"Mmmffhh!!!" Cheryl berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari pria itu, akhirnya sang pria pun melepaskannya.
Segera ia membalikkan badannya, sebab ternyata pria itu adalah Direktur perusahaannya sendiri, Xavier.
Dor! Dor! Dor! Gedoran pintu dari dua orang pria yang tak kunjung berhenti mengalihkan pandangan Xavier.
"Aku tidak bermaksud jahat, tenang saja," ungkapnya yang kemudian menatapya. Segera ia kembali ke kursi yang ia duduki sebelumnya. "Tunggu saja sampai mereka pergi."
"B-baik, pak." Dengan terpaksa Cheryl mengiyakan. Ia melihat kedua tangannya yang masih gemetar, ia hampir saja dilecehkan namun situasi yang kali ini lebih mendebarkan jantung.
Keadaan begitu hening, namun Cheryl masih takut untuk masuk ke dalam. Ia takut kalau itu hanya jebakan.
"P-Pak Direktur, maaf mengganggu waktunya, tapi apa Bapak keberatan kalau saya menetap di sini sejenak? Saya tidak akan mengganggu," tanya Cheryl.
"Hmm," balas Xavier tanpa menoleh sedikit pun pada Cheryl.
Suasana kembali hening hingga beberapa menit, Xavier menatap langit. Melihat itu, Cheryl ikut melihat langit malam yang begitu gelap, namun dipenuhi bintang-bintang. Percakapan keduanya berhenti sampai di situ, sebab Cheryl sendiri tidak tahu harus berbicara apa.
"Tapi kenapa … aku tidak mengingat memoriku dengan Pak Direktur sama sekali? Kenapa aku bisa kembali ke masa lalu?" pikir Cheryl. Tidak lama, bintang jatuh terlihat, Cheryl langsung melipat kedua telapak tangannya, berdoa agar rencananya untuk menghindari kematian yang tidak terduga itu berhasil.
Drrttt! Dering telepon berbunyi, Cheryl melihat sejenak nama yang tertera di layar handphonenya, "Ibu."
Namun ia tolak panggilan itu, karena ia bisa menebak apa yang akan sang Ibu ucapkan.
***
Kritt! Pintu yang terbuka mengalihkan perhatian seisinya, sebab Cheryl dan Xavier datang secara bersamaan. Melihat itu, Bella yang tadinya duduk langsung bangkit berdiri, menyambut Xavier dengan senyum hangat.
"Pak Direktur! Kami sudah menunggumu, mari kita bersulang!" ujar Bella mendekati Xavier dengan menggelantungkan pergelangan tangannya pada lengan Xavier, menggeser sedikit Cheryl yang tadi berada di sampingnya.
"Minggir." Satu kalimat Xavier yang berhasil melepas genggaman Bella. Xavier langsung berjalan menuju kursinya, meninggalkan Bella dan Cheryl yang tengah melongo kaget, sebab Xavier satu-satunya pria yang pernah menolak Bella secara mentah-mentah.
Walau panas rasanya, kesal, namun Bella berusaha menutupinya dengan senyum ramah kepada Cheryl. "Ryl! Aku tidak tahu kau juga diundang ke sini! Mari kita duduk bersebelahan?" ajak Bella menarik lengan Cheryl dengan pelan.
Cheryl hanya mengiyakan, dengan harapan tidak terlibat dalam hubungan keduanya.
***
Acara kembali berjalan dengan baik, yang mabuk semakin mabuk, beberapa ada yang tidak minum alkohol, namun lain hal dengan Cheryl maupun Xavier.
"Satu gelas lagi! Ryl, kau tidak minum?" tanya Bella yang tengah berpura-pura mabuk, Cheryl mengetahui hal itu, namun hanya mengikuti permainan yang Bella buat.
"Aku tidak suka alkohol," ucap Cheryl. Ia masih takut dengan dua pria tadi yang tengah menatapnya, kalau ia mabuk, tentunya akan menjadi kesempatan emas bagi mereka.
"Ayolah, kita kan sedang bersenang-senang! Mabuk sedikit tidak akan membunuhmu!" ucap Bella yang menyodorkan segelas alkohol kepada Cheryl, namun Cheryl mendorong gelas itu dengan pelan bermaksud untuk menolaknya.
"Kenapa?" tanya Bella dengan kedua mata yang sudah menutup.
"Aku ingin menanyakan beberapa hal padamu, Bel," ucap Cheryl dengan serius.
"Apa itu?"
"Kau ini … betulan sahabatku, kan?" tanya Cheryl.
"Tentu saja iya! Kenapa kau menanyakan hal yang sudah pasti?" bohong Bella, walau Cheryl sendiri sudah mengetahuinya.
"Karena aku yakin kau memiliki hati yang sangat baik, sedari dulu kau terus menolongku, mulai dari berusaha mendekatkanku dengan orang-orang yang kusuka, walaupun mereka tetap berakhir denganmu," ucap Cheryl panjang lebar dengan menyelipkan sindiran kecil di akhir kalimat, sebelum ia lanjut lagi, "Bisakah kau bantu aku akan satu hal lagi?"
"Maaf, Ryl …." Bella menatap gelasnya dengan ekspresi sedih yang tentunya hanyalah akting belaka.
"Hei, tidak apa! Lagipula aku sendiri juga nyaman dengan posisi ini!"
"Aku sudah banyak berbuat salah denganmu, mereka memaksaku untuk menjadi pacar mereka, aku tidak tega menolak mereka!" jelas Bella dengan beberapa tetes air mata.
"Sudah-sudah, lupakan saja," ujar Cheryl sambil menepuk pelan pundak Bella.
"Katakanlah, apa pun itu akan aku lakukan untukmu, Ryl!" ucap Bella dengan yakin.
"Kau tahu soal perjodohanku dengan Aaron, bukan?" Cheryl mulai angkat bicara. "Aku tidak mencintainya, begitu pun juga dengan dia. Dia lebih mencintaimu, jadi … apa boleh kau menggantikan posisiku?"
Bella terdiam sejenak mendengar itu, kedua mata yang tadinya tertutup pun terbuka, menatap kedua mata Cheryl. "Kau bercanda, kan? Aaron terlihat jelas mencintaimu! Setiap kali berbicara denganku, ia selalu membawa namamu."
"Mungkin sekarang masih, namun tidak untuk ke depannya nanti," batin Cheryl.
"Tetap saja, aku tidak mencintainya," tegas Cheryl.
"Apa yang kurang dari seorang Aaron? Aku tidak tega melakukan hal ini! Maaf, Ryl, aku tidak bisa," tolak Bella.
"Kau lebih kasihan dengan aku apa Aaron?" tanya Cheryl terang-terangan.
"Apa?"
"Belum, Ryl, ini belum saatnya," batin Cheryl.
"T-tidak, bukan apa-apa." Dan percakapan di antara keduanya pun berhenti sampai di situ.
"Ryl, kau masih marah denganku, ya?" Bella yang tengah berusaha membujuk Cheryl, sekaligus menghiburnya. Tentu saja semuanya hanyalah akting, ia hanya ingin menarik perhatian seisi ruangan, terutama Xavier.
"Aku akan jadi badut pertunjukkan untuk hari ini, lihatlah!" Bella bangkit dari duduknya, menari-nari sambil bernyanyi dengan suara yang merdu, belum lagi wajahnya yang tetap cantik walaupuns sedang dalam keadaan mabuk, tentunya menarik perhatian sekitar.
"Cantik sekali, Bella, beruntungnya bisa mendapatkan istri sepertinya," puji beberapa pria yang tengah berbincang satu sama lain. Seperti biasa, Bella mengeluarkan aura 'karakter utamanya'.
Cheryl tidak menggubris Bella, sebab ia tahu bukan ialah intensinya, melainkan Xavier.
Ketika para pria sibuk memuji dan mengagungkan kecantikan Bella, Xavier hanya duduk manis menikmati makanannya, tak menggubris Bella sama sekali. Sesekali Bella melirik Xavier, hatinya begitu sakit, sudah beberapa kali ia ditolak olehnya.
"Halo? Baik, saya akan segera ke sana," ucap Xavier pada suara seseorang di balik layar handphonenya.
"Maaf, saya pulang terlebih dahulu, sebab ada urusan," ucap Xavier pada seisi ruangan.
Tadinya Cheryl hendak lanjut menyantap makanannya, namun seketika perasaannya tidak enak. Ia baru sadar, kalau ia sedang dalam keadaan yang tidak aman, dua pria pemabuk itu masih ada di depannya.
"Maaf, saya juga pulang terlebih dahulu," ucap Cheryl pada seisi ruangan, namun satu pun tidak ada yang menggubrisnya. Ia tidak peduli, ia langsung pergi, meninggalkan Bella yang tengah mem-badutkan diri. Bella tidak bisa menghentikan aksinya, sebab ia tengah 'berakting'.
Cheryl berjalan cepat menyusul Xavier yang tengah berjalan dengan santai belum jauh dari pintu ruangan VVIP tadi. Ia hanya berjalan di belakangnya, menjadikan Xavier sebagai perisainya, agar tidak ada pria yang mengganggunya nanti, sebab ia tahu seorang Xavier tidak akan mengganggunya.
Langkah kaki Xavier terhenti, ia membalikkan badannya dan menatap Cheryl.
"Mau sampai kapan kau mengikuti saya?" tanyanya dengan dingin. Ia terlihat terganggu dengan Cheryl.