alasannya nanti. Kita tunggu waktunya, ya, Bel. Jangan pernah tinggalin gue."

Haikal mendekatkan wajah Bella dengannya. Lalu, ia mengecup lembut dahi Bella. Bella menutup matanya. Dan dengan itu, semakin mengalir deras air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya.

Haikal melepaskan kecupannya pada dahi Bella. "Lo cantik kalau nangis, tapi jangan nangis terus! Nanti air matanya habis. Ntar lo nggak bisa galauin gue lagi," ucapnya seraya menghapus air mata Bella.

"Kal ...," tegur Bella sedikit tertawa.

Haikal merentangkan tangannya sebagai isyarat peluk. Bella yang mengerti akan isyarat itupun langsung berhambur ke pelukan Haikal. Ia menenggelamkan wajahnya pada dada Haikal. Di sana, ia kembali menangis sejadi-jadinya.

"Jangan tinggalin gue, Bel. Gue bisa gila kalau nggak ada lo," ucapnya sambil mengusap rambut Bella.