"Mau berdansa denganku?" tanya seorang pria dengan jas biru dongker beserta postur tubuh yang tinggi dan sempurna. Memakai topeng dengan warna yang sama dengan bajunya, serta suara yang terkesan halus namun familiar.
Perempuan dengan pakaian elegan nan mewah, dress emas beserta topeng dengan warna yang sama, melihat wajah seorang pria yang baru saja menawarkan diri.
*** Flashback ***
"Apa? Kau gila?" ucap Cheryl yang tidak percaya.
"Ayolah, kau bisa mencari pria di sana, lagipula ada banyak 'sugar daddy' yang masih segar, loh!" goda Lila.
"Kalau begitu kau saja! Bukannya 'mereka' itu seleramu?" balas Cheryl mendorong kecil Lila.
"Aku ingin, tapi aku tidak bisa. Ayolah, Ryl! Main aman saja kalau memang kau tidak berniat demikian!" ujar Lila memohon terus menerus, sadar akan kelemahan Cheryl, ia terus memasang ekspresi melas, berharap hati temannya itu luluh.
"Ah, baiklah, terserah. Intinya aku akan langsung pulang selesai acaranya," ujar Cheryl yang akhirnya mengalah.
"Yeyy! Terima kasih banyak saudariku! Kau yang terbaik!" girang Lila melompat-lompat tak karuan.
Sebelum Lila meninggalkan ruangan, ia membisikan sesuatu pada Cheryl. "Tapi kalau kau ingin mengincar salah satu dari mereka juga tidak apa, aku dengar 'sugar daddy' di sana masih muda dan segar, siapa tahu dengan kekuatan 'mereka' bisa membantumu!"
Cheryl yang kesal ingin memukul pelan Lila, namun Lila kabur duluan.
*** Flashback End ***
Kalimat itulah yang sekilas lewat di pikiran Cheryl setelah ia melihat pria yang ada di depannya kini.
"Tidak, aku tidak gila dan bodoh," batin Cheryl.
"Maaf, saya sedang tidak ingin berdansa," tolak Cheryl sehalus mungkin, sebelum ia meninggalkan pria itu sendirian. Tatapan mata sang pria tidak terlepas dari Cheryl, ia heran, sebab tahun ke tahun tidak ada satu pun wanita yang menolaknya.
"Apa mungkin dia sedang jual mahal?" pikir pria itu sebelum ia mengejar Cheryl.
Suara musik klasik mulai terdengar, tanda sudah waktunya bagi para tamu untuk berdansa. Ketika semua orang sudah menemukan pasangan mereka masing-masing, tersisa Cheryl dan pria itu yang masih sendiri. Berjalan cepat melewati kebanyakan orang yang sedang berdansa, Cheryl bermaksud untuk pergi ke pinggiran, barangkali bisa makan atau minum sepuasnya, tanpa ia sadari seorang pria mengikutinya dari belakang.
"Permisi, maaf," ucapnya pada setiap pasangan dansa yang ia lewati. Melihat wanita yang ada di depannya, timbullah rasa penasaran dari dalam benak sang pria, baru kali ini ia menemukan wanita yang hampir mirip dengan Puteri Disney.
Seorang pelayan menawarkan champagne pada Cheryl yang tengah berdiri di pojokan, dengan polos ia menerimanya, sebab tidak ia tahu bahwa minuman itu adalah champagne yang memabukkan. "Terima kasih."
Pria di sampingnya menyenderkan tubuhnya ke tembok tepat di sampingnya, melihat Cheryl mencium aroma champagne.
"Minuman itu memabukkan, loh," ujar pria itu dengan senyum seringai.
Merasa direndahkan, Cheryl tidak mau kalah. Ia merasa kalau demikian, ia bisa dengan mudah dibodohi.
"Aku tahu itu, aku kuat alkohol. Tidak perlu kau beri saran, pria tua," bohong Cheryl sebelum ia meneguk champagne hingga habis.
Mendengar kata di akhir kalimat sedikit membuat pria itu risih, namun ia tahan amarahnya, sebab ia sedang mengincar wanita yang ada di depannya. "Aku masih berusia 28."
"Ah … begitukah? Tapi kau terlihat sudah seperti 30 tahun ke atas," balas Cheryl, namun tidak lagi menatap kedua mata sang pria.
"Hmm? Bagaimana bisa kau berkata demikian ketika kau sendiri belum pernah melihat wajahku tanpa topeng?" tanya sang pria menaikkan sebelah alisnya.
Cheryl mulai menyenderkan tubuhnya ke tembok, menahan rasa kantuknya. Ia tidak kuat alkohol dan meneguk segelas champagne memikirkan konsekuensinya. Kepalanya mulai pusing, pandangannya mulai kabur.
Melihat itu, sang pria mulai paham. "Sudah kuberikan peringatan, wanita muda."
Tubuh Cheryl yang mulai guncang, jatuh ke pelukan sang pria.
***
Kriett! Suara pintu kamar terbuka. Cheryl yang sudah hampir kehilangan seluruh kesadarannya berada di gendongan sang pria. Meletakkan Cheryl di atas ranjang, pria itu mengistirahatkan tangannya sejenak sambil menatap Cheryl.
"Kau terlihat tidak berdaya, kalau tidak ada aku, mungkin kau sudah dilahap oleh pria lain."
Sang pria melepaskan topengnya, memperlihatkan dengan jelas wajah tampannya. Pria itu adalah Xavier! Sayangnya Cheryl tidak bisa melihat jelas wajahnya.
"Kau itu menarik …," ujar Xavier hendak membuka topengnya, namun seketika Cheryl menghentikan aksinya.
"Jangan," ucap wanita yang tengah kehilangan kesadarannya itu dengan kedua mata yang masih menutup.
"Kenapa?" tanya Xavier dengan heran. "Kau tidak mengenal siapa aku? Kau tidak ingin bersama denganku?"
Cheryl langsung menggelengkan kepala, ialah satu-satunya wanita yang berhasil menolak Xavier dan memiliki kesempatan seperti ini.
"Kalau begitu, beritahu namamu." Xavier berusaha mencari informasi, namun Cheryl terus menolak memberitahunya, sebab ia bukanlah tamu asli, melainkan substitusi.
"Kau ini bermain sulit denganku, ya? Aku baru pertama kalinya bertemu dengan wanita sepertimu," ujar Xavier yang mendekatkan wajahnya dengan wajah Cheryl, sebelum bibirnya mulai menyentuh bibir kecil milik Cheryl. Melumat bibir Cheryl dengan halus, perlahan turun ke leher, hingga Cheryl mendesah kecil.
Tangannya perlahan mulai menyentuh tubuh Cheryl, satu per satu helaian kain di antara mereka ia lepas hingga polos. Cheryl dengan spontan mengalungkan tangannya di leher Xavier, dan malam itu menjadi malam yang panas di antara keduanya, tanpa Cheryl membuka topengnya. Xavier pun tidak memaksanya, ia menghargai privasi Cheryl.
Keesokkan paginya, Cheryl bangun dalam keadaan tidak berpakaian. Awalnya ia tidak sadar, sebab sekujur tubuhnya diselimuti, namun tidak lama ia sadar. Terkejut betul dengan dirinya, shock, sebab ia tidak mengharapkan hal seperti ini.
Beranjak dari kasur, ia bisa merasakan betapa sakitnya bagian bawah tubuhnya, tidak terbayang seberapa lama mereka 'melakukannya'. Cheryl mengelus pinggangnya, menghentikan aksinya sejenak. "Ughhh …."
Setelah ia rasa mendingan, ia pun mengambil helaian kain yang berserakan di lantai, memakainya. Ia bisa melihat jelas tanda merah bekas kecupan pada lehernya, membuatnya semakin kesal.
"Sial! Pria itu-"
"Aku berhasil mengubah masa laluku, namun aku malah kehilangan harta paling berhargaku oleh seorang pria yang sama sekali tidak kukenal!"
***
"Cheryl!!! Bagaimana kemarin? Kau menemukan seseorang?" tanya Lila dengan semangatnya, membawa goodie bag berisi kue. Cheryl tidak langsung menghiraukannya, ia terus menatap komputer, mengetik kerjaannya.
Lila yang mulai serius, menghampirinya dengan pelan, mengusap pelan Pundak Cheryl dan berkata, "Ada apa, Ryl?"
Cheryl menatapnya, kemudian menunjukan tanda merah bekas kecupan yang ia dapatkan semalam. "Coba kau tebak sendiri apa yang terjadi."
Goodie bag yang Lila bawa terjatuh, shock dengan pemandangan yang ia lihat.
"C-Cheryl, kau kehilangan-"
"Sssttt!!! Kecilkan suaramu!" oceh Cheryl yang langsung menutup mulut Lila.