"Demi apa dia nembak lo?"
"Kenapa nggak percaya, Li? Emang tampang gue kurang meyakinkan buat jadi pacarnya dia, ya?"
Saat ini, mereka sedang berbincang di dalam kelas sembari menunggu guru saat pergantian jam pelajaran.
"Ck! Bukan gitu, Bel. Masalahnya, selama ini yang gue tau dia itu playboy banget. Ya, gue speechless dong."
"Menurut lo gue biasa aja pas dia bilang juga suka gue? Gue pikir dia ngeprank gue tau."
Lia senyum-senyum sendiri mendengar kabar bahwa Bella dan Haikal sudah resmi berpacaran. Namun, ia juga sedikit khawatir saat mengingat bahwa Haikal adalah playboy tingkat dewa di sekolah.
"Lagi, Bel, lagi!"
Bella yang sedang memakan kuaci pun menoleh dan menatap bingung ke arah gadis itu. "Lagi apa?" tanyanya.
"Lagi duduk," jawab Lia dengan polosnya.
Tuk. Satu jitakan mendarat mulus di kepala Lia. "Bukan itu konsepnya, Li! Tadi lo nyuruh gue lagi, lagi di sini itu konteksnya apa?"
Lia menyengir dengan wajah tanpa dosanya. "Ceritain lagi soal kemarin, waktu dia nembak lo. Kalian ngapain aja?"
Tuk. Satu jitakan mendarat lagi di kepala Lia. "Kena jitak mulu elah! Peyang ntar kepala gue, Bel!"
"Lagian pikiran lo apaan banget, sih."
"Dih?! Otak lo aja yang ngeres. Gue kan nanya momen saat nembaknya doang. Urusan setelahnya, ya, itu urusan kalian."
Bella menaruh dagunya di meja dengan tangan sebagai alasnya, lalu ia tampak tersenyum-senyum sendiri. "Woi! Kesambet lo?" kejut Lia yang melihat temannya seperti itu.
"Enggak, Li, gue nggak kesambet. Gue ...," jawabnya masih dengan senyumnya yang tak pudar.
"Lo kenapa?"
"Gue seneng."
"Iya, gue tau, tapi nggak gini juga, dong! Serem tau."
Bella mengangkat kepalanya dari meja dan beralih menghadap ke Lia. Ia memegang kedua bahu Lia dan menatap dalam pada gadis itu. "Ke-kenapa, Bel?" Jujur, Lia sedikit ketakutan melihat Bella seperti ini. Memang the power of Haikal, ya!
"Lo tau, Li?" Lia dengan cepat menggelengkan kepalanya atas pertanyaan Bella. "Dia ...," ucap Bella menggantungkan kalimatnya.
"Dia kenapa?"
"Dia ...."
"Kenapa, sih, Bel?"
"Dia ... meluk gue dari belakang, Li. Wajahnya ditaruh di bahu gue," jawabnya. Ia melepaskan pegangan pada bahu Lia dan beralih mengusap sayang pada bahunya yang dipakai Haikal kemarin.
"BENERAN LO, BEL?" tanya Lia dengan ekspresi terkejutnya yang sedikit berlebihan.
"Suara lo kayak toa, Li!"
"Ya maaf, namanya juga kaget." Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tapi itu beneran?" lanjutnya.
"Ck! Kenapa lo nggak percaya mulu, sih?"
"Eh, hehehe. Bukan nggak percaya, Bel. Gue cuma ingin memastikan."
"Beneranlah! Mana mungkin gue bohong soal ginian."
"Iya, sih ...."
Kini gantian, Lia yang menatap dalam pada Bella. "Apa?" tanya Bella.
"Jadi, Bel ...," ucapnya menggantung.
"Jadi apa?"
"Jadi ..., lo udah jadian sama dia?"
"Menurut lo dari tadi gue nyerocos tentang dia, itu gue ngapain?"
"Ya udah, kalau gitu gue minta PJ, Bel, hehehe."
"Aman sama Bella, mah! Lo mau apa? Sebut aja."
"Wah, beneran, Bel?" tanya Lia, antusias. Bella langsung mengangguk cepat.
"Gue udah lama banget ngidam Air Jordan, Bel," ucapnya dengan wajah memelas.
Bella langsung melemparkan tatapan sinis pada Lia. "Ngelunjak lo, Li!"
"Katanya apa aja," kesal Lia.
"Ya, tapi otaknya dipakai juga, hehe."
"Au, males sama lo."
Bella hanya mengedikkan bahu atas ucapan Lia. Karena itu, Lia segera beranjak dari kursinya dan meninggalkan Bella. "Woi, mau kemana, Li? Ngambek lo?" teriaknya yang hanya diabaikan oleh Lia.
Ia tidak berniat mengejar Lia, mending ia makan kuaci saja, pikirnya.
Saat tengah asyik menikmati biji demi biji kuaci, pemandangan Lia yang kembali dengan napas ngos-ngosan mengganggunya. "Kenapa, Li?" tanya Bella.
Lia langsung menarik kepala Bella tanpa aba-aba. Ia membisikkan sesuatu ke telinga gadis itu.
"Yang bener lo?!" Bella terperanjat kaget dan langsung berdiri akibat bisikan Lia.
"Beneran, Bel! Gue lihat sendiri. Sekarang, dia lagi dibawa ke BK."
"Bonyok nggak?"
"Banget, Bel," jawab Lia dengan ekspresi wajah yang sangat dramatis. "Di sini, di sini, di sini keluar darah, Bel," lanjutnya sambil menunjuk pelipis, rahang dan sudut bibir.
Bella langsung memasang wajah khawatirnya atas informasi dari Lia. Bagaimana tidak khawatir? Pacar satu-satunya terlibat perkelahian dengan salah satu siswa sekolah ini. Wajahnya babak belur dan kini malah dibawa ke ruang BK, tapi yang bisa ia lakukan apa? Hanya diam di kursinya tanpa bisa membantu.
Bella kembali duduk sambil menggigit kukunya, hal yang biasa ia lakukan jika sedang khawatir. "Bel, minum dulu," suruh Lia. Bella segera mengambil botol minumnya dan meneguk habis air di dalamnya.
"Nggak guna banget gue jadi sahabat, apalagi jadi pacarnya, Li."
Lia duduk kembali di sebelah Bella dan mengusap punggung gadis itu. "Ini bukan salah lo, Bel. Dia sendiri, kan, yang minta untuk kalian jadi asing di sekolah? Dia nggak akan marah karena lo nggak bisa bantu. Dia justru bakal marah kalau saat ini lo nyamperin dia."
Bella mengangguk setuju. Ya, benar! Haikal akan marah besar padanya jika ia menghampiri lelaki itu. Sungguh, ini adalah pilihan yang sulit.
Namun, apakah semua akan baik-baik saja jika ia menghampiri Haikal dengan alasan karena Haikal sudah membantunya tempo hari, saat kejadiannya dengan Vano. Dengan itu, seluruh warga sekolah tidak akan curiga, kan?
Bella langsung menggeleng kuat. Ia tidak setuju dengan ide yang terlintas di pikirannya. Ia tidak boleh gegabah, nanti Haikal bisa marah.
"Pulang sekolah nanti, gue harus ke rumah dia," putus Bella.
Lia mengangguk setuju. "Bener! Lo harus! Obatin juga lukanya, Bel. Kalau perlu kasih kiss dikit biar cepet sembuh."
Bella langsung menatap tajam ke arah Lia. Sementara yang ditatap langsung mengangkat jadinya membentuk simbol 'peace'.
"Tapi gimana kalau ternyata lukanya udah diobatin sama gebetan-gebetannya?" tanya Bella dengan nada khawatir.
"Tambahin aja bonyoknya, Bel."
"Nggak! Nanti pacar gue bisa tersakiti. Gue nggak mau."
Lia menatap jijik pada Bella. Sejak kapan temannya ini jadi bucin seperti ini? Padahal dulu sesuka apapun Bella dengan Haikal, ia tidak pernah bersikap bucin.
"Bucin banget! Baru juga sehari pacaran."
Bella menaruh telunjuknya di depan mulut sebagai isyarat agar Lia diam. "Shut! Yang jomblo diem aja."
Lia memukul bahu Bella. "Iya, deh, si paling laku," kesalnya, dan langsung mendapat tawa terbahak-bahak dari Bella.
"Ini Bu Anwar nggak masuk, ya?" tanya Bella.
"Kata cowok-cowok jamkos, sih. Bu Anwar ada kunjungan ke sekolah tetangga katanya."
Bella mengangguk paham, lalu ia kembali menaruh dagunya pada meja. Pikirannya sangat kacau. Ia memikirkan bagaimana keadaan Haikal saat ini. Apakah ia baik-baik saja dengan luka di wajahnya?