"Mau sampai kapan kau mengikuti saya?" tanyanya dengan dingin. Ia terlihat terganggu dengan Cheryl.
Shock dengan pertanyaan yang dilontar Xavier, Cheryl kemudian menjawab, "Maaf, Pak Direktur, sampai di ujung sana."
Melihat itu, Xavier berjalan kembali tanpa menggubrisnya.
Sesampai di depan, terlihat mobilnya yang sudah terparkir di depan gedung. Jendelanya terbuka, memperlihatkan sekretarisnya, Jhonson yang ada di dalam sana.
Klap! Pintu mobil Xavier tutup, sang sekretaris bertanya, "Kita tidak perlu memberikan perempuan itu tumpangan? Kasihan perempuan dibiarkan sendirian."
"Untuk apa aku memberikan tumpangan kepada karyawanku sendiri?" balas Xavier.
"Ah …."
Untungnya, setelah itu Lila langsung menjemput Cheryl tepat setelah beberapa menit yang lalu Cheryl panggil. "Masuklah, Tuan Puteri!"
"Terima kasih, Lil! Besok aku traktir!" ujar Cheryl. Malam itu juga, ia pulang dengan selamat tanpa ada rasa trauma untuk yang kedua kalinya, ia berhasil menghindari kejadian 'itu'.
***
Hari begitu terik, Cheryl melihat pemandangan di luar gedung dari jendela.
"Hey! Apa yang kau lamunkan dari tadi?" tanya Lila yang mengejutkan Cheryl seketika selayaknya jumpscare film horor.
"Kau mengejutkanku saja!" balas Cheryl.
"Ada apa? Kau bisa membicarakannya denganku." Lila menepuk pundaknya, duduk di samping Cheryl untuk menyemangatinya.
"Bagaimana bisa kujelaskan kejadian kemarin?" batin Cheryl.
Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menyembunyikan semuanya dengan berkata, "Tidak, aku baik-baik saja. Hanya ada masalah kecil."
Melihat sang rekan yang enggan melanjutkan pembicaraannya, Lila yang memahaminya pun memberikannya waktu sendiri. "Selesaikan dengan segera, setelah ini masih ada banyak tugas yang harus kita lakukan. Dan yang paling penting, jangan lupa traktiranmu!"
Lila pun bergegas meninggalkan ruang kantor, sedangkan Cheryl hanya bisa tertawa kecil.
Kriett! Pintu terbuka dengan kencang, penasaran siapa yang membukanya, Cheryl menoleh ke arah sumber suara, ternyata itu Bella. Bella yang kini menatap Cheryl dengan napas yang terengah-engah.
"Ada apa?" tanya Cheryl memecah keheningan.
Tanpa menjawab Cheryl, Bella mendekatinya dengan napas yang masih terengah-engah, "Ah, tidak apa! Aku hanya menanyakan keadaanmu. Kau baik-baik saja?"
"Baik-baik saja," balas Cheryl.
"Baguslah …." Bella menghela napas tenang, seolah kemarin Cheryl berada dalam bahaya.
"Ap-" Suara ketikan pintu menginterupsi kalimat Bella.
Tok! Tok! Tok! Kritt!
"Maaf, Nona Cheryl. Pak Direktur ingin berbicara dengan anda," ucap Jhonson.
Melihat keberadaan Jhonson, ekspresi yang tadinya tenang berubah menjadi kaget, sekaligus marah, namun tidak ia perlihatkan dengan jelas.
"I-iyah? B-baiklah," jawab Cheryl dengan panik.
"Ada apa yang dibutuhkan dari seorang Pak Direktur dari aku?" batinnya.
Kriett! Pintu tertutup dengan erat, di saat itu juga Bella membuka topeng yang selama ini ia pakai. "Awas saja kau! Aku tidak akan membiarkan hal ini berlanjut terus menerus!"
***
Melewati lorong yang Panjang, sepi, sunyi dan hening, ditambah lagi Jhonson jarang berbicara, membuat suasana semakin mencekam.
"Ayolah berpikir, apa kesalahan yang pernah kubuat? Apa ia kesal hanya karena aku menggunakannya sebagai perisai? Apa kejadian ini pernah terjadi di kehidupanku yang lalu?" pikir Cheryl.
"Sebelah sini, Nona Cheryl," ucap Jhonson setelah sekian lama, mengarahkan Cheryl ke ruang kantor Xavier.
"Terima kasih, Jhonson!" ujar Cheryl dengan senyuman tipis, dibalas dengan Jhonson, "Sama-sama."
Kriett! Cheryl membuka pintu dan berusaha terlihat tenang, ia tidak mau terlihat lemah di depan lawannya.
"Ada apa, Pak Direktur?" tanya Cheryl.
Tanpa membalas, Xavier langsung melemparkan sebuah foto ke Cheryl, foto kalung berlian berwarna hijau.
"Ada apa dengan foto ini?" tanya Cheryl.
"Itu kalung yang kubawa kemarin, kau ingat? Kau melihatnya di rooftop saat kita hanya berdua," jelas Xavier. Cheryl berusaha mengingat-ngingat kembali, sebab semalam begitu gelap, jadi ia tidak bisa melihat dengan jelas.
"Ah, kalung itu … ada apa dengannya?" tanya Cheryl.
"Kalung itu hilang setelah aku pulang, tersangka pertamanya adalah kau!" geram Xavier menatap Cheryl dengan tatapan yang mematikan.
"Apa? Aku tidak melakukan apa pun kemarin malam! Lagipula tidak hanya denganku, Pak Direktur juga berkontak dengan karyawan lainnya, bukan?" Cheryl membela diri dengan tegas.
"Tapi kalau dilihat dari perilaku, tersangka yang paling mencurigakan adalah kau! Kau terus mengikutiku, belum lagi kau yang paling sering berkontak denganku kemarin," balas kembali Xavier.
"Apa?" Cheryl tak bisa berkata-kata lagi.
"Aku tidak mau tahu, kau hanya punya waktu seminggu untuk menemukannya, kalau tidak, kau akan kutuntut!" oceh Xavier, sisi lainnya yang tidak pernah ia perlihatkan pada karyawan lainnya.
"Tunggu! Pak Direktur tidak bisa seenaknya berbuat begitu!"
Xavier terdiam, menaikkan sebelah alisnya. "Jadi?"
"Mari kita buat kesepakatan," ujar Cheryl.
"Aku akan membuktikan kalau aku tidak bersalah dalam waktu satu minggu ini, kalau aku berhasil, Pak Direktur harus mewujudkan satu dari permintaanku!" ucap Cheryl dengan suara lantang dengan begitu yakinnya.
***
"Kenapa hidupku begitu sial? Aku pasti sudah gila membuat kesepakatan demikian!" batin Cheryl yang frustrasi, mengacakan rambutnya.
"Apa aku menyerah saja? Tapi kalau aku berhasil, aku bisa membatalkan perjodohanku dengan Aaron hanya dengan bantuan Pak Direktur!" batin Cheryl.
Drrrttt! Panjang umur, Ibu Cheryl menelponnya di saat yang tepat. Kali ini tidak Cheryl tolak.
"Ke mana saja kau selama ini? Sabtu ini, kau harus pulang ke sini untuk membincangkan suatu hal!" perintah Ibunya Cheryl.
"Baik, Bu."
"Kau ini sudah gila, ya? Membatalkan perjodohan antara kau dengan Aaron? Tanpa Aaron kau bisa apa?! Siapa lagi pria yang menginginimu? Kau pikir kau itu Bella?!" bentak sang Ibu, percaya tidak percaya, kalimat yang digunakan sudah sering Cheryl dengar.
"A-aku-" Belum sempat Cheryl menyampaikan pendapat, sang Ibu langsung memutuskan panggilan secara terpihak.
"Hahh!!!" Cheryl geram dengan nasib yang kali ini, ternyata lebih buruk dari yang ia pikirkan.
Selesai kerja, Cheryl kembali ke gedung kemarin itu untuk mencari beberapa informasi. Ia merasa tidak tenang, sebab ia harus berhadapan dengan orang terkaya di negaranya sendiri, Xavier Anderson. Ia hendak memeriksa CCTV pada seluruh ruangan, dan tentunya dengan meminta izin kepada sang pemilik.
"Bagaimana?" tanya salah satu staff.
"Mana rekaman CCTV daerah tangga dan rooftop?" tanya Cheryl.
"Hmmm … kebetulan kamera CCTV pada waktu itu sedang dalam masa perbaikan, jadi tidak ada," balas staff.
"Tck! Sial! Itu kan kunci yang paling penting!" batin Cheryl.
***
Sudah hari ke lima, besok ia harus pulang ke rumah orang tuanya hanya untuk mendengar caci maki. Dua buah lingkaran hitam terlihat jelas, menjadikannya sebagai pusat perhatian.
"Ryl! Apa yang terjadi denganmu?!" Lila yang begitu terkejut sesampai Cheryl di ruang kerja keduanya.
Diam sejenak menatap Lila, Cheryl dengan perlahan mulai menceritakan kronologi hilangnya kalung batu permata hijau milik Xavier, Lila sendiri shock mendengarnya.
"APA?!"